Golongan Hutan adalah upaya advokasi publik beberapa organisasi masyarakat di bidang lingkungan untuk meningkatkan pemahaman publik, terutama orang muda usia 17 hingga 25 tahun, tentang pentingnya penyelamatan hutan dan lingkungan hidup selama kampanye Pemilu 2019 berlangsung dan untuk menegaskan sikap politik dan keberpihakan para pasangan calon presiden dan wakil presiden terhadap kondisi hutan Indonesia demi menyelamatkan status Indonesia sebagai pemilik hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo (Rainforest Alliance). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jika laju deforestasi dibiarkan, duapertiga hutan Kalimantan terancam hilang dan menyisakan tinggal sepertiganya pada tahun 2020.
Golongan Hutan membangun situs web untuk memberikan informasi komprehensif tentang deforestasi dan korupsi sumber daya alam sekaligus untuk menjadi media interaksi bagi publik dan para calon pemimpin negara, termasuk meminta KPU memasukkan topik SDA dan lingkungan hidup dalam debat capres. Siapa saja bisa ikut berpartisipasi untuk mendesak sikap kandidat agar Indonesia tidak jatuh ke tangan koruptor yang semena-mena gadaikan hutan. Informasi lebih lengkap di www.golonganhutan.com
Total pertanyaan yang masuk ke platform Golongan Hutan hingga 21 Maret 2019 mencapai 5.772 buah dan semuanya terkait penyelamatan hutan dan lingkungan hidup. Angka ini menunjukkan tingkat kepedulian yang cukup tinggi pada isu tersebut, terutama pasca penyelenggaraan Debat Calon Presiden (Capres) putaran kedua bertema Pangan, Energi, Infrastruktur, Sumber Daya Alam (SDA), dan Lingkungan Hidup yang digelar pada 17 Februari 2019 lalu.
Platform yang memfasilitasi interaksi publik dengan kandidat paslon capres – cawapres dan calon wakil rakyat menjadi sangat penting menjelang Pemilu 17 April 2019 mendatang karena ini adalah kesempatan bagi publik untuk menilai sejauh mana gagasan, komitmen, dan kebijakan strategis mereka dapat berkontribusi menyelesaikan sengkarut masalah hutan dan lingkungan hidup. Lima ribuan pertanyaan yang diajukan telah diakumulasi sejak tanggal 20 Desember 2018, termasuk 501 desakan untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang meminta agar memasukkan pertanyaan terkait hutan dan lingkungan hidup dalam Debat Capres terakhir pada tanggal 13 April 2019 mendatang.
Topik pertanyaan yang paling sering ditanyakan publik melalui platform Golongan Hutan adalah solusi yang ditawarkan masing-masing capres dan cawapres terkait penggundulan hutan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, antara lain:
- Kalau ada perusahaan sawit, tambang, atau kertas yang mau membiayai kampanye Anda, bagaimana sikap Anda?
- Indonesia punya komitmen mengurangi emisi karbondioksida sampai 29% hingga tahun 2030. Tapi kalau melihat kondisinya sekarang, paling banyak hanya bisa turun 19%. Apa rencana Anda terkait hal ini?
- Apa solusi Anda terkait hutan yang dialihfungsikan menjadi jutaan hektar kebun sawit dan berdampak negatif pada lingkungan dan juga merugikan masyarakat adat?
Menurut pantauan tim pengelola platform Golongan Hutan, semua pertanyaan dan desakan yang masuk dari publik dan telah disalurkan ke akun resmi media sosial keempat kandidat paslon capres dan cawapres ini tidak mendapat jawaban. Empat akun resmi partai politik yang eksis di parlemen saat ini pun (Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para netizen muda. Hingga kini, respon terhadap pertanyaan hanya datang dari satu partai, yaitu untuk pertanyaan: bagaimana solusi agar perusahaan perkebunan dan tambang bisa lebih taat peraturan.
