Komunikasi tentang perubahan iklim perlu lebih menekankan dekatnya dampak perubahan iklim pada kehidupan sehari-hari masyarakat dengan bahasa yang mudah mereka pahami. Sebagai bahasa universal, musik dapat melakukannya.
KOAKSI INDONESIA — Menurut survei Monash University, perubahan iklim masih menjadi isu yang sulit dipahami dan kurang menarik perhatian masyarakat. Hal ini bukan karena belum ada upaya penyadartahuan kepada masyarakat, namun selama ini strategi yang dilakukan oleh aktivis lingkungan belum mampu mendorong perubahan di level struktural.
Hasil penelitian Communication for Change (C4C) dan Development Dialogue Asia (DDA) juga memperkuat temuan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia merasa perubahan iklim merupakan isu yang abstrak, berjarak, dan impersonal. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa salah satu penyebab perubahan iklim dianggap sebagai isu yang jauh dari kehidupan sehari-hari masyarakat adalah penggunaan bahasa yang sulit dipahami dalam pesan atau kampanye perubahan iklim.
Baca juga: Menyuarakan Aksi Perubahan Iklim pada Festival Forum KTI IX 2023
Kampanye Perubahan Iklim Melalui Konser Musik
Salah satu upaya mendekatkan isu perubahan iklim kepada masyarakat, melalui pergelaran konser musik, seperti Pesta Raya Flobamoratas (PRF). Flobamoratas sendiri merupakan akronim dari pulau-pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu dari Flores, Sumba, Timor, Alor, Rote, Lembata, dan Sabu.
Pesta Raya Flobamoratas sudah dilaksanakan sejak 2022 dan akan menjadi acara konser musik tahunan supaya narasi dan kampanye aksi iklim dari Provinsi NTT selalu bergaung ke tingkat nasional, bahkan global.
Tahun ini, Pesta Raya Flobamoratas kembali digelar dengan membawa pesan “Semangat Flobamoratas tanpa Batas dalam Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim”. Selain itu, yang membedakan dengan tahun lalu, Pesta Raya Flobamoratas Tahun 2023 diselenggarakan dalam bentuk rangkaian acara, yaitu praacara, acara utama, dan pascaacara.
Puncak acara Pesta Raya Flobamoratas dilaksanakan selama dua hari, yaitu pada 3 hingga 4 November 2023 di Water Park Kota Kupang.
Keseruan Hari Pertama
Sesuai dengan pesan kunci “Semangat Flobamoratas tanpa Batas”, acara ini tidak hanya untuk kelompok umur tertentu, namun juga dapat dihadiri oleh semua kelompok umur, mulai dari anak-anak hingga lansia.
Inklusivitas tersebut terlihat dari pembukaan Pesta Raya Flobamoratas yang melibatkan anak-anak dalam lomba mewarnai. Pesan perubahan iklim disampaikan secara tidak langsung melalui kertas gambar yang perlu diwarnai oleh para peserta lomba yang menunjukkan aktivitas gotong-royong untuk membersihkan lingkungan.
Lomba mewarnai ini berlangsung selama dua jam, dari pukul 16.00 hingga 18.00 WITA dan diikuti oleh lebih dari 35 anak berusia 9 hingga 12 tahun. Sebagai bentuk penghargaan, akan dipilih enam anak sebagai Juara Harapan III, II, dan I serta Juara Umum III, II, dan I.
Sembari menunggu lomba mewarnai, acara diisi oleh Koalisi Pangan Baik yang menyuguhkan aneka pangan lokal dari Provinsi NTT, seperti ohu nome (nasi putu dari ubi kayu) dengan sayur rumpu rampe, lawar rumput laut, ikan kolo (ikan yang dibakar dalam daun lontar), sate siput, dan pepes ikan. Ada juga puding jewawut, kue mangkok sorgum, koil (ubi kayu kering), serta bose leye (jali-jali).
Pameran pangan lokal ini bertujuan untuk memperkenalkan sekaligus mengajak masyarakat, terutama orang muda untuk mencintai dan melestarikan pangan lokal Provinsi NTT. Penonton yang hadir menjadi antusias karena setelah pameran, mereka secara gratis diperbolehkan mencicipi pangan lokal yang tadi dipresentasikan.
Penonton semakin terhibur karena acara dilanjutkan dengan pemutaran film “Climate Witness: Pasir Panjang”. Selesai menonton, mereka diajak berdiskusi terkait aksi iklim yang telah dilakukan oleh local champion. Diskusi dalam bentuk talkshow dengan narasumber Yasinta sebagai local champion yang cerita aksi iklimnya diangkat dalam film “Climate Witness” dan diproduseri oleh Muhammad Ridwan Arif, Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia sekaligus sebagai Ketua Umum Pesta Raya Flobamoratas 2023.
