Bangunan hijau atau green building mengacu pada praktik konstruksi yang memprioritaskan keberlanjutan dan memaksimalkan dampak positif terhadap iklim dan lingkungan.
Mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, renovasi, hingga pembongkaran.
KOAKSI INDONESIA—Dampak positif ini menurut environment-indonesia.com didapat dengan melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu kualitas udara di dalam ruangan, mempertimbangkan lingkungan dalam proses pembangunan, menggunakan bahan yang tidak beracun, dan memperhatikan kesehatan penghuni yang berpegang pada prinsip keberlanjutan.
Konsep bangunan hijau mengutip Indonesia.go.id mulai bergaung seiring dengan upaya pemerintah mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025—2045.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menuju era 2045 mendorong penerapan green building sebagai bagian dari green infrastructure di Indonesia. Diyakini konsep ini memiliki peran penting untuk memastikan pembangunan tetap menjaga aspek fisik lingkungan dan biocapacity.
Green infrastructure dalam sektor bangunan gedung diwujudkan melalui konsep bangunan gedung hijau (BGH). Diatur dalam PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
BGH merupakan bangunan gedung yang memenuhi standar teknis dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya.
Kementerian PUPR melengkapi aturan tersebut dengan menyiapkan perangkat aturan yang telah diundangkan, yaitu Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2023 tentang Bangunan Gedung Cerdas (BGC) yang mengatur penggunaan sistem cerdas atau pintar dalam bangunan gedung.
Bangunan Net Zero
Sementara itu, mengutip gbcindonesia.org pemanasan global akibat efek gas rumah kaca di atmosfer bumi jadi penyebab utama perubahan iklim global.
Bangunan mengonsumsi 36% energi yang diproduksi dan bertanggung jawab atas 39% emisi karbon global, menjadikannya sektor yang paling berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Green Building Council Indonesia (GBCI) berpartisipasi dalam proyek global WorldGBC, bekerja menuju dekarbonisasi sektor bangunan, Advancing Net Zero pada 2050. Berkomitmen mengembangkan program sertifikasi net zero sesuai dengan konteks Indonesia.
Mengembangkan alat penilaian Greenship Net Zero, melakukan pelatihan serta edukasi tentang net zero kepada masyarakat dan generasi muda, serta melibatkan perusahaan dan pemerintah dalam mempromosikan net zero di Indonesia.
Prinsip dasar dari penerapan bangunan net zero adalah mengoptimalkan desain bangunan untuk mengurangi kebutuhan konsumsi energi per tahun, sehingga pasokan energi dapat sepenuhnya mengandalkan sistem energi terbarukan.
Selain itu, pengelolaan kualitas ruang oleh desainer dan manajemen bangunan demi memenuhi standar kesehatan dan kenyamanan bagi penghuni di dalamnya.
Baca Juga: Bisakah Target Energi Baru dan Terbarukan Tahun 2025 Tercapai?
Menanggapi isu-isu ini dan sebagai bagian dari World Green Building Council yang telah meluncurkan Program Advancing Net Zero, GBCI mengembangkan Greenship Net Zero untuk mengubah semua bangunan dengan emisi nol melalui langkah-langkah sebagai berikut.
Pertama, pendekatan desain pasif dengan menggunakan ventilasi alami dan pencahayaan alami. Kedua, pendekatan desain aktif dengan mengoptimalkan kinerja sistem pendingin udara, pencahayaan, dan peralatan lainnya.
Ketiga, menyajikan lingkungan yang sehat dan nyaman dengan menciptakan kualitas udara yang sehat dan nyaman di dalam bangunan. Keempat, menerapkan prinsip energi terbarukan di tempat, di luar tempat, dan kompensasi.
Terakhir, mengurangi emisi dari operasi bangunan dan memanfaatkan energi terbarukan dengan emisi nol.
Kriteria Green Building
Kemudian, GBCI pada 2013, telah menguraikan 6 kriteria sebagai indikator green building di antaranya:
1. Pengembangan Lokasi yang Sesuai
Cakupan berupa akses ke sarana-sarana umum, pengurangan kendaraan bermotor, penggunaan sepeda, lanskap tumbuhan hijau, heat island effect, pengurangan beban volume limpasan air hujan, manajemen lokasi, serta perhatian terhadap bangunan atau sarana di sekitarnya.
2. Efisiensi Energi dan Konservasi
Kriteria ini berupa optimalisasi efisiensi penggunaan energi pada bangunan, komisioning ulang pada peralatan pengondisian udara, penghematan energi pada sistem pencahayaan dan pengondisian udara, pencatatan dan pengawasan penggunaan energi, operasi dan perawatan peralatan AC, penggunaan energi terbarukan dan pengurangan emisi energi, tercakup di dalamnya.
3. Konservasi Air
Kriteria ini mencakup subpengukuran konsumsi air, pemeliharaan dan pemeriksaan sistem pemipaan (plumbing), efisiensi penggunaan air bersih, pengujian kualitas air, penggunaan air daur ulang, penggunaan sistem filtrasi untuk menghasilkan air minum, pengurangan penggunaan air dari sumur dalam, dan penggunaan keran auto stop.
4. Sumber Daya Material dan Siklusnya
Kriteria ini meliputi penggunaan refrigeran, penggunaan materi yang ramah lingkungan, pengelolaan sampah, pemilahan sampah, pengelolaan limbah B3, dan penyaluran barang bekas.
5. Kesehatan dan Kenyamanan Ruang
Kriteria ini mencakup kualitas udara ruangan, pengaturan lingkungan asap rokok, pengawasan gas CO2 dan CO, pengukuran kualitas udara dalam ruang, pengukuran kenyamanan visual, pengukuran tingkat bunyi, dan survei kenyamanan gedung.
6. Manajemen Lingkungan Bangunan
Kriteria ini mencakup inovasi peningkatan kualitas bangunan, tersedianya dokumen-dokumen bangunan yang lengkap, adanya tim yang menjaga prinsip green building, dan pelatihan dalam pengoperasian dan perawatan aspek-aspek green building secara lengkap.
Kabar baiknya, hingga 2022, ada 60 gedung di Indonesia yang memenuhi kriteria greenship dari Green Building Council Indonesia (GBCI) dan telah mengantongi sertifikat bangunan hijau
Gedung ini mencakup bangunan rendah (low rise), sedang (mid rise), dan tinggi (high rise).
Terdapat 22 gedung yang mencetak rating platinum alias skor greenship tertinggi, 35 gedung mendapat rating gold, dan tiga gedung dengan rating silver dari 60 gedung yang telah mendapat sertifikat bangunan hijau.
Buat yang penasaran 22 gedung itu apa saja, berikut di antaranya, Menara BCA, Pacific Place, Gedung Utama Kementerian PUPR, Sampoerna Strategic Square, Alamanda Tower, The Body Shop Indonesia Office, Wisma Mulia 2, Wisma BCA Foresta.
Menara Bank Danamon, Pacific Century Place, United Tractors Head Office, Dusaspun Gunung Putri, Green Office Park, Gedung PMBS Universitas Prasetya Mulia, Green Office ESPI, Toto Building, Grha Unilever, Sopo Del Office Tower A, HK Tower, JB Tower, RDTX Place, dan Plaza BNI