Sebagai organisasi nirlaba yang fokus mendorong akselerasi transisi energi, Koaksi Indonesia, aktif mengedukasi publik untuk menjadi pemilih cerdas dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Tujuannya adalah agar calon pemimpin yang terpilih baik di tingkat nasional dan daerah memiliki komitmen kuat dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan selama lima tahun mendatang.
KOAKSI INDONESIA — Bentuk partisipasi tersebut, Koaksi Indonesia diwakili Manajer Kebijakan dan Advokasi Koaksi Indonesia A. Azis Kurniawan pada 13 Januari 2024 hadir sebagai narasumber dalam diskusi daring “Pemilu dan Anak Muda” yang diselenggarakan oleh Terasmitra. Diskusi ini dihadiri lebih dari 30 peserta dari berbagai kelompok di berbagai daerah di Indonesia termasuk petani dan nelayan dari Provinsi Bali serta Jawa Tengah.
Azis pada kesempatan ini menyampaikan bahwa pemilih muda berperan besar dalam menentukan calon pemimpin yang pro lingkungan termasuk berkomitmen untuk mengakselerasi transisi energi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
“Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa pada Pemilu 2024 jumlah pemilih Generasi Milenial dan Z adalah 114 juta atau 56% dari total pemilih 67 juta Generasi Milenial dan 47 juta Generasi Z,” jelas Azis.
Pemilih muda menguasai lebih dari setengah total suara secara keseluruhan. Jumlah suara yang relatif besar tersebut sangat menentukan nasib bangsa selama lima tahun mendatang.
“Karena jumlah suara pemilih muda yang besar, mereka perlu diedukasi menjadi pemilih cerdas. Tujuannya agar hak suara mereka dapat digunakan dengan baik sehingga terpilih calon pemimpin yang berkomitmen menyelesaikan masalah saat ini, seperti perubahan iklim, banjir, dan kekeringan,” tegas Azis.
Baca Juga: Anak Muda Gemakan Isu Iklim untuk Calon Pemimpin
Sebagai manajer yang berfokus di ranah advokasi, Azis juga menyampaikan berdasarkan data IDN Times, menurut Generasi Milenial dan Z isu yang paling penting untuk diselesaikan adalah kesejahteraan, pekerjaan, dan pemberantasan korupsi. Lalu, karakter yang perlu dimiliki calon pemimpin adalah berintegritas, peduli dengan rakyat, dan tegas.
Tidak hanya itu, sebagai manajer yang tergolong Generasi Milenial, Azis menambahkan beberapa tip menjadi pemilih cerdas kepada Generasi Milenial dan Z yang hadir di diskusi daring tersebut. Beberapa tip tersebut antara lain berdiskusi dengan sesama pemilih, melakukan riset terkait rekam jejak, visi, dan misi calon pemimpin, melaporkan pelanggaran/kecurangan pemilu, melakukan pengecekan fakta melalui lembaga kredibel, serta berperan aktif membagikan data dan informasi yang valid melalui aksi atau media sosial.
Untuk memperkaya wawasan peserta diskusi, Terasmitra juga mengundang narasumber lain, yaitu Evan Ihsan Fauzi sebagai Host dan Co-Producer Nalar TV dan Titin Setiawati sebagai Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Hamka (FISIP UHAMKA).
Evan mengatakan bahwa media massa berpotensi untuk melakukan edukasi kepada masyarakat agar menjadi pemilih cerdas. Dengan memanfaatkan platform digital atau cetak, media massa dapat menjangkau masyarakat secara luas untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi.
“Sebagai sarana pencerdasan dan sarana kepentingan, media massa dapat menyajikan fakta terkait gagasan dan ide dari calon pemimpin. Adanya informasi tersebut dapat membantu individu membuat keputusan berbasis fakta,” ungkap Evan.
Sementara dari perspektif akademisi, Titin menjelaskan bahwa lembaga pendidikan dapat berperan memberikan pendidikan politik kepada peserta didik sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mengkritisi visi dan misi dari calon pemimpin.
“Upaya memberikan pendidikan politik merupakan tanggung jawab bersama. Akan tetapi, sebagai lembaga pendidikan formal, kampus berperan besar mengarahkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan berpikir kritis agar tidak terjebak dalam hoaks dan informasi yang salah,” kata Titin.
Acara diskusi daring ini ditutup dengan kesimpulan bahwa agar masyarakat menjadi pemilih cerdas dibutuhkan peran semua pemangku kepentingan termasuk organisasi masyarakat sipil (OMS), media massa, dan lembaga pendidikan. Masyarakat, khususnya pemilih muda dari Generasi Milenial dan Z, perlu memperoleh pendidikan politik agar mereka dapat menggunakan hak suaranya dengan baik. Dengan harapan, mereka dapat memilih calon pemimpin yang berkomitmen kuat untuk mengatasi masalah saat ini sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.