Indonesia memiliki target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) pada bauran energi primer di tahun 2025 sebesar 23%. Sementara itu, hingga tahun ini target itu baru mencapai 12,3% dan tahun 2024 diadakan pemilu yang bisa menguras perhatian.
Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi disebutkan bahwa tujuan pengelolaan energi adalah tercapainya kemandirian pengelolaan energi, terjaminnya ketersediaan energi, dan termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor. Untuk memenuhi penyediaan dan pemanfaatan energi sebagaimana diatur dalam undang-undang itu, pemerintah menetapkan sasaran kebijakan energi nasional yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Salah satu sasaran dari kedua kebijakan itu adalah penetapan target bauran energi primer energi baru dan terbarukan (EBT) paling sedikit 23% pada 2025.
Baca juga: Perkembangan Kebijakan Energi dan Kedudukan Energi Terbarukan di Indonesia Saat Ini
Hasil pemodelan energi primer dalam RUEN menunjukkan bahwa untuk mencapai target EBT sebesar 23% pada tahun 2025, kapasitas pembangkit listrik EBT harus sekitar 45,2 Gigawatt (GW) pada tahun 2025 (Gambar 1).
Sementara itu, dalam dokumen Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 30 Januari 2023 menyebutkan bahwa pada tahun 2022 kapasitas pembangkit listrik EBT berhasil mencapai 12,5 GW atau setara dengan 14,11% dari total kapasitas pembangkit listrik. Persentase ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 0,46%.
Berdasarkan pemodelan (45,2 GW) dan capaian (12,5 GW) berarti masih tersisa 32,7 GW yang harus dipenuhi untuk mencapai target EBT sebesar 23% pada 2025.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Gambar 1 bahwa porsi EBT sebanyak 23% pada tahun 2025 terdiri dari listrik dan bahan bakar. Angka 23% tersebut setara dengan 92,2 Million Tonne of Oil Equivalent (MTOE) dengan sektor listrik berkontribusi 69,2 MTOE dan sektor bahan bakar berkontribusi 23,0 MTOE.
Baca juga: Siasat Energi Terbarukan di Desa Air Tenam Sebagai Alat Pemanfaatan Potensi Desa
Sebagaimana telah dijelaskan pada Gambar 1 bahwa porsi EBT sebanyak 23% pada tahun 2025, setara dengan 92,2 Million Tonne of Oil Equivalent (MTOE). Berdasarkan Handbook of Energy & Economic of Indonesia diketahui bahwa energi primer pada tahun 2022, di sektor EBT hanya mencapai 40,4 MTOE. Jika dibandingkan dengan target pada tahun 2025 maka capaian di tahun 2022 hanya mencapai 10%.
Upaya Perwujudan Target Bauran EBT pada Tahun 2025
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021–2030 merupakan salah satu upaya yang terus dilakukan untuk mencapai target itu. Dalam dokumen itu diatur berbagai sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik di seluruh wilayah Indonesia. Dokumen tersebut biasa dikenal sebagai Green RUPTL yang akan mengakselerasi porsi pembangkit baru dari EBT hingga lebih dari 50% untuk mencapai target 2025.
1. Air
RUPTL 2021—2030 merekomendasikan daftar kandidat proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang perlu kajian lebih lanjut dan menjelaskan rencana kerja sama pengembangan pembangkit listrik dengan memanfaatkan bendungan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dengan demikian, melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) maka Kementerian PUPR membangun bendungannya dan PLN membangun pembangkit listriknya.
2. Bioenergi
PLN merencanakan pengembangan pembangkit listrik bioenergi di lima lokasi di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara menggantikan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) skala kecil (<10MW).
3. Panas Bumi
Seperti pembangkit listrik tenaga air, RUPTL 2021—2030 juga menyebutkan daftar potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang perlu kajian lebih lanjut. PLN juga memberikan kesempatan kepada badan usaha untuk bermitra dalam mengembangkan area prospek panas bumi. Kemudian, salah satu upaya menjalin kolaborasi dengan seluruh elemen di sektor panas bumi, PLN tetap melanjutkan pengembangan 11 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang ditugaskan dan meningkatkan utilisasi PLTP dengan mengembangkan PLTP skala kecil.
4. Surya
Adanya program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 1.000 pulau/lokasi di lokasi/pulau yang memiliki kendala ekspansi/akses jaringan dan kesulitan transportasi. RUPTL 2021—2030 menyebutkan adanya peluang kerja sama dengan badan usaha lain untuk memanfaatkan koridor rel kereta api/LRT/MRT maupun jalan tol sebagai instalasi PLTS. PLN juga berencana mengembangkan PLTS di lokasi lahan eks tambang dan waduk PLTA.
5. Bayu
Beberapa pengembang telah mengusulkan pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di beberapa lokasi seperti Aceh Besar, Padang Sidempuan, Sukabumi, Garut, Banten, Sidrap, Tanah Laut, Kupang, Soe-Oelbubuk, Ambon, Nusa Saumlaki, Kei kecil, Tuban, dan Jeneponto. Beberapa potensi ini telah dan akan dikembangkan seperti di Sidrap, Jeneponto dan Tanah Laut, sedangkan lokasi lainnya masih membutuhkan kajian lebih lanjut.
Perkembangan pembangkit listrik EBT di Indonesia memang telah menunjukkan kemajuan yang positif. Namun, masih diperlukan pengembangan infrastruktur dan teknologi yang lebih baik serta dukungan kebijakan yang konsisten untuk meningkatkan EBT di sektor energi. Misalnya, penyediaan produsen solar panel dalam negeri yang telah mencapai nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 40–47% serta adanya insentif untuk para individu yang bersedia memasang PLTS di atap rumah.
Meskipun tantangan masih ada seperti target TKDN panel surya yang pada tahun 2023 seharusnya sudah mencapai 85% namun belum tercapai, upaya untuk mempercepat transisi energi harus terus dilakukan.
Upaya terbaru yang dilakukan pemerintah untuk mencapai target tahun 2025 adalah menjalin kerja sama dengan negara-negara anggota International Partners Group (IPG) melalui mekanisme Just Energy Transition Partnership (JETP). Upaya ini dilakukan karena Indonesia menyadari bahwa transisi energi melibatkan proses yang kompleks dan membutuhkan banyak mitra, keahlian, dan perlengkapan.
Dokumen “Joint Statement by the Government of the Republic of Indonesia and International Partners Group members on the Indonesia Just Energy Transition Plan” mengatur beberapa target yang telah disepakati antara lain (i) puncak emisi sektor kelistrikan tercapai pada tahun 2030 dan tidak lebih dari 290 MtCO2 serta net zero emissions di sektor kelistrikan tercapai pada tahun 2050, (ii) energi terbarukan mencapai setidaknya 34% dari seluruh pembangkit listrik pada tahun 2030, dan (iii) mempercepat pensiun dini pembangkit listrik batu bara.
Melalui kolaborasi dengan para ahli, investasi dan pembiayaan, pelatihan dan penguatan kapasitas, serta dukungan kebijakan, JETP dapat memainkan peran penting dalam mendukung pencapaian target EBT sebanyak 23% pada tahun 2025.
Ilustrasi: Freepik
Baca juga: Bagaimana Cara Kamu Berpartisipasi dalam Mendukung Energi Terbarukan