Skip links

Hari Keterampilan Pemuda Sedunia: Mempersiapkan Pemuda Berkarier di Green Jobs dengan Green Skills

Ilustrasi perempuan berkarier di green jobs/Freepik

Hari Keterampilan Pemuda Sedunia menyoroti peran pemuda dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Langkah krusial dalam mewujudkan visi ini adalah mempersiapkan pemuda agar memiliki green skills dan berkarier di green jobs. 

KOAKSI INDONESIA–Sebagai kelompok penduduk yang berpeluang lebih besar untuk tinggal lebih lama, pemuda berperan dalam menentukan masa depan kehidupan bumi. Pada masa mendatang, pemuda akan menjadi penentu nasib keberlanjutan planet ini. Berbicara komposisi penduduk muda di Indonesia, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 pemuda (15–24 tahun) berjumlah 44 juta jiwa atau sekitar 16% dari total penduduk. Angka ini menunjukkan bahwa pemuda memiliki kekuatan besar dalam populasi.

Terlebih lagi, pada tahun 2045, Indonesia akan mengalami bonus demografi, yaitu kondisi jumlah penduduk usia kerja lebih besar dibandingkan penduduk bukan usia kerja. Bonus demografi ini, jika dikelola dengan baik, berpeluang besar untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan. Pekerjaan hijau (green jobs) dapat menjadi kunci tercapainya visi ini.

Pemuda saat ini akan menjadi ujung tombak pembangunan pada masa mendatang. Sebagian dari mereka akan menjadi pemimpin masa depan sehingga perkembangan green jobs akan bergantung pada mereka. Jika pemuda saat ini tidak dipersiapkan dengan baik—misalnya, mereka belum memahami green jobs atau tidak memiliki keterampilan hijau (green skills)—maka potensi perkembangan green jobs tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal. Peluang bonus demografi untuk mengembangkan green jobs secara masif juga akan menjadi mimpi belaka.

Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 telah menetapkan visi Indonesia Emas 2045, yaitu Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Rencana pembangunan jangka panjang ini juga menekankan upaya transformatif super prioritas (game changer) untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, khususnya melalui transformasi ekonomi. Sebagai komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, transformasi ekonomi dilakukan dengan menerapkan ekonomi hijau. Studi Bappenas (2022) menunjukkan bahwa penerapan ekonomi hijau akan menciptakan 1,8 juta tambahan green jobs pada tahun 2030. 

Dalam aspek sumber daya manusia (SDM), pemuda dapat menjadi modal besar untuk mendukung ekonomi hijau. Pemuda biasanya memiliki sifat cakap teknologi, inovatif, dan adaptif. Dengan demikian, mereka dapat menjadi inisiator dan penggerak ekonomi hijau, misalnya melalui pengembangan teknologi energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan pengurangan jejak karbon. Peluang ini perlu didukung dengan green skills agar potensi mereka untuk mempercepat tercapainya ekonomi hijau dapat dioptimalkan dengan baik. Jika memiliki green skills, mereka akan lebih mudah berkarier di green jobs. Melalui green jobs, mereka tidak hanya berkontribusi pada pelestarian dan pemulihan lingkungan, namun juga berperan aktif mempercepat terwujudnya pembangunan berbasis ekonomi hijau.

Berita Baik Green Jobs 

Indonesia mengalami kemajuan dalam mengembangkan green jobs di berbagai sektor. Laporan Linkedin (2023) menunjukkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja hijau di Indonesia. Pada tahun 2021–2022, green jobs yang mengalami pertumbuhan pesat adalah agronomist, energy analyst, dan sustainability manager dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 37,3%, 24,6%, dan 19%.

Peningkatan permintaan green jobs juga terjadi di berbagai sektor. Bahkan, merujuk laporan Linkedin (2022), beberapa sektor di Indonesia mengalami pertumbuhan green jobs yang melebihi rata-rata global. Sektor tersebut antara lain consumer goods, energy & mining, hardware/networking, manufacturing, media & comms, nonprofit, dan public safety. 

