Hari Laut Sedunia yang selalu diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Juni menjadi waktu yang tepat untuk mengingatkan kita semua betapa pentingnya menjaga blue carbon, elemen kunci penjaga kesehatan laut.
KOAKSI INDONESIA–Laut bukan hanya tempat yang indah untuk bersantai atau berlibur, tetapi juga memainkan peran krusial dalam kehidupan kita sehari-hari. Laut menyediakan oksigen hingga menjadi habitat bagi ribuan spesies, sehingga laut adalah bagian vital dari ekosistem bumi.
Salah satu elemen kunci dalam menjaga kesehatan laut adalah karbon biru (blue carbon). Karbon biru adalah istilah untuk karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem pesisir pantai dan laut seperti mangrove, padang lamun, dan rawa garam.
Dalam rangka Hari Laut Sedunia (World Oceans Day), kita diajak untuk lebih mengenal dan mendukung karbon biru karena dengan melestarikannya, kita tidak hanya melindungi laut tetapi juga berkontribusi pada kesehatan bumi secara keseluruhan.
Superhero Penyelamat Bumi
Karbon biru bagaikan penyimpan rahasia bawah laut yang sering kali kita lewatkan. Karbon biru bekerja keras menyerap karbon dioksida dari udara dan menyimpannya di dalam tanah serta tumbuhan pada ekosistem pesisir dan laut, membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Jadi, bayangkan saja karbon biru ini seperti superhero yang bekerja menyelamatkan bumi dari terlalu banyaknya karbon di atmosfer!
Baca Juga: World Cleanup Day Menyiasati Polemik Sampah Pulau Harapan
Tidak hanya berguna buat bumi, karbon biru punya peran super penting dalam menjaga kehidupan di pesisir pantai dan laut. Ekosistem karbon biru seperti mangrove, padang lamun, dan rawa garam merupakan rumah bagi banyak spesies ikan, udang, dan biota laut lainnya. Ketika kita melestarikan karbon biru, bukan hanya bumi yang kita jaga, tapi juga rumah banyak makhluk laut.
Karbon Biru dan Karbon Hijau
Lalu, apa perbedaan antara karbon biru dan karbon hijau (green carbon)? Keduanya merupakan penyimpan karbon yang sangat penting bagi kita, tapi lokasinya berbeda. Karbon hijau merupakan karbon yang tersimpan di ekosistem daratan seperti hutan, padang rumput, dan vegetasi darat lainnya. Sementara karbon biru seperti yang sudah kita ketahui, tersimpan di ekosistem pesisir pantai dan laut seperti mangrove, padang lamun, dan rawa garam.
Selain tempat penyimpanannya, perbedaan lain adalah pada cara kerjanya. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Marine Science menyatakan bahwa ekosistem karbon biru di lautan bisa menyerap karbon dengan laju yang lebih tinggi daripada hutan di daratan. Penyebabnya adalah ekosistem pesisir pantai dan laut memiliki produktivitas yang tinggi, terutama pada tumbuhan seperti padang lamun yang bisa tumbuh dengan cepat dan menyimpan karbon dalam jangka waktu lebih lama.
Mengutip Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature [IUCN]), kapasitas penyimpanan karbon ekosistem laut melampaui hutan tropis hingga 50 kali per unit area.
Sebagai negara kepulauan yang besar, Indonesia memiliki potensi karbon biru yang sangat besar dan strategis. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi itu mencapai 3,4 Giga Ton (GT) atau sekitar 17% karbon biru dunia. Mengingat ekosistem karbon biru merupakan penyerap karbon yang signifikan, dengan potensi karbon biru yang dimilikinya, Indonesia berperan penting dalam mengatasi krisis iklim tidak hanya di negara kita ini, tetapi juga di dunia.
Bagaimana Jika Karbon Biru Hilang?
