
Artivism: Ketika Aksi Iklim Bertemu dengan Karya Seni

Artivism merupakan sebuah gerakan yang menggabungkan antara seni dengan aktivisme dalam memperjuangkan sebuah isu.
KOAKSI INDONESIA—Musik melekat dalam kehidupan sehari-hari manusia dan musik merupakan bahasa universal yang mudah diterima oleh banyak orang tanpa pandang bulu. Contohnya, jika kita mendengarkan sebuah lagu lalu tersadar bahwa lagu tersebut bercerita tentang kebakaran hutan, polusi, dan sampah plastik. Melalui musik, pesan-pesan dari berbagai isu bisa disampaikan dengan bahasa yang sederhana. Itulah yang disebut dengan Artivism—penggabungan antara seni dan aktivisme.
Seni yang Menggerakkan dan Menyadarkan
Di dunia, aktivisme melalui musik sudah ada mulai tahun 1960-an. Saat itu, Bob Dylan dengan judul lagunya “The Times They are a – Changin” mampu menyulut semangat perlawanan akan ketidakadilan yang terjadi di dunia seperti hak-hak sipil warga kulit hitam Amerika, anti perang, dan anti militerisme. Tidak berhenti sampai di situ, pergerakan melalui musik terus berlanjut dengan berbagai genre dan isu yang didorong oleh musisi-musisi di dunia seperti Public Enemy, Billie Holiday, Nina Simone, dan Sam Cooke.
Begitu pula Indonesia, musisi-musisinya punya kepercayaan yang sama bahwa musik merupakan alat bantu terbaik dalam menyuarakan kegelisahan dan kemarahan dengan apik. Seperti Iwan Fals dengan lagunya yang berjudul “Bongkar”, “Manusia Setengah Dewa”, “Orde Paling Baru”, dan lagu lainnya yang menyuarakan kegelisahan masa reformasi Orde Baru. Selain itu, ada Efek Rumah Kaca, Navicula, Slank, Endah N Rhesa, dan Jason Ranti yang turut mendorong kesadaran publik terkait isu sosial dan krisis iklim/lingkungan.
Music Declares Indonesia: Ketika Musisi Indonesia Bersatu untuk Bumi

Sebuah gerakan Music Declares Emergency pada tahun 2019 di Inggris hadir sebagai wadah yang mengajak pelaku seni musik khususnya untuk mengambil tindakan nyata dalam menghadapi krisis iklim global. Melalui kampanye “No Music On A Dead Planet”, bahwa tidak akan ada musik yang dapat dinikmati jika krisis iklim terjadi, gerakan ini mendorong kesadaran publik bahwa industri musik juga berkontribusi terhadap jejak karbon digital melalui tur, produksi, bahkan distribusi musiknya. Saat ini, sudah ada 4.000 artis yang tergabung dalam kampanye, beberapa di antaranya adalah Billie Eilish, Radiohead, London Symphony Orchestra, dan Julian Lloyd Webber.
Turut serta dalam gerakan Music Declares Emergency, diinisiasi oleh IKLIM (Indonesian Knowledge, Climate, Arts, and Music Labs) pada tahun 2023, 13 musisi Indonesia bergabung dan mengikuti workshop terkait isu krisis iklim dalam Music Declares Emergency Indonesia. Seluruh musisi mengisi album kompilasi “Sonic Panic” dan akan dipublikasikan melalui label Alarm Records yang merupakan label pertama dengan fokus isu lingkungan.
Memperbesar gerakan yang digawangi oleh Robi Navicula pada 2023, gerakan ini kembali bergulir dengan 15 musisi yang bergabung untuk mengisi album “Sonic Panic Vol. 2” di tahun 2024. Bersama para musisi di antaranya Asteriska, Matter Mos, Down for Life, Voice of Baceprot (VOB), dan Petra Sihombing, festival ini diharapkan menjadi contoh festival musik ramah lingkungan dengan menggandeng kolaborator yang fokus pada isu keberlanjutan seperti Koaksi Indonesia, Greenpeace, dan Trend Asia.
Artivism membawa seni khususnya musik menjadi alat yang lebih bermakna, yaitu perubahan. Bahasa yang universal ini dapat diterima oleh siapa saja, bahkan oleh mereka yang mungkin tidak tahu atau tidak tertarik dengan isu krisis iklim. Ketika musisi yang memiliki banyak pendengar mulai menyuarakan isu krisis iklim melalui karyanya, pesan itu dapat diterima oleh lebih banyak orang, kemudian menginspirasi mereka untuk merespons dengan tindakan nyata yang bisa mereka lakukan.
Jika kamu seorang penggemar musik, mari bergabung dalam gerakan ini. Dukung musisi yang menggunakan musik mereka untuk menyuarakan aksi iklim, bagikan karya mereka, dan jadikan panggilan untuk menjaga bumi sebagai bagian dari langkah nyata kita sehari-hari. Untuk kamu yang bekerja di industri musik, pertimbangkan bagaimana kamu bisa mengurangi jejak karbon dan berkontribusi untuk masa depan yang lebih hijau. Mari bersama-sama kita buktikan bahwa seni (musik) bisa menyelamatkan bumi!