Memaksimalkan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor energi sebagai penyumbang terbanyak emisi gas rumah kaca dapat mempercepat pencapaian target pengurangan emisi yang dicanangkan NDC Indonesia dalam Dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
Indonesia telah menyampaikan peningkatan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui dokumen ENDC pada 23 September 2022 kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework on Climate Change Conference [UNFCCC]). Dokumen ini menunjukkan komitmen terbaru Indonesia untuk semakin berkontribusi dalam mencegah kenaikan suhu global.
ENDC juga merupakan pemutakhiran dari dua NDC sebelumnya, yaitu First NDC pada 2016 dan Updated NDC pada 2021.
Perjalanan NDC Indonesia
NDC Indonesia pertama kali rilis pada 2016 dan disebut sebagai First NDC. NDC ini mengasumsikan bahwa pada 2030 tingkat emisi GRK berdasarkan skenario business as usual (BAU) sebesar 2.869 Mton CO2e sedangkan berdasarkan skenario unconditional dan conditional masing-masing sebesar 2.034 Mton CO2e dan 1.787 Mton CO2e.
NDC ini juga menargetkan pengurangan emisi GRK sebesar 834 Mton CO2e berdasarkan skenario unconditional (29% terhadap skenario BAU) atau sebesar 1.081 Mton CO2e berdasarkan skenario conditional (38% terhadap skenario BAU).
Kemudian, pada 2021 Indonesia mengeluarkan updated NDC yang memiliki perbedaan asumsi dan target pengurangan emisi GRK dengan NDC sebelumnya. Dalam NDC ini, tingkat emisi GRK pada 2030 berdasarkan skenario BAU dan unconditional tetap sama dengan NDC sebelumnya.
Akan tetapi, berdasarkan skenario conditional, tingkat emisi GRK pada 2030 diasumsikan lebih rendah daripada First NDC, menjadi sebesar 1.683 Mton CO2e. Selain perbedaan asumsi yang digunakan, Updated NDC memperbarui target pengurangan emisi GRK.
Berdasarkan skenario unconditional, pengurangan emisi GRK tetap diproyeksikan sebesar 834 Mton CO2e (29% terhadap skenario BAU) sedangkan berdasarkan skenario conditional, target pengurangan emisi GRK meningkat menjadi 1.185 Mton CO2e (41% terhadap skenario BAU).
Kemudian, Indonesia pada 2022 mengeluarkan Enhanced NDC dengan perbedaan yang relatif signifikan dibandingkan kedua NDC sebelumnya. NDC ini tetap mengasumsikan bahwa pada 2030 tingkat emisi GRK berdasarkan BAU sebesar 2.869 Mton CO2e. Namun dalam NDC ini, tingkat emisi GRK berdasarkan skenario unconditional dan conditional memiliki nilai paling rendah dibandingkan kedua NDC sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 1.953 Mton CO2e dan 1.632 Mton CO2e pada 2030.
Hal yang sama juga terjadi pada target pengurangan emisi GRK. NDC ini memiliki target pengurangan emisi GRK paling besar dibandingkan kedua NDC Indonesia sebelumnya. Berdasarkan skenario unconditional dan conditional, target pengurangan emisi GRK masing-masing sebesar 915 Mton CO2e (31,89% terhadap skenario BAU) dan 1.240 Mton CO2e (43,20% terhadap skenario BAU).
First NDC Tahun 2016 | Updated NDC Tahun 2021 | Enhanced NDC Tahun 2022 |
Perbandingan penurunan emisi dengan target NDC Indonesia
Hasil inventarisasi gas rumah kaca (GRK) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa tingkat emisi GRK pada tahun 2020 sebesar 1.050.413 Gg CO2e.
Berdasarkan sektornya, sektor energi menyumbang emisi GRK paling banyak sebesar 584.284 Gg CO2e (56%), lalu diikuti sektor kehutanan dan kebakaran gambut sebesar 183.435 Gg CO2e (17%), limbah sebesar 126.797 Gg CO2e (12%), pertanian sebesar 98.703 Gg CO2e (9%), serta proses industri dan penggunaan produk sebesar 57.194 Gg CO2e (5%).
