Perubahan iklim memicu dampak yang lebih luas. Tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga ekonomi, politik, dan kesehatan yang pada akhirnya memengaruhi aktivitas manusia. Perubahan iklim yang berdampak pada kehidupan hingga menimbulkan kecemasan atau kekhawatiran disebut eco-anxiety.
KOAKSI INDONESIA — Perubahan iklim kian mengkhawatirkan. Kejadian bencana akibat cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan badai terus meningkat. Belum lagi, dampak jangka panjang yang semakin mengancam.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto mengatakan terdapat kenaikan jumlah kejadian bencana alam hingga 82% dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2022.
Sering kali, perubahan iklim hanya terlihat berdampak pada lingkungan, kesehatan fisik dan kerugian finansial. Ternyata, perubahan iklim juga memengaruhi kesehatan mental masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca juga: Mengulas Komitmen Calon Pemimpin untuk Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan
Mendefinisikan Kecemasan Lingkungan
Kecemasan merupakan salah satu dari perasaan normal yang dirasakan manusia sebagai respons terhadap bahaya sehingga mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman.
Saat ini, kita hidup di masa yang penuh dengan kecemasan, sebut saja dari pandemi COVID-19, perubahan teknologi, perubahan iklim dan tantangan lain yang menimbulkan ketidakpastian, rasa tidak aman, dan tidak berdaya.
Kekhawatiran akan masa depan akibat perubahan iklim memicu rasa takut, marah, kelelahan, stres, dan kesedihan, yang disebut dengan kecemasan lingkungan atau eco-anxiety.
Istilah eco-anxiety telah banyak digunakan oleh media sejak 2017. Greta Thunberg menjadi salah satu tokoh aktivis lingkungan muda yang paling vokal menyuarakan kecemasan terhadap perubahan iklim dan mengenalkan eco-anxiety kepada masyarakat.
Eco-anxiety dapat diartikan dengan kecemasan yang berkaitan dengan stres atau tekanan yang disebabkan oleh perubahan iklim atau pemikiran tentang perubahan tersebut.
Kecemasan ini dipicu oleh rasa lelah akibat paparan informasi yang meresahkan tentang kerusakan lingkungan. Kemudahan akses informasi melalui media sosial dan telepon genggam dapat meningkatkan level eco-anxiety.
Perubahan Sikap dan Respons Masyarakat
Kecemasan lingkungan dapat dirasakan secara berbeda tergantung pada persepsi individu terhadap perubahan iklim. Faktor sosial, politik, dan geografis dapat memengaruhi masyarakat dalam merespons kecemasan iklim.
Menurut peneliti kecemasan lingkungan Michel Bourban, ada tiga kategori yang paling rentan mengalami eco-anxiety: (1) orang yang terpapar langsung dengan bencana ekologi; (2) peneliti lingkungan yang menangani isu iklim; serta (3) anak-anak dan remaja.
Baca juga: Pertanian 4.0 untuk Menjawab Adaptasi Iklim dan Membuka Peluang Kerja
Kerentanan anak-anak dan remaja terhadap eco-anxiety disebabkan oleh ketidaksiapan fisik dan fisiologis, paparan langsung terhadap lingkungan, ketergantungan mereka kepada orang dewasa, dan besarnya tanggungan risiko perubahan iklim dalam kehidupan mereka.
Misalnya, trauma yang dialami oleh anak-anak di Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat badai Seroja menjadi salah satu kerentanan mereka terhadap eco-anxiety. Saat angin menerjang, anak-anak berlari ketakutan ke tempat yang jauh dari pesisir.
Namun, eco-anxiety memberikan dampak positif dalam mengubah perilaku untuk mendukung lingkungan. Hal ini mencerminkan bahwa emosi negatif memiliki peran untuk memotivasi dalam bertindak.
Di Indonesia, sebuah studi menunjukkan bahwa eco-anxiety mendorong seseorang untuk mengurangi kerusakan alam dengan membeli produk ramah lingkungan.
Langkah Mengatasi Kecemasan Lingkungan
Walaupun belum ada “obat” khusus, namun terdapat studi global yang mengkaji cara untuk mengatasi eco-anxiety.
a. Mengambil tindakan
Terapkan perilaku ramah lingkungan dalam berkegiatan saat ini atau di masa yang akan datang. Misalnya, mengadopsi budaya zero waste. Upaya ini dapat mengurangi emosi negatif terhadap dampak perubahan iklim.
b. Mengajak untuk beraksi
Cobalah mengajak orang lain untuk menerapkan hidup yang mendukung lingkungan dan mengambil aksi di lingkungan mereka sendiri
c. Tetap optimis
Lihat sisi lain dari bahaya perubahan iklim dengan menjadikan ancaman tersebut sebagai tantangan dalam mencari upaya positif dan adaptif yang bisa dilakukan.
d. Mencari dukungan sosial
Terlibat dalam komunitas lokal dapat meningkatkan kekuatan pribadi dan kolektif serta memberikan penyangga untuk mengatasi kecemasan lingkungan.
Hubungan antara perubahan iklim dan kesehatan mental yang terbentuk menjadi eco-anxiety, merupakan masalah global yang terus berkembang.
Apabila kecemasan ini menjadi berlebihan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, kesejahteraan secara keseluruhan atau merasa membutuhkan bantuan profesional, tidak perlu ragu untuk meminta bantuan profesional.