Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) adalah sistem sertifikasi yang diberlakukan untuk perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sistem sertifikasi ISPO pertama kali diundang-undangkan pada tahun 2011 melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) atau Permentan 19/2011. Namun Permentan 19/2011 telah dicabut melalui Permentan 11/2015.
Maret 2020 telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Perpres 44/2020). Sebelum perpres ini muncul, sistem sertifikasi ISPO telah diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) atau Permentan 11/2015.
Kedua produk hukum ini sama-sama mengatur tentang sistem sertifikasi ISPO, namun kehadiran dua peraturan ini tidak merevisi atau mencabut satu sama lain, melainkan melengkapi dan memperbarui. Meski demikian, ada beberapa hal yang berbeda diantara kedua peraturan perundang-undangan ini, antara lain sebagai berikut:
Perihal | Permentan 11/2015 | Perpres 44/2020 |
---|---|---|
Latar belakang | 1. Perkebunan diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, keberlanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, kearifan lokal, kelestarian fungsi lingkungan
2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 /Permentan/OT.140/3/2011 telah ditetapkan Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) |
1. Perkebunan kelapa sawit Indonesia menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara sehingga diperlukan sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan demi mendukung pembangunan ekonomi nasional
2. Perlu dilakukan penyempurnaan dalam penyelenggaraan Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia 3. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia sudah tidak sesuai dengan |
Tujuan | Mencabut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 /Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) | Melengkapi dan memperbarui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11 /Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) tanpa merubah pasalnya |
Komponen | 10 Bab 14 Pasal + Lampiran | 7 Bab 30 Pasal |
Ruang Lingkup | 1. Persyaratan Prinsip dan Kriteria ISPO
2. Lembaga Pendukung Sertifikasi ISPO 3. Lembaga Konsultan 4. Lembaga Pelatihan 5. Kegiatan Sertifikasi ISPO 6. Tata Cara Sertifikasi ISPO 7. Organisasi Komisi ISPO 8. Penyelesaian Sengketa 9. Pembiayaan 10. Sanksi Administratif |
1. Sertifikasi ISPO 2. Kelembagaan 3. Keberterimaan, daya saing pasar, dan peran serta 4. Pembinaan dan pengawasan 5. Sanksi |
Sertifikasi ISPO | 1. Wajib bagi Perusahaan Perkebunan
2. Sukarela bagi Usaha Kebun Plasma, Usaha Kebun Swadaya, dan Perusahaan Perkebunan yang memproduksi minyak kelapa sawit untuk energi terbarukan |
1. Wajib bagi Perusahaan Perkebunan dan Pekebun (bisa perorangan atau kelompok) |
Sanksi | Diberikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota berupa penurunan kelas kebun, peringatan tertulis, hingga pencabutan izin usaha | Diberikan oleh Menteri berupa teguran tertulis, denda, pemberhentian sementara dari Usaha Perkebunan Kelapa Sawit, pembekuan sertifikat ISPO dan/atau pencabutan sertifikat ISPO. |
Kelembagaan | 1. Komisi ISPO dengan Ketua Pejabat setara Eselon I yang membidangi perkebunan.
2. Tim Penilai dengan Ketua pejabat setara eselon II yang membidangi perkebunan. |
1. Komite ISPO dengan Ketua Menteri dan terdiri dari unsur pemerintah, asosiasi Pelaku Usaha, akademisi, dan pemantau independen.
2. Dewan Pengarah ISPO dengan Ketua Menteri yang menyelenggarakan urusan koordinasi di bidang perekonomian |
Salah satu hal perbedaan yang mencolok adalah penerapan ISPO, pada Perpres 44/2020 semua pelaku usaha perkebunan kelapa sawit wajib memiliki sertifikasi ISPO. Berbeda dengan Permentan 11/2015 yang membuat sertifikasi ISPO wajib dan sukarela. Namun pada Perpres 44/2020, bagi pekebun sertifikasi dapat didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan/atau sumber lain yang sah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan. Dana tersebut disalurkan melalui kelompok pekebun, gabungan kelompok pekebun, atau koperasi, dan dapat diberikan selama masa sertifikasi ISPO awal.
Kelembagaan pada kedua peraturan tersebut juga berbeda, pada Permentan 11/2015 Komisi ISPO diketuai oleh pejabat setara eselon I yang membidangi perkebunan dan bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian. Keanggotaan komisi ISPO juga terdiri dari pejabat eselon I dari instansi pemerintahan. Sedangkan Perpres 44/2020 kelembagaan yang dibentuk adalah Komite ISPO dengan ketua Menteri dan terdiri dari unsur pemerintah, asosiasi pelaku usaha, akademisi, dan pemantau independen.
Itulah beberapa perbedaan mengenai peraturan perundangan-undangan mengenai ISPO. Kedua produk ini saling melengkapi satu sama lain, dalam Perpres 44/2020 tertulis bahwa “Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Sertifikasi ISPO dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.” – Pasal 28.
Sumber:
- Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia
- Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/3/2015 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO)