Energi mungkin menjadi salah satu kata yang sering kita dengar dari materi pembelajaran semasa sekolah hingga saat ini di tengah masyarakat. Namun, apakah kalian memahami makna dari energi? Energi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang artinya adalah kerja, sehingga energi merupakan sebuah kemampuan untuk melakukan kerja atau usaha. Energi dapat berasal dari matahari, minyak bumi air dan listrik.
Tahukah sahabat koaksi, kita juga mengenal istilah energi alternatif. Energi alternatif merupakan energi yang tidak berasal dari energi fosil yang merupakan energi yang berasal dari fosil hewan yang telah tertimbun selama jutaan tahun lalu yang kemudian diubah menjadi minyak bumi. Dalam penggunaannya minyak bumi kurang ramah lingkungan karena menghasilkan polusi, berbeda dengan energi alternatif atau yang disebut juga sebagai energi terbarukan.
Sesuai dengan namanya, energi terbarukan didapatkan dari sumber-sumber yang dapat diperbaharui dan tidak habis apabila secara terus-menerus digunakan misalnya cahaya matahari, air, panas bumi, angin dan gelombang laut. Penggunaan energi terbarukan memang belum secara keseluruhan dinikmati oleh masyarakat Indonesia alias masih sangat jarang. Oleh karena itu pada kesempatan ini koaksi akan mengajak sobat koaksi untuk lebih dekat dengan beberapa tokoh inspiratif di Indonesia yang berhasil mengembangkan energi terbarukan.
Yang pertama adalah Electrees, electrees merupakan gabungan kata dalam bahasa inggris yaitu electric dan trees yang apabila digabungkan bermakna pohon elektrik. Electrees merupakan sebuah alat yang lahir atas inisasi dari tim yang terdiri dari lima Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Hasan dan kawan-kawan terinspirasi dari bencana asap yang melanda Provinsi Riau dan sekitarnya beberapa tahun lalu sehingga alat ini dimanfaatkan untuk menyaring udara yang kotor.
Prinsip kerja alat ini adalah sistem fotosintesis dan respirasi, untuk sistem fotosintesis, alat ini menggunakan panel surya yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik, yang kemudian digunakan sebagai tenaga, sedangkan sistem respirasi menggunakan silica gel yang berfungsi menyerap dan mengendapkan karbon dioksida maupun karbon monoksida. Satu electrees mampu menyerap lebih dari 300 liter gas karbon di udara. Selain menyerap polusi udara, electrees juga dapat digunakan sebagai alat penerang di malam hari yang dihasilkan dari panel surya. Semoga suatu hari electrees dapat dipergunakan secara luas, ya agar tidak ada lagi polusi atau bahkan asap yang mengganggu aktivitas kita sehari-hari. Good job teman-temab Unbraw!
Masih dari bumi Brawijaya, teman-teman dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya menemukan inovasi dalam penggunaan energi alternative yaitu dari padi, E-Paddy namanya. E-Paddy merupakan sebuah inovasi yang mengembangkan teknologi Plant Microbial Fuel Cell (PMFC). Berawal dari pengamatan salah satu anggota tim yang menanam padi yang rutin diberikan pasokan air dan pupuk dengan jumlah berbeda yang kemudian dipasang katoda dan anoda di sekitar tanaman padi. Dheniz, Lisa, Yogan, Tiara dan Hamdan menghubungkan katoda dan anoda dengan sebuah kabel yang mengalirkan eletron.
Elektron tersebut yang kemudian menghasilkan listrik, semakin banyak proses fotosintesis, semakin banyak listrik yang akan dihasilkan. Jadi apabila semakin banyak tanaman disiran dan diberi pupuk kompos untuk menghasilkan electron yang banyak maka semakin tingi pula tegangan listrik yang dihasilkan Apabila dari tanaman padi kita bisa menyalakan listrik, kita dapat merasakan manfaat ganda ya, sobat untuk memenuhi kebutuhan pangan dan juga untuk memenuhi kebutuhan energi listrik sehari-hari. Menariknya, listrik yang berasal dari padi juga tidak menghasilkan polusi. Keren!
