Jakarta, 05 Agustus 2020
Kemitraan bekerja sama dengan Koaksi Indonesia melakukan satu inisiatif untuk mengangkat diskursus bagaimana menjaga kualitas lingkungan yang menjadi dampak pandemi Covid-19 di Indonesia agar tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika New Normal diberlakukan. Inisiatif ini diwujudkan melalui kegiatan Webinar Langit Biru Kebiasaan Baru dengan tema Kesehatan Lingkungan Saat New Normal: Pembangunan Rendah Emisi dan Masa Depan Kita. Diskusi yang dilaksanakan via aplikasi Konferensi Virtual Zoom, dan disiarkan live di Youtube dan Facebook ini juga hendak meninjau inisiatif terkait dan kebutuhan pemerintah daerah agar daerahnya menjadi lebih baik karena saat ini provinsi, kota, atau bahkan komunitas masyarakat menjadi pendekatan yang dianggap efektif dalam penanganan Covid-19 serta pengelolaan PSBB dan New Normal.
Menghadirkan para ahli di bidangnya masing-masing, webinar ini diisi oleh paparan narasumber, diantaranya yaitu Dr. Ruandha Agung Sugardiman, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Widhyawan Prawiraatmadja, Dewan Pembina Koaksi Indonesia, Ir. H. Andono Warih, M. Sc., Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. Budi Haryanto, Pakar Epidemologi Universitas Indonesia, Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Lingkungan Indonesia, Najelaa Shihab, Pendidik dan Inisiator Semua Murid Semua Guru, Azas Tigor Nainggolan, Ketua FAKTA dan Analis Kebijakan Transportasi, Eka Melisa, Advisor untuk Pembangunan Rendah Karbon, Kemitraan Indonesia serta dimoderatori oleh Arletta Danisworo.
Dibuka dengan kata sambutan oleh Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Drs.
M.R. Karliansyah mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menyampaikan bahwa data menunjukkan bahwa pembatasan pergerakan manusia memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perbaikan kualitas lingkungan. Selain itu, terdapat penurunan penggunaan bahan bakar fosil, sekaligus tentu penurunan Gas Rumah Kaca di Cina yang berdampak pada penurunan hampir 30% konsentrasi CO2. “Yang ingin kami sampaikan bahwa konsep new normal ini tidak hanya sebatas tadi kita harus memperbaiki sarana sanitasi, kemudian kesehatan lalu menjaga jarak tetapi lebih dari itu bahwa kita kita harus mengubah perilaku gaya hidup konsumtif” ujar Karliansyah.
Direktur Eksekutif Kemitraan Bagian Pembaharuan Tata Pemerintahan, Laode M. Syarif menyampaikan dalam sambutannya bahwa ketika masuk pada kebiasaan baru ke depan dan setelah pandemi selesai, harapannya bahwa kualitas lingkungan kita tetap terjaga dengan baik. Hal senada juga disampaikan oleh Widyawan Prawiraatmaja selaku Dewan Pembina Koaksi Indonesia, bahwa krisis seyogyanya akan membawa perubahan yang lebih baik. “Jadi, krisis jangan kita lewatkan begitu saja. Don’t let this crisis go to waste” tegas Widyawan.
Dalam kajian yang diluncurkan Bappenas Maret 2019 disampaikan bahwa Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dinilai dapat menciptakan serangkaian manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pada tahun 2045, kemiskinan dapat diturunkan dari 9,8% dari total populasi pada tahun 2018 menjadi 4,2%; akan ada tambahan pekerjaan yang lebih ramah lingkungan sejumlah lebih dari 15,3 juta pekerjaan dengan pendapatan lebih baik; kualitas udara dan air yang lebih baik; serta mencegah 40 ribu kematian setiap tahunnya. PRK juga mencegah hilangnya 16 juta hektar kawasan hutan dan menutup kesenjangan kesempatan dari sisi gender dan wilayah. Diperkirakan total nilai tambah PDB mencapai USD 5,4 triliun, dan investasi yang dibutuhkan untuk rasio PDB lebih rendah dibandingkan dengan bisnis seperti biasa. Beberapa negara yang saat ini juga tengah mengembangkan skema pembangunan rendah emisi adalah India, Brasil, Meksiko, Polandia, dan Afrika Selatan.
