Penulis: Ridwan Arif, Alumni Patriot Energi angkatan II, tahun 2016
Editor: Yessi Febrianty/Coaction Indonesia
Perkenalkan nama saya Ridwan, saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya sewaktu ditugaskan menjadi Patriot Energi Angkatan kedua, tahun 2016. Patriot Energi adalah sebuah program yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) Republik Indonesia dengan tujuan percepatan elektrifikasi di desa tertinggal, terluar, dan terdepan (3T) di Indonesia dengan menggunakan energi terbarukan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terpusat. Pada Angkatan kedua terpilih 85 orang Patriot Energi yang akan ditugaskan ke desa.
Sebelum penugasan, kami harus menjalani masa pelatihan selama sepuluh minggu. Kami diberangkatkan pada bulan Agustus tahun 2016. Desa penempatan saya bernama Desa Longgosipi yang berada di Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Patriot Kabupaten Kolaka sendiri beranggotakan enam orang dan akan ditempatkan di enam desa yang berbeda. Setiap satu desa ditempatkan satu orang Patriot.
Saat tiba di Kabupaten, kami harus mengurus beberapa administrasi dan logistik sebelum berangkat ke desa masing-masing. Kami mengunjungi Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) dan beberapa dinas lainnya di Kabupaten Kolaka untuk keperluan sosialisasi dan administrasi. Proses tersebut kurang lebih memakan waktu satu minggu. Setelah semua kelengkapan siap, kami menuju desa penempatan masing-masing.
Longgosipi adalah sebuah desa yang terletak di bukit dan merupakan desa tertinggi di Kecamatan Watubangga. Akses jalan menuju desa adalah jalan aspal dari pusat kabupaten hingga kecamatan, kemudian sisanya berupa jalan tanah bergelombang dan berbatu sampai ke desa. Beruntung saat kami menuju desa masing-masing musim penghujan belum tiba sehingga jalur yang akan kami lewati relatif aman. Jika melihat sekeliling desa maka yang nampak hanya hamparan tanaman sawit, padang ilalang dan rumah-rumah kecil desa tetangga. Sejauh mata memandang hanya ada tanah merah berkerikil penuh debu, dan jika ada kendaraan bermotor lewat di jalan desa, kabut debu mengepul di udara.
Letak rumah warga desa saling berjauhan sehingga desa terlihat sangat sepi. Jarak antar rumah terdekat sekitar sepuluh meter dan yang terjauh mencapai dua kilometer. Meskipun terletak di bukit jangan samakan Longgosipi dengan Lembang di Jawa Barat ataupun Dieng di Jawa Tengah yang dingin, suhu di Longgosipi cukup panas. Hembusan angin merupakan penyejuk udara alami disini. Tak ada jaringan listrik terpusat di desa, listrik hanya berasal dari mesin genset bagi warga yang mampu membeli bahan bakar. Tidak banyak warga yang mampu untuk membeli mesin genset sehingga saat malam biasanya rumah kepala desalah yang ramai didatangi warga untuk berkumpul dan menonton televisi.
Kebutuhan bahan bakar bagi warga yang memiliki genset perhari adalah sekitar dua puluh ribu rupiah untuk menyalakan listrik dari pukul 18.00 WITA hingga habisnya bahan bakar atau sekitar pukul 23.00 WITA. Jika dijumlahkan dengan banyaknya hari dalam sebulan maka warga akan mengeluarkan uang tak kurang dari enam ratus ribu rupiah untuk bahan bakar genset. Pengeluaran tersebut hanya untuk penerangan dan televisi, akan bertambah jika ada acara tambahan seperti pernikahan atau acara adat lainnya. Warga yang tidak memiliki genset biasa menggunakan lampu emergency untuk penerangan malam hari atau menggunakan pelita (sebutan warga untuk penerangan dari minyak yang dibakar melalui sumbu).
Tahun 2016 desa Longgosipi mendapatkan hibah PLTS Terpusat dari KESDM dengan kapasitas 30 kWp. Kapasitas pembangkit ini hanya mampu mengalirkan listrik kepada kurang lebih seratus rumah dengan masing-masing rumah mendapatkan 300 wh. Sebenarnya desa ini terdiri dari dua ratus rumah lebih, namun jarak antar rumah yang berjauhan menjadikan hanya seratus rumah saja yang dapat teraliri listrik PLTS Terpusat. Pembangunan PLTS ini sudah berjalan sejak bulan Juni 2016 dan selesai hingga dapat dinikmati warga pada bulan Oktober 2016.
