Melanjutkan forum diskusi publik bulanan mengenai lingkungan dan sosial, Ruang Aksi ke-26 mengusung tema “Transisi Pekerjaan Industri Energi Terbarukan Lika-liku Green Jobs di Indonesia” pada Rabu, 20 Desember 2023 di Twin House M Bloc Jakarta. Diskusi publik yang dihadiri sekitar 60 peserta ini masih kental dengan semangat acara puncak Koaksi Indonesia “Green Jobs Summit” yang dilaksanakan satu hari sebelumnya.
Baca juga: Mengenal Supervisor Biogas POME, Green Jobs Penyelamat Ozon Bumi dari Industri Kelapa Sawit
KOAKSI INDONESIA — Acara dibuka oleh sambutan Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia Aria Nagasastra. “Semangat amplifikasi green jobs harus terus dijalankan dan diperluas, mengingat tahun 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi yang dapat dimanfaatkan untuk eskalasi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja hijau yang lebih masif,” tutur Aria.
“Green jobs berupaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, dan memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan hidup. Potensi kolaborasi antarsektor untuk menumbuhkan kerangka berpikir ini perlu kita pupuk bersama,” tambah Aria.
Diskusi bulanan ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Iqbal Ramdhani (Power System Engineer MRT Jakarta), Emy Aditya (Technical Advisor GIZ Indonesia), Julius Christian (Manajer Penelitian IESR), dan Lutfi Dananjaya (Manajer Komunikasi dan Kampanye Koaksi Indonesia) serta dimoderatori oleh Sorta Tobing (News Manager Katadata.id).
Pada awal talkshow diulas peran transisi energi sebagai aspek krusial dalam membuka akses kesempatan bekerja pada industri maupun bidang yang memiliki proporsi berkelanjutan dan inklusif. Dampak yang dihasilkan dari inisiatif-inisiatif para narasumber memantik ruang-ruang dialektika pada forum.
“Green jobs adalah segala pekerjaan atau aktivitas individu yang memiliki kontribusi terhadap lingkungan. Pekerjaan harus layak dan inklusif sebab berdasarkan rujukan dari WHO, 10% masyarakat Indonesia penyandang disabilitas,” ungkap Lutfi ketika menjelaskan peran Koaksi Indonesia terhadap ekosistem green jobs.
Baca juga: Orang Tua dan Masa Depan Green Jobs
Implementasi efisiensi energi melalui mass rapid transportation merupakan bukti nyata transisi energi dapat dijalankan dan mendatangkan manfaat bagi lingkungan hidup. “MRT Jakarta memulainya di akhir 2021 berkolaborasi dengan Koaksi Indonesia membuat studi kelayakan elektrifikasi pembangkit listrik tenaga surya untuk mendorong implementasi transisi energi dan efisiensi energi. Listrik yang digunakan oleh MRT diperoleh dari bauran energi yang bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang. Kami mengeluarkan sertifikat energi terbarukan dan studi kelayakan untuk menjalankan sistem keberlanjutan,” tutur Iqbal saat memberikan konteks pada publik terkait peran energi terbarukan.
Kolaborasi dan komunikasi merupakan jembatan utama dalam diseminasi informasi yang berupaya menghasilkan produk edukasi pada masyarakat. Faktor tersebut yang memotori proyek yang sedang digagas Emy Aditya bersama GIZ Indonesia. “Implementasi pembangkit listrik tenaga solar atap atau panel surya diberdayakan untuk membantu nelayan pesisir menyimpan stok ikan di penyimpanan. Melalui survei penilaian nelayan dan penjual ikan, mereka lebih bisa berhemat dan lebih mendapat kemudahan dalam memperoleh manfaat dari pembuat es bertenaga surya (solar ice maker),” tambah Emy.
Upaya mendorong pekerjaan yang mengedepankan transisi energi merupakan tugas bersama yang dalam prosesnya memerlukan keterlibatan sektor akademis, lembaga swasta, tenaga ahli, dan pemangku kebijakan. Di era modern seperti sekarang, kemajuan teknologi dapat berperan mendukung maupun menjadi tantangan untuk membereskan suatu isu.
“Tantangan utama di era sekarang adalah mendapat pendanaan dalam meramu proposal dari dana hibah, kemudian kerangka berpikir, aksi mitigasi konservasi energi, dan meramu kumpulan keterampilan agar dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ucap Iqbal ketika memotret realitas di sektor transportasi MRT Jakarta.
“Transisi tidak melulu harus bersifat dari atas ke bawah, kolaborasi masyarakat lokal dan tenaga pendidik diperlukan untuk memperluas berbagai keterampilan. Inisiatif ini dapat membuka peluang pada banyak bidang dan aspek pekerjaan lain seperti manufaktur dan ekonomi. Peningkatan aspek pendidikan mendasar penting dari level sekolah vokasional dan ketersediaan infrastruktur pendidikan bagi penduduk setempat. Keterlibatan pemerintah sangat urgen untuk menghubungkan infrastruktur komunikasi,“ ungkap Julius dalam menyikapi peluang transisi energi bagi pekerja tambang.
“Apakah Indonesia dapat betul-betul sampai pada target bauran penurunan emisi?“ tanya Steven dari Power Up Indonesia saat sesi tanya jawab. “Jika segalanya dilakukan dengan optimal, pemodelan JETP dapat tercapai 34% sampai 40% pada 2030. Namun, target Indonesia untuk penurunan emisi 2030 betul-betul akan tercapai sangat bergantung pada kemauan politik regulator dalam perencanaan kebijakan penggunaan PLTA dan PLTP,” jawab Julius.
“Saat ini bagaimana pemerintah dapat berkoordinasi menyediakan komponen pendukung untuk dialihkan pada sektor energi terbarukan di Indonesia serta mempersiapkan regulasi untuk investasi jangka panjang,” tambah Julius.
Di akhir paparan dan diskusi Ruang Aksi ke-26 ini, keempat narasumber memberikan gagasan penutupnya yang menarasikan optimisme menatap masa depan green jobs, efisiensi energi, dan transisi energi bagi generasi mendatang. “Selaraskan agenda teman-teman generasi muda dengan semangat kepedulian terhadap lingkungan. Dengan begitu, setiap sektor akan menyumbangkan ide, aksi, dan manfaat untuk menekan laju emisi,” pungkas Emy dan Lutfi yang senada memaparkan kata penutup.
“Adaptasi pada kebiasaan baru membutuhkan perubahan mental dan kerangka berpikir. Implementasi secara bertahap merupakan faktor elementer yang perlu diperkuat untuk menjalankan transisi energi. Dengan peningkatan kesadaran dan edukasi di masyarakat sosial, komitmen sektoral akan terjaring dan mendorong laju transisi energi,” tambah Julius dan Iqbal yang senada menutup rangkaian diskusi.
Semangat dan optimisme dalam memperluas praktik green jobs akan terus dilanjutkan Koaksi Indonesia pada 2024 melalui agenda-agenda ruang aksi berikutnya. Harapannya, ruang diskursus ini dapat lebih luas tersebar guna memoderasi pemangku kepentingan untuk meregulasi gagasan-gagasan yang berpihak kepada kelayakan pekerja, pertumbuhan ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: Prospek dan Tantangan Green Jobs di Mata Anak Muda