Pembangunan inklusif dan berkelanjutan membutuhkan peran dari berbagai pihak. Peran tersebut tidak hanya datang dari organisasi masyarakat sipil (OMS), tetapi juga pihak pemerintah dan swasta. Oleh karena itu, diperlukan wadah untuk berkomunikasi dan bertukar informasi untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya melalui forum multistakeholder.
Pentingnya Forum Multistakeholder
Selain berperan sebagai wadah untuk berkomunikasi dan bertukar informasi, forum multistakeholder memiliki peran besar dalam konteks pembuatan keputusan, pengembangan kebijakan, dan pelaksanaan berbagai inisiatif yang melibatkan berbagai pihak. Beberapa peran penting forum multistakeholder yaitu:
- Representasi yang Luas: Forum multistakeholder memungkinkan pemerintah, sektor swasta, organisasi nonpemerintah, masyarakat sipil, akademisi, dan individu yang memiliki interes dalam isu tertentu untuk berpartisipasi. Dengan demikian, forum ini mampu menciptakan kesempatan untuk mewakili beragam pandangan dan kepentingan.
- Keterlibatan Penuh: Forum ini memungkinkan setiap pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Ini mendorong keterlibatan yang lebih besar dan memberikan suara kepada kelompok yang mungkin sebelumnya tidak memiliki akses menuju proses pengambilan keputusan.
- Solusi yang Lebih Baik: Dengan melibatkan berbagai perspektif dan pengetahuan, forum multistakeholder cenderung menghasilkan solusi yang lebih baik dan berkelanjutan. Dalam berbagai konteks, kebijakan dan inisiatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan dalam perumusan keputusan sering kali lebih efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
- Legitimitas dan Akseptabilitas: Forum multistakeholder membantu membangun legitimasi dan akseptabilitas dalam kebijakan dan tindakan yang diambil. Keterlibatan semua pihak yang terpengaruh oleh keputusan tersebut membuat forum ini lebih dapat diterima oleh masyarakat umum.
- Penyelesaian Konflik: Forum ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengatasi konflik dan ketegangan antara pemangku kepentingan yang berbeda. Dengan berdiskusi dan bernegosiasi secara terbuka, pemangku kepentingan dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
- Inovasi dan Pembelajaran: Forum multistakeholder menjadi wadah untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan praktik terbaik. Forum ini dapat mendorong inovasi dan pembelajaran bersama di antara para pemangku kepentingan.
- Mendorong Pertanggungjawaban: Partisipasi aktif dari berbagai pihak dalam forum semacam ini dapat meningkatkan pertanggungjawaban dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang dihasilkan dalam forum ini lebih sulit untuk diambil atau dimanipulasi oleh satu kelompok atau kepentingan tertentu.
Baca juga: Menggagas Kolaborasi dari Berbagai Sisi
Dalam banyak konteks, seperti pembuatan kebijakan publik, pengelolaan sumber daya alam, pengembangan teknologi, dan penanganan isu global seperti perubahan iklim, forum multistakeholder telah terbukti efektif mencapai kesepakatan yang berkelanjutan dan menghadapi tantangan yang kompleks. Pada hakikatnya, forum ini berperan dalam memfasilitasi kolaborasi berbagai kelompok dalam masyarakat untuk mencapai hasil yang lebih baik secara kolektif.
Peran Aktif Koaksi Indonesia dalam Forum Multistakeholder
Selain menjadi inisiator, Koaksi Indonesia sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) juga berkontribusi aktif dalam berbagai forum multistakeholder yang sudah ada. Kontribusi ini sesuai dengan marwah Koaksi Indonesia sebagai organisasi yang fokus pada membangun jejaring strategis.
Sebagai inisiator, Koaksi Indonesia secara rutin menyelenggarakan Forum Masyarakat Sipil untuk Aksi Iklim, yang merupakan forum yang terdiri atas OMS yang bergerak di isu perubahan iklim. Melalui forum yang dilakukan secara berkala, OMS makin terdorong untuk berperan aktif dalam membawa perubahan di masyarakat melalui aktivitas berbagi informasi, pembelajaran, kapasitas, bahkan sumber daya.
Setiap dialog yang terbangun dalam forum ini terdokumentasi dengan baik agar dapat diakses kembali dan ditambah cerita positif serta aksi solutif dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga dapat dipahami bersama dan ditindaklanjuti secara strategis oleh OMS yang terlibat. Hasil paling dominan dari adanya forum ini adalah penyelarasan pemahaman terkait topik-topik tertentu, pengembangan akses, dan penguatan jejaring.
