Koaksi Indonesia menginisiasi kegiatan penyadartahuan mengenai green jobs di Indonesia melalui Ruang Aksi Goes to Campus dengan tema “Green Jobs di Era Transisi Energi: Peluang dan Harapan Orang Muda dalam Meniti Karier di Masa Depan”.
KOAKSI INDONESIA—Belakangan ini, banyak perusahaan di Indonesia terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), memicu kekhawatiran dan ketidakpastian di kalangan anak muda yang sedang mencari pekerjaan.
Di tengah kondisi ini, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam beralih dari energi berbasis bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Transisi ini tidak hanya menjadi kebutuhan ekologis yang mendesak, tetapi juga menawarkan peluang besar untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang ramah lingkungan.
Green jobs muncul sebagai solusi potensial bagi generasi muda yang menginginkan karier stabil dan bermakna bagi lingkungan. Pekerjaan ramah lingkungan ini tidak hanya memberikan peluang karier yang menjanjikan, tetapi juga memungkinkan anak muda berkontribusi nyata terhadap pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Green Jobs: Pekerjaan Ramah Lingkungan
Namun, keberhasilan transisi menuju green jobs memerlukan investasi besar dalam pelatihan dan pendidikan, agar orang muda memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memasuki pasar kerja baru ini.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran penting dalam mendorong transformasi sosial. Menjelang Indonesia Emas 2045, mereka akan berada di usia produktif dan memegang tanggung jawab besar untuk membantu masyarakat menghadapi tantangan krisis iklim melalui upaya mitigasi dan adaptasi yang berkelanjutan.
Melihat peluang ini, Koaksi Indonesia menginisiasi kegiatan penyadartahuan mengenai green jobs di Indonesia melalui Ruang Aksi Goes to Campus. Dengan tema “Green Jobs di Era Transisi Energi: Peluang dan Harapan Orang Muda dalam Meniti Karier di Masa Depan”, acara ini berhasil digelar di empat kampus di wilayah Jakarta dan Bogor, yaitu Universitas Indonesia, IPB University, Universitas Pertamina, dan Universitas Kristen Indonesia yang dihadiri lebih dari 600 mahasiswa.
Rangkaian kegiatan Ruang Aksi Goes to Campus ini melibatkan pemerintah, akademisi, dan praktisi yang sudah berpengalaman di bidang green jobs untuk membahas isu-isu yang relevan dengan keresahan anak muda.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi, mengatakan bahwa Jakarta telah mengambil langkah konkret dalam pengembangan energi terbarukan yang mampu menciptakan green jobs.
“Contohnya adalah Perda No. 5 Tahun 2023, yang mencakup rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan target kapasitas sebesar 200 MW untuk periode 2025—2030,” ungkap Dr. Ir. Hari Nugroho, M.M., Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta pada saat Ruang Aksi Goes to Campus di Universitas Pertamina.
Dia menambahkan bahwa pemerintah daerah telah bekerja sama dengan sektor industri dan akademisi untuk mengembangkan ekosistem yang kondusif bagi transisi energi berkelanjutan, seperti memberikan pelatihan teknis dan penelitian mengenai energi terbarukan.
Di IPB University, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) mengungkapkan perannya dalam mendukung penciptaan dan pengembangan green jobs di Indonesia, terutama bagi kaum muda yang ingin berkarier di sektor ini.
“BPDLH berinisiatif untuk memberikan program pendanaan dan pembiayaan untuk energi terbarukan seperti solar PV untuk fasilitas sosial. Insentif 50% hingga 100% akan diberikan untuk instalasi panel surya dan pinjaman bersubsidi untuk rumah hijau,” ujar Eko Prasondita, Perwakilan Direktur Penyaluran Dana BPDLH.
“Pembiayaan ini dapat diakses oleh pengusaha muda atau startup yang bergerak di sektor green jobs,” tambahnya.
Program Prakerja juga menunjukkan keseriusannya dalam mendukung tenaga kerja untuk menghadapi transisi energi dan green jobs. Prakerja bekerja sama dengan industri untuk memahami keterampilan yang dibutuhkan, seperti di sektor pariwisata, pertanian, dan kelautan.
