Pelatihan untuk memperkuat kapasitas 35 pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam mendukung pencapaian target penurunan emisi Indonesia ini diselenggarakan Koaksi Indonesia bersama WWF-Indonesia, ICLEI-Indonesia, dan CDP.
KOAKSI INDONESIA–Perhatian global saat ini tertuju pada terus meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) yang diduga akan melewati batas 1,5°C. Secara umum, upaya mengatasi perubahan iklim terbagi menjadi mitigasi dan adaptasi. Menurut Peraturan Presiden RI No. 98 Tahun 2021, aksi mitigasi perubahan iklim adalah kegiatan yang dapat mengurangi emisi GRK, meningkatkan serapan karbon, dan/atau penyimpanan/penguatan cadangan karbon, sedangkan aksi adaptasi adalah tindakan menyesuaikan diri dalam mengantisipasi pengaruh buruk nyata dengan membangun strategi antisipasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang menguntungkan.
Dalam konteks mitigasi perubahan iklim, upaya ini dilakukan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Salah satu langkah perencanaan aksi mitigasi perubahan iklim adalah melakukan inventarisasi GRK. Perpres No. 98/2021 mendefinisikan inventarisasi GRK sebagai kegiatan memperoleh data dan informasi terkait tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan penyerapnya.
Baca Juga: Kejar Target Tekan Emisi Gas Rumah Kaca Perlu Komitmen Seluruh Sektor
Pemerintah baik nasional dan daerah telah berupaya memaksimalkan inventarisasi GRK. Akan tetapi, pelaksanaan inventarisasi GRK terutama di daerah belum berjalan optimal. Penyelenggaraan inventarisasi GRK yang belum optimal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti regulasi, sumber daya manusia (SDM), finansial, dan data. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Koaksi Indonesia bersama WWF-Indonesia, ICLEI-Indonesia, dan CDP menyelenggarakan inventarisasi GRK untuk 35 pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota pada 14–17 Mei 2024 di Jakarta.
Memfasilitasi Peserta
Peserta yang hadir pada pelatihan inventarisasi GRK mencapai lebih dari 70 orang dengan perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Secara khusus Koaksi Indonesia mengundang Kabupaten Sigi, Kabupaten Siak, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Musi Banyuasin. Undangan ini diberikan berkaitan dengan toolkit inventarisasi GRK yang sudah dan akan dilakukan Koaksi Indonesia.
Pada tahun 2020, Koaksi Indonesia telah membuat toolkit inventarisasi GRK di sektor limbah dan energi. Kemudian, pada tahun ini Koaksi Indonesia berencana membuat toolkit yang sama namun untuk sektor AFOLU. Koaksi Indonesia mengundang keempat kabupaten tersebut agar memperoleh informasi terkait tantangan dan peluang yang dihadapi oleh daerah saat melakukan inventarisasi GRK. Terlebih lagi, sektor AFOLU di keempat kabupaten ini menyumbang emisi GRK yang relatif besar sehingga perspektif mereka dapat berguna dalam proses pembuatan toolkit inventarisasi GRK di sektor AFOLU.
Perwakilan Koaksi Indonesia yang terdiri dari Azis Kurniawan, Indra Sari Wardhani, Eties Kurniawati, Salsabila Armitha, dan Dwi Tamara menjadi asisten trainer dalam pelatihan tersebut.
Agar pelatihan berjalan dengan efektif, peserta dibagi menjadi 10 kelompok dengan setiap kelompok terdiri dari tiga hingga empat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sebagai asisten trainer, perwakilan Koaksi Indonesia bertanggung jawab membantu trainer menyiapkan materi pelatihan. Di samping itu, perwakilan Koaksi Indonesia berperan memfasilitasi kegiatan kelompok saat sesi pelatihan berlangsung. Misalnya, asisten pelatih akan menjelaskan ulang materi pelatihan bagi peserta yang masih membutuhkan penjelasan lebih detail, termasuk membantu peserta menghitung emisi GRK
Agenda Dua Hari Pertama
Acara dibuka dengan sambutan Arif Wibowo selaku Country Manager ICLEI-Indonesia. Beliau menekankan pentingnya inventarisasi GRK dalam mengatasi perubahan iklim. “Inventarisasi GRK adalah tahap awal bagi pemerintah daerah untuk mendesain proyek aksi iklim yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan faktual di lapangan,” tegas Arif.
Dilanjutkan dengan sesi pleno yang diawali dengan presentasi dari Allan Rosehan, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Beliau menyampaikan bahwa penyelenggaraan inventarisasi GRK di tingkat daerah provinsi dan kabupaten/kota masih menghadapi beberapa tantangan. “Kendala yang menghambat penyelenggaraan inventarisasi GRK di tingkat daerah mencakup data yang terbatas, kelembagaan yang belum optimal, dan kapasitas SDM yang belum memadai,” tambah Allan.
Selanjutnya, tantangan terkait kelembagaan dibahas pada sesi presentasi oleh Arief Fibriyanto, Analis Hukum Ahli Muda di Kementerian Dalam Negeri. Beliau menyampaikan bahwa perubahan iklim merupakan masalah lintas sektor sehingga diperlukan koordinasi antarlembaga daerah. “Perubahan iklim merupakan masalah lintas bidang urusan pemerintahan. Untuk mengatasi tantangan tersebut, saat ini sudah ada Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri PPN/Bappenas yang mengamanatkan penyusunan pedoman inventarisasi GRK berdasarkan urusan dan wewenang pemerintah daerah,” ungkap Arief.