Selain itu, pandemi tidak hanya berdampak pada lingkungan saja namun juga dua aspek penting lain, yaitu kesehatan dan kualitas pendidikan. Pakar Epidemiologi UI, Prof. Dr. Budi Haryanto, SKM, MKes, MSc menyampaikan bahwa penyakit-penyakit yang bersumber dari pencemaran udara memiliki kontribusi terhadap kematian sebesar 60%, serta meningkatkan resiko kematian sebesar 4,5 kali lebih banyak dibandingkan wilayah yang polusinya rendah. Dari segi pendidikan, Pendidik sekaligus inisiator gerakan Semua Murid Semua Guru, Najelaa Shihab menjelaskan pentingnya anak-anak diberikan kesempatan untuk berdaya sebagai warga negara. “Kompetensi masa depan, terutama yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan harus mulai ditanamkan kepada anak. Pada akhirnya, mereka bukan bagian dari masalah tapi juga solusi” papar Najelaa.
Bila dikaitkan dengan kebijakan pembangunan, mempertahankan perilaku dan aktivitas manusia yang lebih efisien di kala pandemi ini dibutuhkan agar tingkat polusi dan emisi tidak kembali ke titik semula, sebelum merebaknya virus Corona. Hal ini dilakukan dengan mengukur dan menjadikan kondisi sekarang sebagai baseline baru dan diformalkan menjadi landasan kebijakan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi hijau, dengan prinsip berkelanjutan dan berkeadilan, baik di provinsi maupun daerah. Berkeadilan disini maksudnya adalah menjaga agar terjadi kestabilan dalam perencanaan dan implementasi kebijakan. Mengutip apa yang disampaikan oleh Drs. M.R. Karliansyah yang berusaha menjawab pertanyaan mengenai pembelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari pandemi?, jawabannya yaitu: gaya hidup konsumtif harus diubah, work from home perlu diadopsi, perlu gaya hidup bersih dan tenggang rasa.
2020
Kemitraan bekerja sama dengan Koaksi Indonesia melakukan satu inisiatif untuk mengangkat diskursus bagaimana menjaga kualitas lingkungan yang menjadi dampak pandemi Covid-19 di Indonesia agar tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika New Normal diberlakukan. Inisiatif ini diwujudkan melalui kegiatan Webinar Langit Biru Kebiasaan Baru dengan tema Kesehatan Lingkungan Saat New Normal: Pembangunan Rendah Emisi dan Masa Depan Kita. Diskusi yang dilaksanakan via aplikasi Konferensi Virtual Zoom, dan disiarkan live di Youtube dan Facebook ini juga hendak meninjau inisiatif terkait dan kebutuhan pemerintah daerah agar daerahnya menjadi lebih baik karena saat ini provinsi, kota, atau bahkan komunitas masyarakat menjadi pendekatan yang dianggap efektif dalam penanganan Covid-19 serta pengelolaan PSBB dan New Normal.
Menghadirkan para ahli di bidangnya masing-masing, webinar ini diisi oleh paparan narasumber, diantaranya yaitu Dr. Ruandha Agung Sugardiman, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Widhyawan Prawiraatmadja, Dewan Pembina Koaksi Indonesia, Ir. H. Andono Warih, M. Sc., Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Prof. Dr. Budi Haryanto, Pakar Epidemologi Universitas Indonesia, Agus Pambagio, Pemerhati Kebijakan Publik dan Lingkungan Indonesia, Najelaa Shihab, Pendidik dan Inisiator Semua Murid Semua Guru, Azas Tigor Nainggolan, Ketua FAKTA dan Analis Kebijakan Transportasi, Eka Melisa, Advisor untuk Pembangunan Rendah Karbon, Kemitraan Indonesia serta dimoderatori oleh Arletta Danisworo.
Dibuka dengan kata sambutan oleh Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Drs.
M.R. Karliansyah mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menyampaikan bahwa data menunjukkan bahwa pembatasan pergerakan manusia memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perbaikan kualitas lingkungan. Selain itu, terdapat penurunan penggunaan bahan bakar fosil, sekaligus tentu penurunan Gas Rumah Kaca di Cina yang berdampak pada penurunan hampir 30% konsentrasi CO2. “Yang ingin kami sampaikan bahwa konsep new normal ini tidak hanya sebatas tadi kita harus memperbaiki sarana sanitasi, kemudian kesehatan lalu menjaga jarak tetapi lebih dari itu bahwa kita kita harus mengubah perilaku gaya hidup konsumtif” ujar Karliansyah.
Direktur Eksekutif Kemitraan Bagian Pembaharuan Tata Pemerintahan, Laode M. Syarif menyampaikan dalam sambutannya bahwa ketika masuk pada kebiasaan baru ke depan dan setelah pandemi selesai, harapannya bahwa kualitas lingkungan kita tetap terjaga dengan baik. Hal senada juga disampaikan oleh Widyawan Prawiraatmaja selaku Dewan Pembina Koaksi Indonesia, bahwa krisis seyogyanya akan membawa perubahan yang lebih baik. “Jadi, krisis jangan kita lewatkan begitu saja. Don’t let this crisis go to waste” tegas Widyawan.
Dalam kajian yang diluncurkan Bappenas Maret 2019 disampaikan bahwa Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dinilai dapat menciptakan serangkaian manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pada tahun 2045, kemiskinan dapat diturunkan dari 9,8% dari total populasi pada tahun 2018 menjadi 4,2%; akan ada tambahan pekerjaan yang lebih ramah lingkungan sejumlah lebih dari 15,3 juta pekerjaan dengan pendapatan lebih baik; kualitas udara dan air yang lebih baik; serta mencegah 40 ribu kematian setiap tahunnya. PRK juga mencegah hilangnya 16 juta hektar kawasan hutan dan menutup kesenjangan kesempatan dari sisi gender dan wilayah. Diperkirakan total nilai tambah PDB mencapai USD 5,4 triliun, dan investasi yang dibutuhkan untuk rasio PDB lebih rendah dibandingkan dengan bisnis seperti biasa. Beberapa negara yang saat ini juga tengah mengembangkan skema pembangunan rendah emisi adalah India, Brasil, Meksiko, Polandia, dan Afrika Selatan.
Selain itu, pandemi tidak hanya berdampak pada lingkungan saja namun juga dua aspek penting lain, yaitu kesehatan dan kualitas pendidikan. Pakar Epidemiologi UI, Prof. Dr. Budi Haryanto, SKM, MKes, MSc menyampaikan bahwa penyakit-penyakit yang bersumber dari pencemaran udara memiliki kontribusi terhadap kematian sebesar 60%, serta meningkatkan resiko kematian sebesar 4,5 kali lebih banyak dibandingkan wilayah yang polusinya rendah. Dari segi pendidikan, Pendidik sekaligus inisiator gerakan Semua Murid Semua Guru, Najelaa Shihab menjelaskan pentingnya anak-anak diberikan kesempatan untuk berdaya sebagai warga negara. “Kompetensi masa depan, terutama yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan harus mulai ditanamkan kepada anak. Pada akhirnya, mereka bukan bagian dari masalah tapi juga solusi” papar Najelaa.
Bila dikaitkan dengan kebijakan pembangunan, mempertahankan perilaku dan aktivitas manusia yang lebih efisien di kala pandemi ini dibutuhkan agar tingkat polusi dan emisi tidak kembali ke titik semula, sebelum merebaknya virus Corona. Hal ini dilakukan dengan mengukur dan menjadikan kondisi sekarang sebagai baseline baru dan diformalkan menjadi landasan kebijakan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi hijau, dengan prinsip berkelanjutan dan berkeadilan, baik di provinsi maupun daerah. Berkeadilan disini maksudnya adalah menjaga agar terjadi kestabilan dalam perencanaan dan implementasi kebijakan. Mengutip apa yang disampaikan oleh Drs. M.R. Karliansyah yang berusaha menjawab pertanyaan mengenai pembelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari pandemi?, jawabannya yaitu: gaya hidup konsumtif harus diubah, work from home perlu diadopsi, perlu gaya hidup bersih dan tenggang rasa.