“Prakerja juga mengintegrasikan kebijakan keterampilan hijau (green skills) yang sejalan dengan tujuan SDGs, seperti pekerjaan layak, kemitraan, dan perlindungan lingkungan. Program ini mempersiapkan tenaga kerja untuk bekerja di sektor-sektor ramah lingkungan, seperti pertanian berkelanjutan, pariwisata, dan energi terbarukan,” ungkap Ferdy Fabian, Manajer Pengembangan Ekosistem Sektor Publik PMO Prakerja di Universitas Indonesia, Universitas Pertamina, dan Universitas Kristen Indonesia.
Koaksi Indonesia, sebagai organisasi masyarakat sipil yang turut mengampanyekan green jobs, mengungkapkan bahwa green jobs merupakan pekerjaan yang layak dan berkontribusi positif terhadap lingkungan. Riset yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia menunjukkan bahwa prospek green jobs di sektor energi terbarukan di Indonesia sangat menjanjikan.
“Tren global dan nasional menunjukkan peningkatan permintaan yang signifikan untuk green jobs. Salah satu indikatornya adalah data dari LinkedIn yang menunjukkan peningkatan profesi terkait keberlanjutan di berbagai sektor,” ujar Fitrianti Sofyan, Manajer Komunikasi dan Kampanye Koaksi Indonesia, pada saat Ruang Aksi di IPB University.
Empat kampus ini pun menyatakan kesiapannya dalam membantu mahasiswa mendapatkan keterampilan hijau dengan berbagai cara.
Universitas Indonesia, diwakili oleh Dr. Geger Riyanto, Dosen Ilmu Antropologi, mengatakan, “Pendidikan formal di universitas memegang peran besar dalam meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang isu-isu lingkungan dan transisi energi.”
Baca Juga: Jakarta Siap Menyambut Green Jobs untuk Menjadi Kota yang Ramah Lingkungan
Dia menambahkan, “Beberapa jurusan, terutama di fakultas teknik, mulai fokus pada pengembangan produk-produk yang mendukung keberlanjutan. Sementara itu, di fakultas sosial-humaniora, riset lebih diarahkan pada dampak sosial dari perubahan teknologi. Salah satu contoh inisiatif di kampus adalah mata kuliah yang mengintegrasikan energi terbarukan ke dalam pembahasannya, yang bertujuan mempersiapkan mahasiswa untuk beradaptasi dengan tren global yang semakin berfokus pada keberlanjutan.”
Sementara itu, Dr. I Putu Santikayasa, S.Si., M.Sc., Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi di IPB University, menyampaikan, “Kurikulum IPB telah dirancang untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan tentang green jobs di semester awal. Contohnya, mahasiswa baru sudah diperkenalkan dengan konsep pertanian inovatif, di mana mereka diajarkan pentingnya pertanian yang berkelanjutan sejak awal studi.”
Muhammad Husni Mubarrak Lubis, S.T., M.S., Kepala Direktorat Kemahasiswaan Universitas Pertamina, mengungkapkan, “Di kampus kami, kurikulum yang berfokus pada efisiensi energi, keberlanjutan, dan teknologi ramah lingkungan sedang dikembangkan.”
Selain itu, dari Universitas Kristen Indonesia menyampaikan contoh inisiatif nyata di kampus, yaitu pembentukan pusat studi yang berfokus pada SDGs, yang sering mengadakan diskusi, seminar, dan gelar wicara untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai ekonomi hijau dan tantangan transisi energi.
“Program-program ini tidak hanya ditujukan bagi mahasiswa teknik, tetapi juga mahasiswa di bidang-bidang lain seperti komunikasi dan manajemen, sehingga cakupannya lebih luas,” ujar Leonard F. Hutabarat, S.IP., M.Si., Ph.D., Associate Professor Universitas Kristen Indonesia.
Pihak swasta juga berperan penting dalam menciptakan ekosistem green jobs. Maria Kayla Augusta, Corporate Marketing ATW Solar Indonesia, menyampaikan bahwa ATW Solar Indonesia mendukung transisi energi melalui berbagai inisiatif. Dia menyampaikan kebutuhan perusahaannya untuk membentuk ekosistem green jobs.
“Perusahaan membutuhkan SDM yang memiliki keterampilan teknis, seperti kelistrikan, rekayasa energi, dan manajemen proyek energi terbarukan,” jelasnya ketika di IPB University.
Selain ATW Solar Indonesia, perusahaan energi terbarukan PT Sumber Energi Surya Nusantara (SESNA Group) menyampaikan bahwa inovasi teknologi menjadi kunci utama dalam mendukung keberlanjutan, terutama di sektor energi bersih.