Kisah inspiratif lainnya datang dari teman-teman mahasiswa Universitas Hasanuddin Makasssar, Sulawesi Selatan. Andy Hilmy dan teman teman menginisiasi sebuah usaha yang dinamakan Genoil. Genoil merupakan sebuah inovasi energi terbarukan yang menjadikan minyak goreng bekas dari hotel dan restoran menjadi bahan baku biosolar. Pemenang Idea Fest 2016 ini dilatarbelakangi oleh keresahan Andy Hilmy dan kawan-kawan atas terjadinya kelangkaan minyak di daerah mereka.
Berawal dari riset sederhana yang dilakukan dengan memahami alur minyak bekas di pasar tradisional, Andy dan teman-teman memutuskan untuk memulai usaha genoil. Biosolar dari hasil limbah ini mampu menghemat 20 persen dari penggunaan solar yang berasal dari fosil. Bahan bakar yang dihasilkan oleh genoil ini dipasarkan di kalangan nelayan dengan harga lima ribu rupiah untuk satu liter yang biasa dipasarkan di kalangan nelayan. Selain menjadikan limbah sebagai sumber energi, genoil telah berhasil menggerakan ekonomi masyarakat sekitar dengan menciptakan lapangan kerja baru. Wah, Andy dan teman teman mampu mengubah limbah menjadi ladang usaha yang tidak hanya mendatangkan profit namun juga bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan limbah minyak goreng yang lazimnya dibuang.
Kembali ke Pulau Jawa, kisah keempat datang dari seorang laki-laki lulusan SD di Banjarnegara, Jawa Tengah. Teguh Hariyanto, ialah inisator dari biogas yang memanfaatkan kotoran hewan ternak sebagai bahan baku utamanya untuk kemudian dijadikan gas layaknya LPG. Kotoran hewan ternak yang berasal dari sapi maupun kambing ditampung dalam wadah yang besar untuk kemudian dimanfaatkan gasnya, kemudian gas tersebut dialirkan ke drum penampungan lalu dimurnikan dengan air dan disaring dengan kapur tulis dan jadilah gas. Selain itu kotoran sisa olahan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.
Dinilai lebih hemat dari gas biasa, inovasi yang diinisasi oleh Teguh sudah dapat dimanfaatkan oleh warga desa. Menurut sebuah jurnal yang disusun oleh Prihutama (2017) pengolahan kotoran ternak dengan teknik pemanfaatan energi metana dalam bentuk biogas dapat menurunkan 70 persen emisi metana ke atmosfer. Selain ramah lingkungan, biogas ini juga ramah dengan budget masyarakat desa.
Terakhir masih dari pemanfaatan biogas dari kotoran hewan di Bogor, Jawa Barat. Sri Wahyuni merupakan inisiator dari biogas yang dipakai oleh ratusan kabupaten di Indonesia. Dijuluki “Selebriti Tahi Sapi”, Sri yang sebelumnya bekerja sebagai dosen pegawai negeri sipil memanfaatkan urin dan kotoran hewan ternak dalam temuan biogasnya. Penggunaan limbah sebagai bahan utama pembuatan biogas dilatarbelakangi oleh limbah yang merupakan bahan baku yang mudah didapat di pemukiman desa.
Untuk menjadikan kotoran sebagai bahan baku biogas, kotoran didorong ke dalam penampungan yang berisi bakteri untuk mengubah kotoran menjadi biogas yang kemudian dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan rumah tangga seperti memasak hingga penerangan, bahkan biogas yang dihasilkan di peternakan milik Sri juga digunakan sebagai bahan bakar yang mengoperasikan genset, traktor hingga motor listrik. Sejak 2007 menemukan inovasi biogas, kini Sri telah menemukan sumber biogas lain selain dari kotoran ternak misalnya dengan sampah organik hingga kotoran manusia.
Melihat kisah dari teman-teman yang mulai memanfaatkan energi dari energi yang bersih tentunya ini sangat menginsipirasi kita semua tentang hal yang sangat berpotensi bermanfaat bagi masyarakat sekitar dapat terwujud dari ide-ide dan bahan baku yang sederhana dan mudah didapat. Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan tidak hanya efisien dari segi energi namun juga memiliki dampak sosial dan ekonomi yang cukup positif, misalnya membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat dan penanaman ide atau budaya mengolah limbah di sekitar kita. Sobat koaksi, yuk kita mulai untuk menggunakan energi terbarukan untuk alam yang lebih lestari di masa depan!