Baca Juga: Mengenal Sistem Pencatatan Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia
Pada sesi pleno ini juga teridentifikasi bahwa pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota menghadapi tantangan lain, yaitu akses pendanaan iklim yang terbatas. Solusi untuk mengatasi tantangan tersebut dibahas pada pemaparan Irwan Dharmawan, Analis Kebijakan Ahli Madya di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. “Beberapa sumber pendanaan iklim yang dapat diakses oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota antara lain hibah, pinjaman/pembiayaan pembangunan, APBN, dan insentif,” jelas Irwan.
Setelah sesi pleno, peserta dipersilakan untuk bertanya kepada para narasumber. Pada sesi diskusi tersebut, peserta tampak antusias bertanya terkait tantangan yang dihadapi selama pelaksanaan inventarisasi GRK. Sebagian besar peserta bertanya terkait sumber pendanaan iklim yang dapat diakses oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, terutama sumber pendanaan yang berasal dari non-APBN atau non-APBD.
Acara selanjutnya adalah sesi pelatihan inventarisasi GRK sektor limbah yang dipandu oleh Susiani Susanti, ahli inventarisasi GRK di sektor limbah. Pelatihan ini berlangsung dalam dua sesi, yaitu sesi pertama dilaksanakan pada 14 Mei 2024 (siang hingga sore hari) dan sesi kedua dilaksanakan pada 15 Mei 2024 (pagi hingga siang hari).
Agar pelatihan menjadi lebih menarik, sesi pemaparan cara perhitungan inventarisasi GRK diselingi dengan latihan menghitung emisi GRK. Sesi pertama membahas pelatihan terkait perhitungan emisi GRK di sektor limbah dari aktivitas penimbunan dan pengelolaan biologi. Pada sesi kedua, Susi menjelaskan perhitungan emisi GRK di sektor limbah dari aktivitas pembakaran sampah terbuka, insinerator, dan pengelolaan air limbah domestik.
Agenda Dua Hari Terakhir
Acara dilanjutkan dengan pelatihan inventarisasi GRK di sektor energi dengan trainer Jannata Giwangkara dari Climateworks Centre. Pelatihan ini juga dilakukan dalam dua sesi, yaitu sesi pertama pada 15 Mei 2024 (siang ke sore hari) dan sesi kedua pada 16 Mei 2024 (pagi ke siang hari). Sesi pertama pelatihan ini diisi dengan pemaparan metode perhitungan emisi GRK di sektor energi dilanjutkan dengan latihan perhitungan secara langsung pada sesi kedua.
Berbeda dengan dua sektor sebelumnya, pelatihan inventarisasi GRK di sektor AFOLU hanya dilakukan dalam satu sesi, yaitu pada 16 Mei 2024 (siang ke sore hari) dan dipandu oleh Ari Suharto dari Carbon and Environmental Research (CER) Indonesia. Meskipun hanya dilakukan dalam satu sesi, pada sesi ini peserta memperoleh pelatihan untuk menghitung emisi GRK di subsektor peternakan, pertanian, dan kehutanan.
Pada hari terakhir, peserta melakukan perhitungan target perhitungan emisi GRK dengan narasumber Sabila Elsa, perwakilan WWF-Indonesia. Kemudian, Azis Kurniawan selaku Manajer Kebijakan dan Advokasi Koaksi Indonesia menjelaskan rencana tindak lanjut dari pelatihan inventarisasi GRK. Pada paparannya, Azis menjelaskan template dokumen yang dapat memudahkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota memperoleh data untuk menghitung emisi GRK beserta sumber data alternatif.
Sambutan dari Aria Nagasastra selaku Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia menutup rangkaian pelatihan selama empat hari itu. Beliau menegaskan bahwa dampak perubahan iklim yang semakin luas menunjukkan bahwa upaya mitigasi perubahan iklim harus segera dilakukan.
“Kini era global warming bergerak ke era yang lebih buruk lagi, yaitu global boiling. Sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang efektif sungguh penting dalam menetapkan target dan perencanaan aksi iklim bertahap yang sesuai. Melakukan inventarisasi GRK adalah entry point untuk mengukur dan menjaga arah pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tetap pada jalurnya,” tutup Aria.
Seluruh peserta pelatihan sudah kembali ke daerah masing-masing dengan membawa pengetahuan dan keterampilan melakukan inventarisasi GRK dari pelatihan selama empat hari ini. Penguatan kapasitas yang sudah mereka terima dapat mereka bagikan di daerah masing-masing. Dengan demikian, pemerintah setiap daerah dapat berkolaborasi meningkatkan akurasi dan kontinuitas pelaporan inventarisasi GRK serta menentukan target pengurangan emisi GRK yang dapat dilakukan melalui berbagai aksi iklim sesuai dengan kondisi daerah mereka.
Pencapaian target penurunan emisi GRK yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia memang merupakan proses yang panjang dan membutuhkan kolaborasi dalam menjalaninya. Sebagai organisasi nirlaba yang berperan sebagai simpul jejaring dan simpul pembelajaran untuk solusi dan aksi inovatif yang berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayah Nusantara, Koaksi Indonesia telah melakukan satu langkah menuju Indonesia yang bebas emisi.