Penggunaan energi fosil terutama dalam memenuhi kebutuhan energi nasional selalu meningkat setiap tahunnya, terkhususnya pada pembangkit listrik negara. Jenis pembangkit listrik yang sering digunakan di berbagai daerah adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang menggunakan energi fosil batu bara sebagai bahan bakarnya. Dilansir dari Databoks Id, PLTU sendiri menghasilkan 36,98 GW atau sekitar 45% dari total pembangkit listrik yang ada. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena Indonesia masih dapat dikatakan sangat bergantung pada energi fosil yang cenderung merusak lingkungan. Polusi akibat asap PLTU dan bekas tambang batu bara yang cenderung merusak lingkungan membuat Indonesia harus segera beralih ke energi yang ramah lingkungan.
Menurut Kementerian ESDM, kebutuhan energi dunia akan meningkat 45% di tahun 2030. Hal ini akan menjadi masalah serius bila Indonesia masih bergantung pada energi fosil. Kebutuhan energi yang sangat besar di masa depan ini mendorong ilmu yang bergerak di bidang green jobs untuk menciptakan inovasi pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Terdapat berbagai jenis green jobs yang mengkaji hal ini. Salah satu kumpulan cabang yang mampu menggali potensi EBT adalah geosains.
Geosains adalah kumpulan disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari segala jenis fenomena alam yang terjadi di bumi. Geosains sendiri terdiri dari berbagai displin ilmu dan beberapa universitas memiliki kebijakan pembagian jurusannya. Salah satunya adalah Texas A & M University, yang menjadikan geosains sebagai fakultas sendiri yang memiliki 4 jurusan utama, yaitu, geologi, geofisika, geografi, ilmu atmosfer, dan oseanografi.
Sebagai ilmu yang bergerak pada penelitian bagian-bagian bumi, pekerjaan yang menjanjikan dan sangat diminati bagi setiap geosaintis adalah ekplorasi dan eksploitasi perminyakan dan pertambangan. Geosains sangat diperlukan pada kedua bidang tersebut karena ilmu ini mempelajari potensi dari sumber-sumber mineral seperti batubara dan potensi minyak seperti hidrokarbon yang ada. Namun, dalam mendukung Suistanble Development Goals (SDGs), penggunaan energi fosil seperti batubara dan hidrokarbon perlu dikurangi. Pasalnya, penggunaan hidrokarbon dan batubara dapat memberikan dampak yang sangat serius bagi lingkungan, terutama dalam pencemaran udara yang semakin tahun semakin meningkat dan kerusakan hutan akibat bekas tambang yang tak direklamasi. Geosaintis perlu melihat ke depan bagaimana nasib lingkungan dengan mulai memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk mencari potensi-potensi EBT terkhususnya di Indonesia. Salah satu potensi EBT yang mampu dieksplorasi oleh geosainstis adalah panas laut (Ocean Thermal) dan panas bumi atau geotermal.
Ocean thermal dan geotermal memiliki prinsip yang sama yaitu menjadikan energi panas sebagai energi utama dalam penguapan cairan tertentu (air atau amonia) yang mampu menggerakan turbin untuk menjadi energi listrik. Berbeda dengan energi fosil, kedua potensi energi ini tidak sama sekali mengeluarkan asap polusi ataupun merusak lingkungan untuk mencari bahan bakar utamanya. Hal ini yang membuat kedua potensi energi ini ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ocean thermal telah dikembangkan sejak tahun 1881 oleh Jacques Arsene d’Arsonval, fisikawan Prancis. Ocean thermal memanfaatkan perbedaan suhu permukaan dan bawah laut. Lalu, cairan yang digunakan adalah amonia yang memiliki titik didih yang rendah sehingga uap dari amonia mampu menggerakan turbin.
Geotermal sendiri dikembangkan oleh Pangeran Piero Ginori Conti pada tanggal 4 Juli 1904 di Larderello, Italia. Sistem kerja dari geotermal adalah memanfaatkan uap air panas dari sumur geotermal yang mampu menggerakkan turbin. Dengan perkembangan teknologi saat ini, pada dasarnya, air hanya akan diambil uapnya lalu cairan berupa air akan dialirkan kembali ke tanah untuk dipanaskan.