Menjawab Berita Baik Green Jobs dengan Pengembangan Green Skills 

Peningkatan kebutuhan tenaga kerja hijau di Indonesia harus diimbangi dengan memperlengkapi pemuda dengan green skills yang dibutuhkan. Berdasarkan jenis keterampilannya, studi World Bank (2023) menunjukkan bahwa green skills yang paling banyak dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja di Indonesia adalah terkait energi bersih (9%), konservasi sumber daya alam (8%), pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan polusi (6%), serta recycling dan reuse sampah (4%).

Dalam menunjang keterampilan para tenaga kerja, pemerintah menyediakan pelatihan green skills. Misalnya, pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyelenggarakan pelatihan instalasi dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Pelatihan ini mencerminkan upaya pemerintah memenuhi kebutuhan pasar kerja terkait green skills seperti energi bersih. Contoh lainnya, pemerintah melalui Program Prakerja menyediakan pelatihan green skills, seperti teknik pemilahan dan pengolahan sampah serta pembuatan pestisida dan pupuk organik ramah lingkungan. Pelatihan ini berpotensi menjawab kebutuhan green skills terkait recycling dan reuse sampah serta pengurangan emisi GRK dan polusi. 

Dari aspek finansial, artikel Kompas (2024) mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,8 triliun bagi 1,14 juta peserta Program Prakerja selama periode 2024. Alokasi anggaran tersebut mencakup pelaksanaan pelatihan green skills.

Tantangan Mempersiapkan SDM untuk Green Jobs

Meskipun Indonesia telah mengalami perkembangan dalam mempersiapkan SDM untuk berkarier di green jobs, terdapat sejumlah tantangan yang perlu diatasi agar green jobs dapat menjadi katalisator dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. 

Tantangan pertama, Peta Okupasi yang tersedia saat ini belum mencakup green jobs di semua sektor. Untuk menganalisis kebutuhan kompetensi di bidang green jobs, pemerintah menyusun Peta Okupasi. Merujuk data Bappenas (2024), saat ini pemerintah telah menghasilkan dua Peta Okupasi yang secara khusus memetakan kompetensi green jobs. Akan tetapi, kedua Peta Okupasi ini hanya memetakan kompetensi green jobs di sektor energi terbarukan, pertanian, manufaktur, konstruksi, dan pariwisata. Padahal, terdapat sektor lain seperti limbah/sampah, pesisir, dan kelautan yang juga berpotensi menciptakan green jobs. 

Tantangan kedua, jumlah standar kompetensi green jobs masih sedikit. Hingga Agustus 2022, terdapat 191 green jobs yang teridentifikasi, namun hanya 70 okupasi atau sekitar 37% yang memiliki standar kompetensi. Tantangan ini disebabkan kebutuhan green jobs meningkat lebih cepat daripada proses penyusunan standar kompetensi. Dengan adanya Peta Okupasi, percepatan pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk seluruh green jobs diharapkan dapat segera dilakukan. 

Baca Juga:  Praktik Cerdas Aksi Perubahan Iklim di NTT

Tantangan ketiga, tenaga kerja hijau yang terbatas. Laporan Linkedin (2023) menganalisis perkembangan permintaan green skills dan tenaga kerja hijau di 48 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa antara tahun 2022 dan 2023 permintaan green skills tumbuh sebesar 22,7%. Akan tetapi, pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki green skills hanya mencapai 12%. 