Penyelenggaraan Forum Masyarakat Sipil menjadi agenda tahunan Koaksi Indonesia secara rutin. Pada tahun 2023, Koaksi Indonesia telah menyelenggarakan tiga kali Forum Masyarakat Sipil, yang dihadiri oleh lebih dari puluhan OMS dari berbagai isu, lembaga pemerintahan, akademisi, dan sektor swasta.
Baca juga: Menyuarakan Aksi Perubahan Iklim pada Festival Forum KTI IX 2023
Forum Pembangunan Daerah (FPD) Sebagai Salah Satu Forum Multistakeholder
Selain menjadi inisiator, salah satu bentuk konkret peran Koaksi Indonesia untuk mengaktifkan forum multistakeholder adalah ikut berdiskusi dalam forum tersebut. Misalnya, pada 27 September 2023, Koaksi Indonesia menghadiri Forum Pembangunan Daerah (FPD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diselenggarakan oleh SMERU secara daring.
Forum yang mengusung tema “Pembangunan Ekonomi Inklusif yang Berkelanjutan serta Penurunan Kemiskinan dan Ketimpangan di Provinsi NTT” ini merupakan forum tahunan oleh SMERU bekerja sama dengan pemerintah provinsi di berbagai daerah di Indonesia. Forum ini telah dilaksanakan sejak 2016 untuk memfasilitasi dialog kebijakan dan penyebaran hasil-hasil penelitian, baik yang dilakukan SMERU maupun lembaga lain. Selain di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), FPD pernah dilaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2022, di Jawa Barat pada 2019, dan di Sulawesi Selatan pada 2018.
Dialog kebijakan di tingkat daerah ini dilatarbelakangi oleh pentingnya peranan daerah, khususnya kerja sama antara berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah daerah, akademisi, maupun pihak terkait lainnya dalam penurunan kemiskinan dan ketimpangan.
Pencapaian dan Permasalahan dalam FPD 2023
Acara FPD Provinsi NTT Tahun 2023 dibuka dengan laporan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbangda) Provinsi NTT, yang diwakili oleh Bapak Maxianses H. Manafe selaku Sekretaris Bappelitbangda untuk melaporkan progres pelaksanaan FPD, termasuk keluaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan forum ini.
“Secara umum keluaran (output) dari kegiatan ini berupa identifikasi tantangan dan rekomendasi upaya kolaboratif untuk menyelesaikan tantangan yang terkait dengan kebijakan pembangunan inklusif dan berkelanjutan, penguatan sumber daya manusia, serta penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan di Provinsi NTT,” jelas Bapak Maxianses.
Selanjutnya, acara dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Bapak Kosmas Damianus Lana. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa terdapat beberapa masalah yang perlu didiskusikan secara bersama pada forum ini, termasuk masalah terkait indeks gini, stunting, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, infrastruktur, dan akses pendidikan. Beliau juga menambahkan bahwa pemanfaatan APBD perlu difokuskan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
“Salah satu yang perlu menjadi perhatian bersama dalam mengatasi tantangan pembangunan dan mengurangi kemiskinan adalah memastikan bahwa APBD dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di lapangan,” tegas Bapak Kosmas.
Sesi pembukaan dilanjutkan dengan sesi panel, yang diisi pemaparan materi oleh Direktur SMERU, Ibu Widjajanti Isdijoso. Selama kurang lebih 10 menit, beliau menjelaskan terkait peran pembangunan ekonomi inklusif untuk peningkatan kesejahteraan anak dan pembangunan pemuda di Provinsi NTT.
Baca juga: Prahara Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan
“Kesejahteraan dan kapabilitas anak dan pemuda di Provinsi NTT perlu terus ditingkatkan. Diperlukan peningkatan berbagai pilar Pembangunan Ekonomi Inklusif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kapabilitas generasi muda di Provinsi NTT,” jelas Ibu Widjajanti.
Sesi panel dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Bapak Frits Fanggidae, sebagai Akademisi Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW). Dalam paparannya, beliau mengungkapkan bahwa Provinsi NTT memiliki Indeks Kedalaman Kemiskinan sebesar 3,74 dan Indeks Keparahan Kemiskinan sebesar 0,95.
“Fenomena ini (kemiskinan di Provinsi NTT) dipengaruhi oleh banyak faktor (multidimensi). Dengan demikian, perlu upaya identifikasi penduduk miskin by name dan by address, sehingga treatment terhadap mereka tepat sasaran dan sesuai dengan karakteristiknya,” tegas Bapak Frits.
Foto: Koaksi Indonesia dan Freepik