Minimnya aliran listrik di lokasi wisata terpencil masih menjadi persoalan di sektor pariwisata. Adanya peraturan Presiden Nomor 03 Tahun 2016 mengenai percepatan pembangunan infrastruktur transportasi, listrik, dan air untuk menunjang pengembangan kawasan pariwisata unggulan di masih-masing provinsi masih terus berjalan hingga sekarang.
Terlebih di distrik wisata yang letaknya terpencil dengan fasilitas terbatas. Hal inilah yang terjadi di wisata Pantai Sendiki, terletak di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Malang, Jawa Timur. Jaraknya yang cukup jauh dari pemukiman warga membuat pantai Sendiki belum terjangkau oleh tiang listrik milik PLN. Namun, hebatnya para pengelola pantai Sendiki yang terdiri dari kelompok sadar wisata warga setempat, menggunakan solar cell sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kawasan pantai.
Bekerjasama dengan mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, pengelola memasang solar cell di beberapa titik di kawasan pantai Sendiki. Para pengelola wisata pun merasa terbantu, jalan-jalan setapak menuju ke pantai sudah terang berkat solar cell yang memiliki daya 100 WP yang dapat menyala selama kurang lebih 10 jam. Solar cell dipasang di atas warung-warung dan tiang penyangga yang letaknya di pinggir jalan. Di area pantai pun sudah ada penerangan, mulai dari mushola, kamar mandi, pos penjagaan, hingga di setiap rumah pohon.
Mengingat pantai Sendiki cukup populer dan ramai dikunjungi sebelum pandemi melanda, penerangan menggunakan solar cell diharapkan mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada para pengunjung. Banyak pengunjung dari luar kota Malang berkunjung ke pantai ini untuk mendirikan tenda, dan menginap di rumah pohon sembari menikmati suasana asri pantai lebih lama, menyaksikan matahari terbit pagi hari. Oleh sebab itu, tak heran jika pantai ini dibuka selama 24 jam untuk para pengunjung.
Memang tak bisa dipungkiri listrik menjadi prasarana dasar pariwisata yang penting. Hal ini untuk membuat para pengunjung merasa aman, dan nyaman saat berkunjung menikmati liburan mereka. Sinergi antar sektor pendidikan, pengelola wisata, dan pemerintah tentu menjadi penting guna memenuhi kebutuhan listrik pada distrik wisata terpencil.
Pemanfaatan solar cell juga dilakukan di lokasi wisata Gili Genting atau yang lebih di kenal wisata pantai Sembilan. Letaknya yang berada di gili atau pulau kecil di Kabupaten Sumenep Jawa Timur, membuat pantai ini belum teraliri listrik dari pemerintah. Namun, berkat bantuan hibah solar cell dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, sejak tahun 2017 pantai Sembilan kini sudah teraliri listrik sehingga membuat Gili Genting semakin ramai dikunjungi.
Kebutuhan listrik semakin penting, mengingat fasilitas di pantai Sembilan terbilang lengkap, mulai dari transportasi kapal, gazebo di pinggir pantai untuk bersantai, warung-warung makanan, kamar mandi, hingga penginapan berupa cottage. Dengan adanya penerangan, wisatawan yang berkunjung dapat menikmati pantai Sembilan lebih lama tanpa khawatir ketika hari mulai gelap.
Di pantai Sembilan solar cell dipasang di atas penginapan dan di beberapa gazebo yang ada di pinggir pantai. Fasilitas stop kontak juga tersedia di setiap gazebo, dan bisa dimanfaatkan oleh pengunjung untuk sekedar mengisi baterai handphone. Sembari bersantai menikmati pemandangan pantai, para pengunjung juga dapat membeli aneka makanan di warung-warung sekitar pantai yang juga sudah menggunakan listrik untuk kebutuhan mereka berjualan dan melayani para pembeli.
Lain halnya yang terjadi di wisata Gili Labak yang sayangnya tak seberuntung Gili Genting, belum ada aliran listrik dari pemerintah maupun solar cell. Padahal kedua wisata tersebut merupakan objek wisata unggulan di Kabupaten Sumenep. Kebetulan saya berkunjung mengikuti paket wisata, Gili Labak dan Gili Genting merupakan satu paket lengkap yang banyak ditawarkan oleh para agen tour and travel. Rasanya sungguh disayangkan jika di Gili Labak belum ada listrik yang dapat memudahkan pengelola wisata maupun warga sekitar yang berjualan.
Warga yang tinggal untuk berjualan di Gili Labak terpaksa harus memanfaatkan mesin genset setiap harinya. Bahan bakar berupa solar harus selalu siap sedia, karena butuh sekitar dua jam perjalanan menyeberang untuk bisa membeli bahan bakar yang dibutuhkan untuk menyalakan mesin genset di Gili Labak. Gili Labak memiliki keindahan terumbu karang dan biota laut beragam, sehingga cocok untuk melakukan aktivitas snorkeling. Gili Labak menjadi objek wisata yang ramai dikunjungi sebelum pandemi melanda. Pemandangan yang menawan, biru lautnya yang menyegarkan membuat siapa saja betah berlama-lama disini.
Dari kunjungan ke pantai Sendiki dan Gili Genting bisa menjadi contoh pemanfaatan solar cell sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya di lokasi wisata terpencil. Hal tersebut bisa diterapkan berkat adanya kolaborasi bersama antara institusi pendidikan dan kelompok sadar wisata untuk bersama membantu realisasi pengadaan seperti yang sudah diterapkan di Pantai Sendiki dan Gili Genting.
Adanya penerangan dengan menggunakan solar cell, tentu menjadi alternatif untuk listrik di wisata terpencil lain di berbagai daerah di Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki keindahan alam, dan beragam wisata menawan di masing-masing daerahnya. Selain bisa mendukung perkembangan dari sektor pariwisata, ekonomi masyarakat setempat juga terbantu melalui pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
Penulis: Annisa Sukarno, pekerja konten di sebuah perusahaan fintech
Instagram penulis: @annisafsukarno
Referensi:
https://www.kompasiana.com/lugaswicaksono/59b272a4a1a50a6c204d6b12/cahaya-di-pesisir-malang-selatan
https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2018/PENS-Kembangkan-PLTS-di-Gili-Genting-Sumenep/
DISCLAIMER
Semua artikel dan opini yang dipublikasikan pada Blog Energi Muda menjadi tanggung jawab dari masing-masing penulis. Koaksi Indonesia membantu mereduksi bahasa dan penulisan sesuai kaidah KBBI, logika dan kata di dalam tulisan yang masuk ke redaksi. Koaksi Indonesia tidak bertanggung jawab jika terdapat plagiarisme, kesalahan data dan fakta serta kekeliruan dalam penulisan nama, gelar atau jabatan yang terdapat di dalam artikel dan opini.