Koalisi Golongan Hutan memandang, perhatian dan ketegasan kandidat paslon capres dan cawapres menjadi modal kuat bagi kebijakan dan program perlindungan hutan dan lingkungan hidup untuk lima tahun ke depan. Perlu menjadi catatan juga bagi mereka bahwa Indonesia telah menandatangani komitmen Paris Agreement pada tahun 2015 untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dari 41%. Komitmen ini wajib dijaga untuk menegakkan kredibilitas negara di tingkat internasional, serta integritas bangsa dalam menjaga kedaulatan alam, lingkungan, dan keanekaragaman hayati yang menjadi identitas Indonesia.
Khalisah Khalid, Koordinator Golhut, dan Koordinator Desk Politik WALHI, menyatakan, “Jika melihat masih belum adanya respon para kandidat dan minornya respon dari partai politik menunjukkan bahwa mereka berjarak dengan penyelamatan hutan dan sumber daya alam. Jarak ini bisa menjadi tanda bahwa mereka belum sungguh-sungguh memiliki agenda penyelamatan hutan dan pemberantasan korupsi SDA, atau para kandidat belum mampu memutus atau bahkan bagian dari rantai relasi antara modal dan kekuasaan politik.”
Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif Kemitraan, mengingatkan, “Pada akhir Mei 2019 nanti, atau kurang dari tiga bulan lagi, salah satu kebijakan pro-kehutanan, yakni penghentian (moratorium) perizinan baru di hutan primer dan lahan gambut akan berakhir. Kedua Inpres, baik Inpres nomor 6 tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan Inpres nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, harus diperpanjang masa berlakunya, ditingkatkan status hukumnya, dan disertai dengan penetapan target terukur dan penanggungjawab di masing-masing sektor.”
“Salah satu tolak ukur keberpihakan para legislator terhadap kepentingan publik dapat diindikasikan dari komitmen dan kemauannya mendukung upaya melestarikan lingkungan, mencegah bencana, dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan,” tegas Nadia Hadad, Strategic Development Director Yayasan Madani Berkelanjutan. Tambahnya lagi, “Dari hasil kajian kami, 10 dari 49 RUU yang disahkan tidak ada satupun yang terkait dengan Lingkungan Hidup. Padahal, ada dua RUU penting yang harusnya sudah disahkan yaitu RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.”
Nuly Nazlia, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia, menyampaikan salah satu tantangan yang akan dihadapi pasca pemilu dan sangat berpotensi pada adanya ekspansi lahan yang lebih luas, yaitu kebijakan biodiesel. “Kebijakan biodiesel yang masuk ke dalam agenda kedua paslon capres – cawapres perlu memasukkan penguatan standar keberlanjutan sebagai kerangka pengaman dan pemantauan untuk memastikan akuntabilitas di sepanjang rantai pasok, meningkatkan produktivitas dan tata kelola, menjadikan petani swadaya sebagai aktor kunci pengembangan biodiesel yang lebih berkelanjutan, dan memastikan kesiapan industri di hilir, termasuk teknologi yang sesuai kebutuhan pasar.” Tantangan yang cukup berat ini perlu dijawab oleh siapapun presiden dan wakil presiden yang akan terpilih pada Pemilu 2019, karena mereka harus memastikan adanya kemajuan ekonomi secara berkelanjutan, selaras dengan prinsip sustainable development.
Efektivitas kampanye penyelamatan hutan lewat platform digital sejalan dengan data Change.org yang menempatkan isu lingkungan sebagai topik petisi online yang paling populer sepanjang 2018. Pembelaan terhadap isu lingkungan meningkat 17 kali lipat sepanjang 2018, atau sebanyak 2.1 juta orang, dibanding pada tahun 2017 yang hanya mencapai 118 ribu orang.
Daftar Pendukung Gerakan #BersihkanIndonesia
- WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) 2. Kemitraan 3. Greenpeace Indonesia 4. Coaction Indonesia 5. Madani Berkelanjutan 6. Change.org 7. Econusa 8. Rekam Nusantara Foundation 9. HUMA
Informasi lengkap di www.golonganhutan.com | Instagram: @golonganhutan | Twitter: @golonganhutan