Jika angka ini dibandingkan dengan emisi GRK pada 2016—tahun ketika komitmen iklim atau Nationally Determined Contribution (NDC) disahkan pertama kali—sebesar 1.514.949,8 Gg CO2e maka pada 2020 terjadi penurunan emisi GRK sebesar 464.536,80 Gg CO2e (31%).
Jika dibandingkan dengan Updated NDC 2021, pengurangan emisi GRK pada 2020 sebesar 573,95 Mton CO2e mencapai 69% target pengurangan emisi GRK berdasarkan skenario unconditional atau 48% berdasarkan skenario conditional.
Pengurangan emisi GRK pada 2020 mencapai 573.951.814 ton CO2e atau 573,95 Mton CO2e. Capaian angka ini sebesar 63% target pengurangan emisi GRK dalam Enhanced NDC berdasarkan skenario unconditional atau 46% berdasarkan skenario conditional.
Capaian pengurangan emisi GRK belum memenuhi target ENDC
Meskipun sektor energi menyumbang emisi GRK paling banyak, pengurangan emisi GRK di sektor ini hanya sebesar 75.522.359 ton CO2e (13,2%). Sebaliknya, hasil inventarisasi GRK oleh KLHK menunjukkan bahwa sektor kehutanan mengalami capaian pengurangan emisi GRK paling signifikan sebesar 473.357.044 ton CO2e (82,5%), lalu diikuti oleh sektor energi, pertanian, proses industri dan penggunaan produk, serta limbah.
Adapun, faktor yang menyebabkan sektor kehutanan mengalami capaian pengurangan emisi GRK paling signifikan adalah aksi mitigasi penurunan deforestasi, penurunan degradasi hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut, serta aksi mitigasi pengurangan emisi dekomposisi gambut.
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa capaian pengurangan emisi GRK pada tahun 2020 belum memenuhi target Enhanced NDC. Dilansir dari Climate Action Tracker, beberapa tantangan yang menyebabkan target Enhanced NDC belum terpenuhi meliputi ketergantungan tinggi pada energi fosil, rendahnya pemanfaatan energi terbarukan, belum berkembangnya elektrifikasi di sektor transportasi, rendahnya alokasi dana untuk penanganan perubahan iklim, tingginya peralihan fungsi lahan untuk industri komoditas seperti minyak sawit, pembangunan yang belum berkelanjutan, serta penegakan hukum masih lemah.
Baca Juga: Prahara Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan
Peluang besar pencapaian target ENDC
Lebih lanjut, mengingat sektor energi merupakan penyumbang emisi GRK paling banyak, maka sektor ini memiliki peluang besar untuk mendukung pencapaian target pengurangan emisi GRK dalam Enhanced NDC. Laporan IPCC Tahun 2023 merekomendasikan berbagai upaya yang dapat diambil oleh Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor energi, antara lain:
- Pengurangan substansial dalam penggunaan bahan bakar fosil
- Jika suatu negara masih bergantung dengan bahan bakar fosil, maka penggunaannya dilakukan secara minimal
- Penggunaan carbon capture and storage di sistem bahan bakar fosil yang tersisa
- Membangun sistem kelistrikan dengan sedikit atau tidak mengeluarkan CO2
- Memperluas sistem elektrifikasi dan jika terdapat lokasi yang kesulitan akses elektrifikasi maka dapat menggunakan sumber energi lokal
- Peningkatan konservasi dan efisiensi energi
- Menciptakan sistem energi yang lebih terintegrasi
- Melakukan transisi energi, terutama bersumber dari energi surya dan angin
Poin-poin di atas dapat menjadi titik terang bagi Indonesia untuk melakukan langkah konkret pengurangan emisi GRK di sektor energi. Dengan demikian, meskipun saat ini NDC Indonesia menghadapi beberapa tantangan, masih banyak peluang dan solusi yang dapat dimaksimalkan untuk mewujudkan target-target Enhanced NDC.
Foto: Freepik