Melalui talkshow tersebut, Yasinta mengajak penonton untuk menjaga kelestarian wilayah pesisir di Provinsi NTT. Dia prihatin dengan kondisi pesisir di Provinsi NTT yang semakin rusak, baik karena sampah yang dibuang sembarangan maupun pembangunan infrastruktur yang tidak berkelanjutan, seperti jogging track di area Pantai Pasir Panjang.
Sementara itu, Ridwan sebagai produser film, menyampaikan bahwa film “Climate Witness” dapat menjadi metode baru untuk menyuarakan isu perubahan iklim ke masyarakat dengan cara yang lebih menarik dan menghibur sehingga lebih banyak masyarakat yang terpapar dengan isu perubahan iklim.
Selanjutnya, penonton dibuat tertawa dengan stand up comedy yang menampilkan Jharot Sabu dan Alfred Ullu sebagai komika. Sebagai bentuk penegasan nilai inklusif, salah satu komika tersebut merupakan penyandang disabilitas tunanetra, yaitu Alfred. Ketika tampil, dia menceritakan kisahnya sebagai penyandang disabilitas dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di Provinsi NTT.
Keseruan hari pertama dilanjutkan dengan penampilan medley tarian tradisional dan modern oleh sanggar tari Lopo Gaharu dan Flava Wolves. Meskipun matahari sudah terbenam, penonton tetap bersemangat menikmati penampilan tersebut.
Sebelum menuju puncak acara yaitu konser musik, terlebih dulu penonton mendengarkan sambutan dari Arti Indallah Tjakranegara selaku Country Engagement – Amplifying Voices for Just Climate Action of Hivos. Arti menjelaskan bahwa Pesta Raya Flobamoratas merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong aksi iklim melalui penggabungan seni dan aktivisme.
“Pesan kunci Pesta Raya Flobamoratas tahun ini adalah semangat Flobamoratas tanpa batas dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Harapannya, pembelajaran, dialog, dan cerita dapat terdokumentasi, diadopsi atau direplikasi di berbagai wilayah Indonesia,” ucap Arti.
Kemudian, pergelaran musik yang dimulai malam hari dibuka oleh rapper Chiro MC dilanjutkan Prasendo Band, Komonarcy, Siawora, The Cans, Timor Reggae Family, hingga DJ Adhe Ardians.
Sesuai dengan tujuan awal, Pesta Raya Flobamoratas tidak sekadar konser musik, namun juga wadah menyuarakan isu perubahan iklim bagi semua orang, termasuk para pengisi acara. Di sela-sela pergelaran musik, para pengisi acara berbagi pengalaman pribadi sekaligus mengajak penonton untuk merawat bumi tetap lestari. Misalnya, Chiro MC mengingatkan penonton bahwa setiap individu memiliki kewajiban menjaga bumi ini.
“Musik adalah bahasa universal. Melalui konser ini, kami berharap dapat menggugah hati dan tindakan setiap individu untuk menjaga bumi kita,” jelasnya.
Baca juga: Keadilan Iklim untuk Masyarakat Pesisir
Hari Kedua Pesta Raya Flobamoratas Tahun 2023
Keseruan Pesta Raya Flobamoratas berlanjut hingga esok hari, yaitu 4 November 2023. Pada hari kedua, acara dibuka pukul 17.00 WITA dengan lari sore bersama yang diikuti oleh Kupang Runner, koalisi yang tergabung dalam aliansi Voices for Just Climate Action (VCA), dan masyarakat umum.
Sambil menunggu para pelari kembali ke lokasi acara, juara lomba mewarnai yang telah dilaksanakan pada hari pertama, diumumkan oleh MC. Sertifikat dan hadiah diberikan kepada para juara oleh Ridwan sebagai ketua umum panitia Pesta Raya Flobamoratas dan Arti sebagai perwakilan Hivos.
Salah seorang pemenang, yaitu Chatryn Mandala, mengungkapkan bahwa dia merasa senang karena dapat mengikuti lomba mewarnai se-Kota Kupang yang diselenggarakan oleh Pesta Raya Flobamoratas.
“Senang karena mendapatkan juara. Terima kasih kakak-kakak panitia. Semoga tahun depan ada lomba mewarnai lagi,” kata Chatryn.
Selanjutnya, penonton dihibur dengan penampilan flash mob dan musik bergenre rap oleh Eka Hadi. Pada hari kedua terdapat juga stand up comedy yang menampilkan dua komika, yaitu Bravi Henukh dan Affan Bugis. Penonton semakin terhibur dengan pertunjukan teater oleh Koalisi Adaptasi dan Muro Lembata yang menceritakan aksi iklim di Provinsi NTT.