Meskipun memiliki manfaat yang besar, karbon biru menghadapi sejumlah tantangan dan ancaman yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utamanya adalah degradasi ekosistem karbon biru akibat dari aktivitas manusia seperti perambahan hutan mangrove, reklamasi pantai, dan polusi laut. Selain itu, perubahan iklim menjadi ancaman serius karena dapat mengganggu keseimbangan ekosistem laut dan mengurangi kemampuan karbon biru dalam menyerap karbon. Peningkatan kesadaran dan aksi nyata dalam menjaga keberlangsungan ekosistem karbon biru menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini, sehingga manfaatnya dapat terus dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan.
Kehilangan karbon biru akan menyebabkan kerugian makhluk hidup di dunia, terutama manusia. Misalnya, terjadi bencana alam seperti abrasi, erosi, banjir, dan badai, kehilangan keanekaragaman hayati seperti flora dan fauna sehingga penduduk tidak dapat lagi menggunakan kekayaan tersebut, serta meningkatkan emisi karbon yang menyebabkan krisis iklim.
Baca Juga: Penjaga Warisan Tanah Merah
Bahkan, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa adanya krisis iklim dapat memengaruhi kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, stres traumatis akut, dan masalah tidur, mulai yang ringan hingga parah dan mungkin memerlukan rawat inap.
Dikutip dari berita Tempo, sebuah tinjauan sistematis dari penelitian yang diterbitkan menggunakan berbagai metodologi dari 19 negara, menemukan peningkatan risiko bunuh diri yang terkait dengan kenaikan suhu sekitar 1°C. Akan tetapi, orang juga dapat mengalami penurunan kesehatan mental akibat mengamati dampak perubahan iklim pada orang lain atau hanya dengan belajar tentang perubahan iklim.
Upaya Melindungi Sang Superhero
Untuk menjaga keberlanjutan karbon biru, diperlukan serangkaian langkah yang terarah dan terkoordinasi. Salah satu upaya utama adalah melindungi ekosistem karbon biru seperti mangrove dan padang lamun dari kerusakan dan degradasi yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Strategi konservasi yang efektif dapat meningkatkan kemampuan ekosistem karbon biru dalam menyerap karbon dan mempertahankan keanekaragaman hayati laut.
Selain itu, perlu pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat setempat. Melalui kampanye edukasi dan program pelatihan, masyarakat dapat diberdayakan untuk berperan aktif dalam pelestarian karbon biru di wilayah mereka. Dukungan dari pemerintah dan lembaga konservasi juga diperlukan dalam merancang dan melaksanakan kebijakan yang mendukung pelestarian ekosistem karbon biru. Dengan kolaborasi antara berbagai pihak dan kesadaran akan pentingnya menjaga karbon biru, dapat dipastikan bahwa pahlawan tidak terlihat ini terus melindungi kesehatan laut dan bumi kita.
Upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem karbon biru telah diatur oleh pemerintah antara lain melalui UU 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta Peraturan Presiden No. 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Kita pun dapat menjaga keberlangsungan karbon biru dengan melakukan beberapa langkah sederhana berikut.
Pertama, mengurangi penggunaan plastik dan limbah lain yang dapat mencemari lingkungan laut dengan cara menggunakan kantong belanja kain, botol minum yang dapat diisi ulang, dan menghindari produk berbahan plastik sekali pakai.
Kedua, ikut serta dalam kegiatan pembersihan pantai dan sungai di sekitar tempat tinggal kita. Aksi ini tidak hanya membantu membersihkan lingkungan, tetapi juga mencegah sampah-sampah tersebut mencemari ekosistem karbon biru.
Ketiga, mendukung lembaga-lembaga konservasi dan organisasi lingkungan yang berperan dalam pelestarian karbon biru dengan berdonasi atau menjadi sukarelawan.
Terakhir, menyebarkan informasi tentang pentingnya karbon biru dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaganya. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, kita dapat memperluas jaringan dukungan untuk pelestarian karbon biru dan mendorong aksi kolektif yang lebih besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan laut dan bumi kita.