“Perusahaan seperti SESNA melakukan investasi yang signifikan dalam penelitian dan pengembangan untuk solusi energi bersih, termasuk teknologi panel surya dan baterai penyimpanan energi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem energi terbarukan yang diterapkan di berbagai wilayah. Selain itu, inovasi dalam teknologi penyimpanan energi memungkinkan perusahaan mengatasi tantangan utama dalam transisi energi, seperti kestabilan jaringan listrik di daerah terpencil,” ungkap Marcel Bonifacio Tirta Wijata, Business Developer PT Sumber Energi Surya Nusantara di Universitas Kristen Indonesia.
Tidak hanya perusahaan energi terbarukan, usaha sektor pertanian berpeluang besar menciptakan green jobs. Adi Dwianto, Pemilik dan Pengelola Rumah Mahika, mempraktikkan pertanian berkelanjutan dengan mengusung visi “Sabilulungan Pangan” atau gotong royong pangan. Visi ini diwujudkan melalui pendekatan agroekologis yang menekankan sistem pertanian yang selaras dengan alam.
Di IPB University, Adi menjelaskan, “Rumah Mahika mendukung anak muda melalui gerakan kolektif, di mana orang yang tertarik dapat menjadi sukarelawan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Kami juga membantu generasi muda memahami aspek teknis dan ekonomi dalam pertanian berkelanjutan, menciptakan platform bagi mereka yang ingin memulai karier di sektor ini.”
Setelah sesi gelar wicara, mahasiswa antusias untuk bertanya kepada narasumber di masing-masing kampus. Dika, mahasiswa Program Studi Fisika Universitas Indonesia, bertanya, “Green jobs memiliki cakupan yang luas dan sebenarnya bukan hal baru. Misalnya, seorang PNS bisa dianggap sebagai bagian dari green jobs jika dia berperan dalam mengelola tata kota agar lebih ramah lingkungan. Apakah pernah dipertimbangkan untuk mengalihkan pekerjaan yang sudah ada menjadi green jobs daripada menciptakan pekerjaan baru?”
Baca Juga: Kabar Green Jobs Sejak 17 Tahun Lalu, Sejauh Mana Pengembangannya di Indonesia?
Andono Warih dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta menjawab, “Green jobs tidak hanya menciptakan pekerjaan baru, tetapi juga bagaimana pekerjaan yang sudah ada bisa berdampak positif terhadap lingkungan. Yang penting adalah mindset—jika kita sudah mengutamakan lingkungan, apa pun pekerjaan kita bisa menjadi bagian dari green jobs.”
Antusiasme mahasiswa juga terlihat dari pertanyaan Jason dari Sekolah Vokasi IPB University, yang menanyakan peluang dan harapan bagi generasi muda dalam green jobs, meskipun minat terhadap isu lingkungan kadang menurun.
Adi, dari Rumah Mahika, menjawab, “Ada indikasi bahwa tren minat generasi muda terhadap green jobs dapat ditingkatkan melalui pendekatan yang relevan. Misalnya, di sektor pangan berkelanjutan, terdapat perubahan gaya hidup, di mana konsumen semakin memilih pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan.”
Di Universitas Kristen Indonesia, salah seorang peserta menanyakan pandangan narasumber mengenai ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia, khususnya di daerah seperti Papua, di mana masyarakat masih belum mendapatkan akses yang adil terhadap peluang pekerjaan.
Ferdy Fabian, Manajer Pengembangan Ekosistem Sektor Publik PMO Prakerja, menjawab bahwa di Indonesia terdapat kesenjangan keterampilan yang signifikan, terutama di daerah-daerah terpencil seperti Papua. Sebagian besar angkatan kerja di Indonesia masih berpendidikan setingkat SMP dan SMA, sehingga program seperti Prakerja sangat diperlukan untuk memberikan pelatihan dasar, seperti MS Excel dan public speaking, yang relevan bagi industri dan UMKM.
Acara Ruang Aksi Goes to Campus ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga membangkitkan semangat generasi muda untuk lebih memahami peluang dan tantangan dalam green jobs.
Meski rangkaian Ruang Aksi Goes to Campus tahun ini telah berakhir, semangat untuk menularkan informasi dan inspirasi tentang green jobs kepada anak muda tidak akan berhenti di sini. Nantikan diskusi seru tentang green jobs di kampus-kampus berikutnya.