Pembangunan PLTS dilakukan dengan gotong royong oleh warga desa. Mereka sangat antusias dengan adanya pembangunan ini dan berharap dengan adanya PLTS, desa mereka tidak lagi gelap. Selain itu, mereka juga ikut menjaga keamanan dalam proses pembangunan sehingga tidak terjadi pencurian barang-barang instalasi PLTS. Namun demikian, pembangunan PLTS berjalan lambat karena logistik yang sempat terlambat pengirimannya dan akses menuju desa yang cukup sulit saat awal musim penghujan.
Tugas Patriot Energi adalah mendampingi warga desa dalam mempersiapkan keberlanjutan PLTS Terpusat setelah selesai diserahterimakan dari kontraktor ke desa. Tahap awal yang saya lakukan adalah pemetaan sosial desa, berkunjung ke setiap rumah warga untuk berdiskusi langsung dan memetakan orang-orang yang berpengaruh di desa. Memetakan orang-orang yang berpengaruh di desa dapat memudahkan saya untuk mendapatkan local champion dan orang yang dapat menjaga fasilitas PLTS dari KESDM. Proses pemetaan ini saya lakukan dengan mengikuti aktivitas sehari-hari warga desa. Mayoritas warga adalah pekebun nilam dan penghasil biji mete, sehingga saya seringkali beraktivitas bersama mereka di kebun. Tak jarang saya juga mengajar di SD Negeri yang berada di desa tersebut.
Setelah pemetaan selesai dilakukan, maka selanjutnya saya melakukan pendampingan warga dalam mengadakan forum untuk membahas mengenai PLTS. Forum diskusi ini dilakukan beberapa kali dengan tujuan yang berbeda-beda. Diantaranya diskusi membahas aturan pemakaian PLTS di desa, saat itu warga menyepakati bahwa PLTS akan menyala selama dua belas jam dari pukul 18.00-06.00 WITA. Selain aturan pemakaian, warga juga menyepakati iuran yang akan diberlakukan setiap bulannya adalah tiga puluh ribu rupiah.
Iuran tersebut digunakan untuk membayar jasa empat operator lokal dan dana simpanan untuk kebutuhan operasional PLTS jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Selain itu, diskusi juga membahas mengenai penentuan operator lokal yang akan mengoperasikan dan memantau PLTS. Diputuskan empat orang warga lokal yang akan menjadi operator, diantaranya adalah mereka yang berpengaruh di desa. Para operator inilah yang akan mendapatkan pelatihan teknis mengenai PLTS terpusat.
Tepat pada tanggal 4 Oktober 2016 untuk pertama kalinya instalasi PLTS tersebut diuji coba. Kontraktor bersama operator lokal sepakat akan mengujinya pada malam hari dengan menyalakan lampu jalan. Kabar pengujian ini cepat tersebar di desa sehingga pada malam pengujian banyak warga yang ingin menyaksikan secara langsung. Ketika instalasi dinyalakan, tak lama sederet lampu jalan menyala dan menyinari jalan di desa.
Saya bersama salah seorang operator lokal mengecek satu persatu lampu jalan hingga kami sampai di lokasi paling ujung yang terletak di dataran paling rendah desa. Saat kami melihat ke belakang, betapa indahnya pemandangan lampu jalan yang terlihat menyala bagaikan bintang di atas bukit. Rasa haru saya seketika timbul, desa ini tidak pernah mendapatkan jaringan listrik sebelumnya. Bukan satu atau dua tahun, namun puluhan tahun desa ini hidup dalam gelap dan akhirnya saya bisa menyaksikan jaringan listrik masuk dan menerangi desa. Warga desa kini dapat merasakan dan memanfaatkan listrik dari PLTS di rumah-rumah mereka dan untuk kegiatan produktif.
Dua bulan setelah PLTS beroperasi, masa tugas saya telah selesai tepatnya pada Desember 2016 dan kami harus kembali ke Jakarta untuk melakukan pelaporan akhir. Saya merasa program ini sangat bermanfaat, bukan hanya untuk warga desa tetapi lebih kepada diri kami pribadi sebagai Patriot Energi. Program ini memberikan kami kesempatan untuk mampu melihat dan merasakan langsung bagaimana realita bangsa dan perubahan itu terjadi. Keterbatasan fasilitas yang terjadi di daerah sangatlah timpang dengan yang ada di Jakarta atau kota-kota besar lainnya. Hal ini membuat kami terpacu agar bisa tetap berjuang dan membangun negeri dimulai dari desa, wilayah terkecil negeri ini. Meskipun program Patriot Energi dari KESDM kini sudah berakhir kami berharap tetap akan lahir patriot-patriot yang berasal langsung dari desa dan membangun desanya sendiri.