Tantangan keeempat, pengarusutamaan prinsip kesetaraan gender dalam green jobs belum optimal. Tantangan ini tercermin dari jumlah perempuan yang memiliki green skills masih lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Laporan Linkedin (2022) menunjukkan bahwa pada tahun 2021 rasio perempuan terhadap laki-laki di Indonesia yang memiliki green skills hanya sekitar 0,65–0,70. Artinya, dari setiap 100 laki-laki yang memiliki green skills, hanya ada 65–70 perempuan yang memiliki green skills

Survei Plan Internasional (2022) juga mengungkapkan fenomena serupa. Survei ini dilakukan di 53 negara termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa tantangan utama yang menghambat perempuan muda berkarier di green jobs adalah akses terbatas terhadap green skills. Keterbatasan akses ini cenderung lebih banyak dialami oleh perempuan muda (33%) dibandingkan laki-laki muda (28%).

Padahal, prinsip kesetaraan gender penting diterapkan dalam penciptaan green jobs karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hijau yang lebih besar. 

Misalnya, studi World Bank memperkirakan bahwa jika partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia meningkat sebanyak 25% pada tahun 2025 maka akan menghasilkan tambahan aktivitas ekonomi sekitar Rp890 triliun dan menambah produk domestik bruto (PDB) sebesar 2,9%.

Di samping itu, studi ILO mengungkapkan bahwa jika perempuan memiliki akses untuk berkarier di green jobs maka mereka berpotensi memiliki upah yang layak. Potensi ini akan bermanfaat bagi pembangunan manusia secara umum karena perempuan cenderung menginvestasikan penghasilan mereka kepada nutrisi, kesehatan, dan pendidikan anak.

Dengan demikian, penciptaan green jobs dengan menerapkan prinsip kesetaraan gender tidak hanya memberdayakan perempuan namun juga menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan dan tumbuh secara signifikan. Sebaliknya, jika prinsip kesetaraan gender tidak diterapkan dalam green jobs maka akan menghambat perkembangan ekonomi hijau yang optimal. 

Tantangan kelima, keterbatasan kesempatan magang pemuda di bidang green jobs. Sebagai contoh, laporan Indonesia Research Institute for Decarbonization atau IRID (2024) menunjukkan bahwa di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan universitas yang menyediakan program studi terkait energi terbarukan. Akan tetapi, peserta didik program studi tersebut sulit memperoleh kesempatan magang. Padahal, penyediaan kesempatan magang di bidang green jobs merupakan tahap awal untuk mendukung pemuda memiliki green skills yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Ilustrasi pemuda memiliki kesempatan magang di bidang green jobs/Freepik

Tantangan keenam, tenaga pengajar/guru/instruktur yang kompeten masih terbatas. Misalnya, laporan IRID (2024) mengungkapkan bahwa Provinsi NTT memiliki sekitar enam SMK yang menyediakan program studi energi terbarukan. Akan tetapi, tenaga pengajar saat ini belum memiliki kapasitas memadai. Tantangan ini berpotensi mengakibatkan lulusan yang dihasilkan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja yang terus berkembang.

Tantangan ketujuh, desain instruksional, kurikulum, dan bahan ajar terkait green jobs belum tersedia secara masif. Misalnya, dari 177 SMK negeri di Provinsi Bali, hanya dua sekolah yang memiliki jurusan energi terbarukan. Bahkan, di Provinsi Yogyakarta, meskipun sudah ada 41 SMK negeri, dari jumlah tersebut belum ada yang memiliki jurusan energi terbarukan. 

Jika tantangan ini tidak segera diatasi akan menyulitkan para pelaku industri memperoleh tenaga kerja hijau lokal, sehingga menghambat pengembangan energi terbarukan di daerah tersebut. Akibatnya, para pelaku industri akan merekrut tenaga kerja hijau dari luar daerah tersebut atau bahkan mendatangkan tenaga kerja asing.

Tantangan kedelapan, sarana dan prasarana pembelajaran, pelatihan, sertifikasi terkait green jobs masih minim. Laporan IRID (2024) menunjukkan bahwa perusahaan swasta yang ingin merekrut tenaga kerja hijau seperti di sektor energi terbarukan biasanya mencari kandidat yang memiliki sertifikat. Akan tetapi, untuk memperoleh sertifikat tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal. Bahkan, beberapa lembaga pelatihan dan sertifikat tersebut hanya ada di lokasi tertentu. 

