Sebagai generasi penerus, pemuda sudah seharusnya menyerukan aksi iklim untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim yang kian hari kian nyata dirasakan.
KOAKSI INDONESIA—Kenaikan permukaan air laut, perubahan rata-rata suhu, peningkatan frekuensi bencana alam menjadi pertanda perubahan iklim makin nyata. Menurut penelitian, hampir semua anak dan pemuda di seluruh dunia terpapar pada satu atau lebih risiko kesehatan yang berkaitan dengan iklim dan lingkungan.
Hal ini menjadikan mereka lebih rentan terhadap perubahan iklim karena kondisi fisiologis yang belum matang, ketergantungan terhadap orang dewasa, dan kemungkinan paparan berulang yang tinggi.
Orang muda tidak hanya menjadi korban perubahan iklim, tetapi juga bisa menjadi pelopor aksi iklim. Dengan memiliki hak untuk tahu dan terlibat dalam agenda iklim, mereka mampu memimpin perubahan menuju solusi berkelanjutan dan masa depan yang lebih adil.
Youth Climate Conference yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) menjadi wadah untuk menyatukan suara orang muda di Indonesia dalam isu krisis iklim dan memastikan bahwa suara-suara ini didengar oleh para pemimpin masa depan Indonesia.
Baca Juga: Apa Itu Aksi Iklim dan Peran Tiap Sektor
“Kegiatan ini diharapkan menjadi platform untuk mendorong pemuda menuangkan ide dan gagasan secara kreatif terkait transisi energi dan mitigasi iklim di Indonesia dengan melibatkan anak muda secara aktif dan bermakna sehingga dapat memastikan visi Indonesia Emas 2045 mencerminkan aspirasi dan harapan mereka dan pemuda memiliki peran penting dalam mewujudkannya,” jelas Ervan Maksum, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Pembangunan Nasional/Bappenas saat membuka konferensi ini pada Sabtu akhir Juli 2024 di Auditorium Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta.
Dengan semangat yang disampaikan dalam sambutan tersebut, 50 perwakilan generasi muda Indonesia dari berbagai komunitas dan organisasi kepemudaan telah bersatu untuk menyuarakan aspirasi mereka.
“Kami, generasi muda, siap dilibatkan dalam rencana pembangunan dan realisasi kinerja pemerintah. Keterlibatan kami dalam proses tersebut akan menjadi kesempatan pembelajaran yang berharga. Dengan peran aktif kami, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas mobilisasi, inisiatif dan mendorong inovasi. Melalui peran aktif, kami dapat menciptakan keadilan antargenerasi dalam aksi iklim, termasuk di aspek transisi energi di sektor ketenagalistrikan,” ujar perwakilan generasi muda yang hadir.
Deklarasi ini menjadi bukti komitmen generasi muda untuk bersiap menuju Indonesia Emas 2045 yang berkelanjutan dengan mendukung aksi iklim melalui energi bersih.
Penyadartahuan terkait krisis iklim serta aksi iklim yang dapat dilakukan oleh generasi muda turut dibicarakan dalam konferensi ini dalam sesi Youth Climatalk. Maya Lynn, Koordinator Nasional Generasi Bersih, menjadi salah satu pembicara yang menceritakan peran generasi muda melalui komunitas dalam mengatasi perubahan iklim. Maya juga mengajak orang muda yang hadir dalam konferensi ini melakukan aksi iklim sederhana.
“Saya mau ajak teman-teman untuk membiasakan hemat energi. Saya juga mau mengajak teman-teman yang ada di sini untuk bijak dalam mobilisasi dan memilih sumber energi. Kami Gen-B, selalu mengusahakan di setiap kegiatan yang dilakukan menggunakan transportasi umum,” ujar Maya.
Baca Juga: Anak Muda Gemakan Isu Iklim untuk Calon Pemimpin
Selain komunitas lingkungan, pegiat isu lingkungan dan masyarakat adat, Kynan Tegar, hadir untuk menyuarakan kerusakan lingkungan akibat aktivitas deforestasi, sehingga masyarakat adat di Kalimantan Barat merasakan perubahan iklim.
“Saya berasal dari Sungai Utik, Kalimantan Barat. Kami sebagai masyarakat adat yang tinggal di sana merasakan langsung dampak dari aktivitas perusakan hutan karena kehidupan kami bergantung pada hutan. Akibat kerusakan itu, rumah saya mengalami banjir. Kenaikan air muka laut mengharuskan masyarakat meninggikan bangunan rumah mereka,” tutur Kynan.
