Penulis: Ridwan Arif & Gabriela Kalalo, Coaction Indonesia
Pemerintah Indonesia akan melaksanakan penerapan mandatori campuran biodiesel sebanyak 30% (B30) dalam bahan bakar minyak jenis Solar pada awal tahun depan. Rencana ini digadang-gadang mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak. Sebenarnya, apa itu mandatori B30?
Setelah sukses pemerintah Indonesia menerapkan Program B20 yang mulai diberlakukan sejak Januari 20161, saat ini Indonesia bersiap menuju penerapan mandatori B30. Secara teknis, B30 adalah komposisi campuran biosolar yang digunakan oleh konsumen di Indonesia. Komposisi tersebut menggunakan campuran 30% biodiesel dengan 70% minyak solar yang menghasilkan produk Biosolar B30. Biodiesel yang digunakan adalah produk dari proses transesterifikasi2 minyak mentah sawit menjadi fatty acid methyl ester (FAME) atau biasa disebut dengan B100. Produk campuran ini tetap memiliki sifat yang serupa dengan minyak solar murni sehingga dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, baik mesin diesel untuk kendaraan ataupun mesin diesel untuk pembangkit listrik.
Bagaimana penggunaan Biodiesel ini dapat diterapkan di Indonesia?
Berawal dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain (Permen ESDM 32/2008). Dalam Permen ini, Pemerintah mendorong pentahapan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar lain untuk mencapai ketahan energi nasional. Bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan bakar lain yang dimaksud dalam Permen ESDM 32/2008 terdiri dari biodiesel (B100), bioentanol (E100), dan minyak nabati murni (O100). Ditargetkan pada tahun 2025, Indonesia mampu mencapai target penggunaan Biodiesel sebesar 20% untuk B100, 15% untuk E100, dan 10% untuk O100 dari total energi yang dibutuhkan.
Tampak juga dalam Permen ESDM 32/2008, target penggunaan biodiesel (B100) hingga tahun 2025 sebesar 20%. Namun, Permen ini telah direvisi sebanyak tiga kali, hingga mencapai revisi terakhir pada tahun 2015, dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain (Permen ESDM 12/2015). Pada Permen ini, hal yang direvisi adalah peningkatan target kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel (B100) sebagai campuran bahan bakar minyak, dari yang sebelumnya ditargetkan mampu mencapai angka 20% pada tahun 2025, kini ditargetkan menjadi 30% di tahun 2025 Target 30% tersebut yang dikenal sekarang dengan program B30.
Bauran tersebut dilakukan bertahap yang dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
KEBIJAKAN | 2008 | 2010 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 | 2020 | 2025 |
Permen ESDM 32/2008 | 1% | 2,5% | 2,5% | 2,5% | 5% | 5% | 10% | 20% |
Permen ESDM 25/2013 | – | – | 10% | 10% | 10% | 20% | 20% | 25% |
Permen ESDM 20/2014 | – | – | – | 10% | 10% | 20% | 30% | 30% |
Permen ESDM 12/2015 | – | – | – | – | 15% | 20% | 30% | 30% |
Pemerintah akan mulai memberlakukan program B30 pada awal tahun 2020. Untuk mendukung program ini, pemerintah akan mengalokasikan biodiesel sebanyak 9,5 juta kiloliter3. Total volume ini meningkat dari alokasi pada tahun 2019 sebanyak 6,2 juta kiloliter. Sedangkan menurut laporan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), produksi biodiesel hingga bulan Agustus 2019 telah mencapai 6,8 juta kiloliter. Angka tersebut sudah melebihi target alokasi pemerintah di tahun 2019.
Selain program B30 dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak, program ini dijalankan sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam Paris Agreement untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% di tahun 2020 dan sampai dengan 41% apabila terdapat dukungan internasional4. Terapan ini selaras dengan hasil studi Traction Energy Asia tentang life cycle analysis (LCA) biodiesel dari kelapa sawit terbukti implementasi dari program B30 dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 9,27 tCO2eq/tahun ditahun 2025.5
Semoga, penerapan B30 ini mampu menjadi program yang berkelanjutan dan terjaga rantai pasoknya dari hulu hingga ke hilir. Kolaborasi berbagai sektor dari pemangku kepentingan, petani kelapa sawit, pabrik, hingga penggunanyaadalah kunci dari keberlanjutan. Itu semua harus selaras baik dari segi ekonomi ataupun lingkungan agar Indonesia mampu mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% di tahun 2025 dan menurunkan emisi gas rumah kaca yang membahayakan bumi. Diharapkan pula, segala kebijakan tak hanya mencapai target bauran semata, tetapi juga mampu menjaga agar alam terus lestari.
_____
Sumber:
[1] Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) nomor 12 tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
2 Proses transesterifikasi adalah proses pemindahan alkohol dari ester, namun yang digunakan sebagai katalis (suatu zat yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi) adalah alkohol atau methanol.
3 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Keputasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 199 K/20/MEM/2019 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Serta Alokasi Besaran Volume Untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Solar Periode Januari-Desember 2020.
4 Presiden Republik Indonesia, Nationally Determined Contribution Pertama Republik Indonesia, 2016.
5 Traction Energi Asia, Emisi Gas Rumah Kaca dari Produksi Biodiesel di Indonesia Berdasarkan Analisa Daur Hidup (Life Cycle Analysis), Jakarta: Traction Energy Asia, 2019.