Pendanaan iklim menjadi salah satu faktor penentu dalam program atau proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sumber pendanaan iklim di Indonesia dapat dipetakan menjadi tiga yaitu pengumpulan dana publik, dana dari lembaga filantropi, dan dana dari pihak swasta. Isu yang sering dibicarakan saat ini diharapkan mampu menjadi solusi atas perubahan iklim dengan mendukung keberlanjutan program.
KOAKSI INDONESIA — Sebagai salah satu organisasi nirlaba, Koaksi Indonesia sering kali mengangkat isu pendanaan iklim ke publik, baik dari publikasi riset, mengadakan diskusi dengan isu terkait, maupun menghadiri diskusi lintas sektor untuk isu ini. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan awareness publik tentang pentingnya skema pendanaan iklim serta menambah informasi terkait sumber-sumber pendanaan iklim. Di samping itu, Koaksi Indonesia berusaha untuk melakukan pendampingan kepada komunitas dan individu untuk dapat mengakses dana tersebut.
Kerugian Dampak Perubahan Iklim
Menurut hasil studi yang dilakukan Koaksi Indonesia, perubahan iklim tidak hanya berdampak pada wilayah suburban dan perdesaan, tetapi juga akan berdampak pada kota-kota besar seperti Jakarta. Kenaikan permukaan air laut akan mengakibatkan Jakarta kehilangan aset senilai 321 miliar dolar Amerika akibat terserang banjir pada 2070. Dari hasil studi terbaru yang dilakukan Koaksi Indonesia, selain meningkatnya permukaan air laut, dampak dari perubahan iklim dapat berupa panas ekstrem. Indonesia saat ini kehilangan 36 miliar jam kerja per tahun akibat dampak hawa panas dan kelembapan tinggi. Nilai tersebut jika dikonversikan setara dengan 4,76% PDB Indonesia.
Baca juga: Langkah Menuju Tercapainya Target Emisi Sesuai NDC Indonesia
Hasil studi tersebut juga menunjukkan tiga sektor lain yang terdampak paling parah yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan. Ketiga sektor ini menyerap 29% keseluruhan lapangan kerja di Indonesia sehingga perubahan iklim akan berdampak langsung kepada tenaga kerja tersebut yang setara dengan 12,7% PDB Indonesia. Saat ini lebih dari 50% petani beras di Riau dan Kalimantan Barat sudah mengalami kekeringan, begitu pula dengan pulau lain dari Aceh hingga Papua.
Diperkirakan pada 2050 potensi penangkapan ikan di perairan Indonesia akan merosot hingga 50% akibat perubahan iklim. Hal ini akan mengurangi sumber protein sehingga masyarakat Indonesia akan mengalami malanutrisi. Selain itu, akan ada pekerjaan yang hilang dari sektor perikanan akibat kemerosotan produktivitas.
Pendanaan Iklim
Semua kalkulasi kerugian dampak perubahan iklim tentunya akan menjadi nyata jika tidak ada upaya adaptasi dan mitigasi sedangkan untuk melakukan upaya tersebut tentunya diperlukan dana. Menurut peta jalan NDC dibutuhkan dana hingga Rp3.779 triliun pada 2020—2030 untuk pendanaan mitigasi perubahan iklim sedangkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) akan memobilisasi dana 20 miliar dolar atau setara Rp300 triliun untuk menekan suhu agar tidak naik 1,5 derajat celsius.
Angka tersebut adalah proyeksi kebutuhan untuk mitigasi perubahan iklim, sedangkan menurut UNEP kebutuhan biaya untuk adaptasi di negara berkembang adalah sekitar 155 hingga 330 miliar dolar sampai tahun 2030 dan terus meningkat hingga tahun 2050. Hal ini mencerminkan bahwa kebutuhan pendanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim tidaklah sedikit sehingga diperlukan skema dan sumber pembiayaan untuk dapat melaksanakan hal tersebut.
Akses Pendanaan dari Publik
Dana publik adalah sumber daya yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Pendanaan ini biasanya berasal dari anggaran pemerintah dan pajak yang diinvestasikan dalam berbagai proyek dan program iklim. Salah satu keunggulan utama dana publik adalah kemampuannya untuk memicu tindakan kolektif dalam skala besar.
Baca juga: COP28: Bersama CSO Menyambut Pesta Iklim Bergengsi di Dunia
Di Indonesia akses pendanaan ini dilakukan salah satunya oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang merupakan lembaga pemerintah sebagai penaung dan penyalur beberapa sumber pendanaan lingkungan hidup termasuk dana untuk perubahan iklim. Dalam diskusi publik dan diseminasi penelitian bertajuk transisi energi yang berkeadilan dan pendanaan iklim yang inklusif yang diselenggarakan oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos) Indonesia, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Dr. Joko Tri Haryanto mengatakan, “BPDLH menjadi salah satu jawaban untuk pendanaan iklim di Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Dana yang dikelola BPDLH dalam setahun adalah Rp22,7 triliun.”
Contoh lain pendanaan iklim melalui dana publik adalah Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang bertujuan untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celsius. Negara-negara berkomitmen untuk memberikan kontribusi keuangan yang signifikan untuk mencapai tujuan ini. Dana publik memungkinkan pemerintah untuk mendukung inovasi, mengembangkan infrastruktur hijau, dan memberikan insentif kepada sektor swasta untuk berinvestasi dalam energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan.
Akses Pendanaan dari Lembaga Filantropi
Lembaga filantropi, seperti yayasan dan organisasi nonpemerintah, memainkan peran penting dalam memobilisasi sumber daya tambahan untuk perubahan iklim. Lembaga-lembaga ini sering berperan sebagai penggerak utama di balik inovasi dan eksperimen yang dapat mempercepat upaya mitigasi dan adaptasi.
Beberapa lembaga filantropi yang telah memberikan akses pendanaan iklim di Indonesia, seperti Ford Foundation dan The David Lucile and Packard Foundation telah menginvestasikan miliaran dolar dalam upaya memerangi perubahan iklim. Kedua lembaga ini mendukung riset teknologi bersih, memberikan bantuan kepada komunitas yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, dan berperan sebagai advokat yang kuat dalam mendorong tindakan iklim yang lebih besar.
Akses Pendanaan dari Pihak Swasta
Dana swasta memiliki potensi besar untuk mendukung perubahan iklim. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan risiko iklim, banyak perusahaan dan investor mulai mengalihkan portofolio mereka menuju bisnis dan proyek yang ramah lingkungan. Hal ini menciptakan peluang baru untuk pendanaan iklim yang berkelanjutan.
Investasi swasta dapat membantu membangun infrastruktur hijau, mendukung energi terbarukan, dan menggalakkan praktik bisnis yang berwawasan lingkungan. Banyak perusahaan besar, termasuk perusahaan energi, teknologi, dan keuangan, telah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon dan mengurangi jejak karbon mereka.
Baca juga: Menyuarakan Aksi Perubahan Iklim pada Festival Forum KTI IX 2023