Di Provinsi NTT misalnya, proses sertifikasi pemasangan, instalasi, dan operator pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dianggap mahal oleh para calon tenaga kerja. Selain itu, proses sertifikasi tidak bisa dilaksanakan di Provinsi NTT. Lokasi terdekat untuk memperoleh sertifikat terkait PLTS berada di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Melakukan Kampanye, Riset, dan Advokasi Green Jobs 

Sebagai organisasi nirlaba yang fokus mendorong pembangunan berkelanjutan, Koaksi Indonesia berperan aktif dalam percepatan green jobs melalui kampanye, riset, dan advokasi. Terbaru, Koaksi Indonesia melakukan kampanye mengenai indikator green jobs dan jenis green jobs yang memerlukan green skills melalui media sosial instagram. 

Koaksi Indonesia juga melakukan kampanye melalui platform greenjobs.id. Sebagai pusat informasi green jobs di Indonesia, platform ini bertujuan untuk membantu semua orang berkarier dan berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan serta memajukan ekonomi. 

Melalui riset yang dipublikasikan, Koaksi Indonesia telah mengeluarkan studi mengenai potensi green jobs di sektor energi terbarukan. Studi “Green Jobs dan Potensinya dalam Transisi Energi di Indonesia” memperkirakan bahwa berdasarkan skenario Rencana Umum Energi Terbarukan (RUEN) sekitar 432 ribu tenaga teknik akan tercipta pada tahun 2030 sedangkan skenario Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) memproyeksikan tercipta sekitar 106 ribu tenaga teknik pada tahun yang sama.

Baca Juga:  Hari Zoonosis Sedunia: Pengingat Tahunan untuk Menjaga Lingkungan Demi Kesehatan Masyarakat

Peran mengadvokasi green jobs dilakukan Koaksi Indonesia untuk mendorong terciptanya kerangka kebijakan, regulasi, safeguard, dan tata kelola yang baik untuk mendukung kesiapan SDM dengan green skills. Sebagai contoh, Koaksi Indonesia membantu Bappenas dalam penyusunan “Peta Jalan Pengembangan SDM yang Mendukung Green Jobs”. 

Forum Masyarakat Sipil: Diskusi Peta Jalan Green Jobs pada 5 Juni 2024/Koaksi Indonesia

Dalam menindaklanjuti peta jalan ini, Koaksi Indonesia terlibat dalam penyusunan rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang diselenggarakan oleh Bappenas bersama kementerian/lembaga (K/L). Partisipasi aktif ini bertujuan untuk memastikan strategi pengembangan green jobs yang tercantum di peta jalan terintegrasi dalam rencana pembangunan jangka menengah. 

Tidak hanya di tingkat nasional, Koaksi Indonesia juga membantu Kementerian Luar Negeri sebagai peserta dalam diskusi pentaheliks untuk mengumpulkan aspirasi perkembangan green jobs di Indonesia. Hasil diskusi ini akan menjadi landasan pemerintah Indonesia melakukan negosiasi di forum tingkat regional, seperti ASEAN Green Jobs Forum 2025. 

Bonus demografi 2045 yang dipersiapkan dengan baik akan menghasilkan SDM produktif yang berpotensi mengembangkan green jobs secara masif. Pemerintah telah mengambil langkah maju dalam mempersiapkan SDM. Langkah maju ini harus diikuti oleh kolaborasi berbagai pihak baik swasta, lembaga pendidikan dan pelatihan, media, organisasi masyarakat maupun komunitas. Dengan demikian, pemuda dapat mewujudkan Indonesia berkelanjutan.

Penulis

Beranda
Kabar
Kegiatan
Dukung Kami
Cari