Saat malam tiba, konser musik digelar dengan penampilan Kupang Music Sensation dan The Cepupu’s Band. Tidak kalah dengan hari pertama, saat konser musik berlangsung, para pengisi acara juga mengajak penonton untuk menjaga kelestarian lingkungan dan bumi, termasuk salah satunya mengimbau penonton untuk tidak membuang sampah sembarangan.
“Alam memberi kehidupan, mulai dari pangan, sandang, dan papan. Jika kita merusak alam, sumber kehidupan kita akan hilang. Maka, mari bersama menjaga alam. Contoh sederhana, sampah yang dihasilkan selama acara ini, dibuang ke tempat sampah,” ajak Etus, vokalis The Cepupu’s Band.
Pertunjukan berlanjut dengan penampilan khusus dari penyanyi nasional, Theresia Margaretha Gultom, yang dikenal dengan nama profesional Dere. Saat Dere tampil, panggung utama sudah dipenuhi oleh lebih dari tiga ribu penonton.
Dere melantunkan lebih dari lima lagu selama pertunjukan dan berbicara tentang pandangannya mengenai isu perubahan iklim. Dia menyampaikan bahwa kondisi bumi saat ini mengalami kerusakan dan tindakan manusia memiliki dampak besar terhadapnya. Oleh karena itu, Dere mengajak penonton untuk menjaga bumi agar manusia dapat terus hidup lama di planet ini.
“Senang sekali bertemu dengan teman-teman di Kupang. Saat ini, bumi sedang tidak sehat. Kita tidak tahu sampai kapan umur bumi. Maka, kita perlu hati-hati dan mawas diri terhadap hal yang dilakukan. Hal kecil yang kita lakukan akan berdampak besar terhadap kondisi bumi,” jelas Dere.
Tidak berhenti di situ, keseruan konser musik tetap berlanjut dengan penampilan dari Sky Band dan ditutup oleh Tiba Tiba Berkaraoke.
Pesan Perubahan Iklim Melalui Instalasi
Selain konser musik, Pesta Raya Flobamoratas menampilkan berbagai instalasi yang menyuarakan isu perubahan iklim, seperti Pojok Ekspresi yang merupakan wadah bagi semua orang menuliskan harapan bagi Provinsi NTT agar dapat mengatasi masalah perubahan iklim.
Dengan cara ini, Pojok Ekspresi ingin menekankan bahwa setiap individu memiliki peran penting dalam mengatasi tantangan perubahan iklim. Harapan-harapan yang terungkap dalam Pojok Ekspresi menjadi simbol semangat bersama untuk menciptakan perubahan positif dan melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga lingkungan di Provinsi NTT.
Tidak jauh dari sana, terdapat Pojok Kita Kenapa, yaitu sebuah instalasi yang terdiri dari papan yang menampilkan lukisan pantai dan dibagi menjadi dua sisi. Satu sisi menampilkan gambar pantai yang indah dan bebas dari sampah, sedangkan sisi lainnya menggambarkan pantai dengan sampah yang mengurangi keindahan pantai tersebut.
Instalasi Pojok Kita Kenapa ingin menggugah penonton untuk lebih peduli terhadap kebersihan pantai dan alam sekitarnya serta mendorong tindakan yang dapat membantu mengurangi sampah plastik dan mengatasi perubahan iklim.
Peran Koaksi Indonesia
Sebagai sebuah aliansi VCA, kolaborasi kuat dari seluruh koalisi dalam penyelenggaraan PRF menjadi sangat penting, mulai dari Koalisi Adaptasi, Koalisi Pangan Baik, Koalisi Kopi, dan Koalisi Sipil. Koalisi Sipil—terdiri atas Koaksi Indonesia dan Yayasan Pikul—diwakili salah satunya oleh Ridwan, panggilan akrab dari Muhammad Ridwan Arif. “Saya bertugas menjadi jembatan antara panitia PRF dengan penanggung jawab kegiatan, yaitu Hivos. Termasuk juga mengoordinasi tim panitia dan memastikan acara berjalan sesuai dengan rencana,” jelas Ketum PRF 2023 ini.
Namun begitu, PRF 2023 tidak akan terlaksana tanpa kerja keras seluruh panitia. “Pembelajaran kami tahun ini banyak sekali, terutama ke internal. Bagaimana caranya supaya pesan kampanye VCA bisa tersampaikan dengan baik,” tambah Ridwan. “Melalui PRF, kami ingin isu perubahan iklim lebih dekat dengan masyarakat karena ini keniscayaan buat kita. Tidak hanya orang-orang yang sudah terpapar dengan isu lingkungan atau para pegiat, tetapi isu lingkungan ini benar-benar sampai ke semua orang.”
Baca juga: Ribuan Orang Menyaksikan Aksi Local Heroes Nusa Tenggara Timur Melalui Film Climate Witness