Ocean Thermal dan geotermal sendiri memberikan prospek yang sangat besar kepada geosains. Bagaimana tidak, Indonesia sendiri merupakan wilayah yang sangat kaya akan potensi EBT. Terdapat beberapa faktor yang membuat Indonesia kaya akan potensi EBT, terkhususnya pada ocean thermal dan geotermal. Beberapa faktor besar yang mempengaruhi adalah luas lautan Indonesia dan zona cincin api Indonesia.
Indonesia adalah benua maritim yang memiliki luas laut lebih dominan di dibandingkan daratan dengan kisaran 62% lautan dan 38% daratan. Indonesia juga berada di garis khatulistiwa yang membuat penyinaran matahari terjadi setiap tahun dan membuat suhu lautan menjadi panas berkelanjutan. Karena faktor inilah potensi panas laut di Indonesia mencapai 240.000 MW. Dalam penerapan di bidang geosains, geosaintis mampu melakukan pemetaan melalui citra digital. Selain itu, geosaintis dapat mengkaji kecepatan pasang surut, suhu permukaan laut dan lokasi titik yang baik dalam pembangunan pembangkit listrik tersebut.
Indonesia berada di wilayah cincin api yang membuat hampir di setiap pulau besar Indonesia memiliki gunung api. Dengan banyaknya gunung api di Indonesia, terdapat banyak sumber air panas atau sumur geotermal yang dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik. Berdasarkan kajian dari Think Geo Energy, Indonesia berada di posisi kedua di dunia dalam potensi energi geotermal, dengan potensi mencapai 23,76 GW. Hal ini menjadi peluang besar bagi geosainstis dalam mencari setiap sumber yang ada berbagai sumur geotermal tersebut. Geosaintis sangat berperan dalam mencari sumber-sumber dari sumur geotermal tersebut dengan berbagai metode yang ada.
Ocean Thermal dan geotermal hanya 2 dari banyaknya green jobs yang mampu dilakukan oleh geosainstis. Terdapat beragam potensi EBT yang mampu dikaji, namun ocean thermal dan geotermal sendiri merupakan bidang yang paling dekat dengan geosains. Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman dan fenomena bumi yang unik membuat geosains akan terus berkembang dan mampu memberikan perubahan yang lebih baik lagi teruntuknya pada lingkungan.
Daftar Pustaka:
Allard, Tom. 2010. Indonesia’s hot terrain set to power its future. The Age. Diakses 05 April 2022. URL: https://www.theage.com.au/environment/indonesias-hot-terrain-set-to-power-its-future-20100430-tzd2.html
Ferial. 2016. Potensi Energi Laut Indonesia Menjanjikan. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi. Diakses 05 April 2022. URL: https://ebtke.esdm.go.id/post/2016/04/1/1188/potensi.energi.laut.indonesia.menjanjikan#:~:text=Untuk%20lautan%20di%20wilayah%20Indonesia,104%2D109%C2%B0%20Bujur%20Timur.
Kementerian ESDM. 2008. Hingga 2030, Perminatan Energi Dunia meningkat 45%. ESDM. Diakses pada 05 April 2022. URL: https://www.esdm.go.i/id/media-center/arsip-berita/hingga-2030-permintaan-energi-dunia-meningkat-45-
Oktaviano, D.A. 2019. Apa itu Geosains. Pendidikan Geoasains Id. Dilihat 05 April 2022. URL: https://pendidikangeosains.id/apa-itu-geosains/
Pahlevi, Reza. 2022. Kapasitas Pembangkitan Listrik Indonesia Capai 73,74 GW pada 2021, PLTU Mendominasi. Databok Id. Diakses 03 April 2022. URL: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/26/kapasitas-pembangkitan-listrik-indonesia-capai-7374-gw-pada-2021-pltu-mendominasi
ThinkGeoEnergy. 2018. Indonesia Geothermal Market Report. ThinkGeoEnergy. Diakses 06 April 2022. URL: https://www.thinkgeoenergy.co/indonesia/
Artikel ini telah tayang di www.kompasiana.com dengan judul “Ocean Thermal dan Geotermal: Green Jobs untuk Geosaintis”.
DISCLAIMER
Tulisan ini merupakan salah satu pemenang dari “Lomba Menulis Populer Profesi Hijau Indonesia” yang diselenggarakan oleh Bastra ID dengan menjalin kolaborasi bersama Coaction Indonesia.