Sebagai perwakilan anak muda masyarakat adat, Kynan senantiasa menyuarakan aksi iklim di berbagai forum. Sebagai anak muda, Kynan menyadari bahwa orang mudahlah yang akan merasakan dampak perubahan iklim yang saat ini sudah nyata terjadi.
Selain memengaruhi kehidupan bersosial, dampak perubahan iklim dapat mengganggu sektor-sektor inti dari perekonomian Indonesia, menimbulkan angka pengangguran baru jika peluang pekerjaan gagal mengimbangi populasi yang terus bertumbuh.
Green jobs digadang-gadang menjadi peluang pekerjaan baru bagi generasi muda sekaligus melestarikan lingkungan, sehingga mampu menekan laju perubahan iklim. Bappenas mengemukakan bahwa akan ada 4,4 juta lapangan pekerjaan ramah lingkungan atau green jobs pada 2030.
Berkesempatan menjadi salah satu narasumber gelar wicara yang menjelaskan green jobs kepada orang muda yang hadir dalam konferensi siang itu, Dwi Tamara, Staf Advokasi dan Kebijakan Koaksi Indonesia, menjelaskan definisi green jobs yang dikampanyekan oleh Koaksi Indonesia sejak tahun 2020.
“Koaksi Indonesia melihat bahwa pembahasan energi terbarukan terlihat cukup rumit dengan istilahnya dan terkesan elitis. Hingga Koaksi Indonesia menemukan bahwa pekerjaan dapat menjadi pintu masuk untuk pembahasan energi terbarukan dan green jobs bagi anak muda. Kemudian setelah pandemi, green jobs menjadi katalisator pemulihan ekonomi,” ujar Dwi Tamara atau akrab disapa Tamara.
Meski demikian, green jobs mendapat persepsi yang eksklusif bagi sebagian orang. Pendapat ini muncul sebab pekerjaan yang ramah lingkungan hanya bisa dijalani oleh seseorang yang menempuh pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
“Memang tren green jobs cenderung ke arah STEM, tetapi green jobs punya potensi di luar itu. Laporan dari LinkedIn menyatakan bahwa ada beberapa sektor di Indonesia yang mengalami pertumbuhan green jobs yang tinggi, seperti media dan komunikasi yang melebihi pertumbuhan global. Jadi tidak menutup kemungkinan untuk jurusan lain bisa bekerja di green jobs,” jelas Tamara menepis anggapan eksklusivitas green jobs.
Dia menambahkan bahwa semua jurusan dapat terjun ke green jobs. Saat ini, banyak perusahaan dengan konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) membuka lowongan pekerjaan ramah lingkungan. Namun, kita perlu menyiapkan kemampuan yang mendukung pekerjaan tersebut melalui green skill.
Baca Juga: Hari Keterampilan Pemuda Sedunia: Mempersiapkan Pemuda Berkarier di Green Jobs dengan Green Skills
Selain Koaksi Indonesia, hadir perwakilan New Energy Nexus yang menceritakan pengalaman mereka menciptakan green jobs baru dengan membantu orang muda yang ingin membangun startup menggunakan teknologi bersih dan tantangan dalam mengadvokasi energi terbarukan kepada masyarakat.
Kegiatan ini diakhiri dengan pemutaran film pendek dan diskusi mengenai dampak perubahan iklim di masyarakat. Salah satu film pendek yang diproduseri Koaksi Indonesia, yaitu “Climate Witness” turut ditayangkan kepada para peserta.
Dalam salah satu film “Climate Witness” berjudul “Jejak Karbon Sampah Plastik”, diceritakan aksi pegiat isu lingkungan muda di Nusa Tenggara Timur (NTT), Klemens Heka Hayon atau akrab disapa Kempi, dalam mengurangi sampah plastik di pesisir pantai melalui bank sampah dan pemberdayaan komunitas.
Selain inisiatif yang dilakukan Kempi untuk mengurangi jejak karbon sampah plastik, Eulis Utami, Program Manager Koalisi KOPI, menceritakan inisiatif lain yang dilakukan oleh pemuda di NTT untuk melestarikan lingkungan sebagai upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
“Sumber air dan pepohonan itu menjadi tempat sembahyang bagi masyarakat Sumba. Jadi bisa dibayangkan dampak perubahan iklim akan memengaruhi budaya, sosial, dan ibadah masyarakat di sana. Di pesisir, mereka menghadapi terumbu karang yang memutih karena pemanasan dan mereka melakukan konservasi. Ada juga keinginan untuk membangun desa melalui ekowisata,” ujar Eulis.
Mengakhiri konferensi pemuda pada hari itu, moderator mengajak seluruh pemuda untuk bersemangat melestarikan lingkungan dan melakukan aksi iklim seperti yang telah dilakukan para pemuda di film pendek yang ditayangkan.