Pemerintah tengah menggodok peta jalan green jobs untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia yang unggul. Untuk memfasilitasi rekomendasi pengayaan peta jalan, Koaksi Indonesia mengadakan CSO Forum yang dihadiri puluhan perwakilan organisasi masyarakat sipil dan kementerian/lembaga.
KOAKSI INDONESIA—Transformasi ekonomi Indonesia menuju ekonomi hijau menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Salah satu langkah yang perlu dipersiapkan adalah pengembangan sumber daya manusia yang unggul dalam menghadapi ekonomi hijau.
Melalui Kementerian PPN/Bappenas, pemerintah menyusun Peta Jalan Pengembangan SDM yang Mendukung Green Jobs/Pekerjaan Hijau yang didukung oleh proyek kerja sama pembangunan antara Indonesia – Jerman, Innovation and Investment for Inclusive Sustainable Economic Development (ISED) yang diimplementasikan oleh GIZ.
Sebagai anggota tim penyusun peta jalan ini, Koaksi Indonesia berperan dalam melakukan riset untuk kebutuhan peta jalan. Dalam proses penyusunannya, perlu ada koordinasi antara kementerian/lembaga untuk memfasilitasi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan.
Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Koaksi Indonesia mengadakan Civil Society Organization (CSO) Forum: “Diskusi Peta Jalan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Mendukung Green Jobs” pada Rabu, 5 Juni 2024.
CSO Forum rutin digelar oleh Koaksi Indonesia sebagai wadah berdiskusi organisasi masyarakat sipil untuk bertukar informasi, pengetahuan, dan pemelajaran bagi organisasi yang bekerja di isu perubahan iklim baik di tingkat daerah maupun nasional. Green jobs sebagai tema diskusi CSO Forum kali ini merupakan isu yang sedang populer dan relevan dengan kerja organisasi masyarakat sipil dari berbagai sektor dan wilayah, terutama karena isu ketenagakerjaan menjadi bagian dalam pertimbangan sosial dan ekonomi dari setiap kebijakan iklim yang dikeluarkan pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Peran Forum Multistakeholder dalam Pembangunan Bangsa
Koaksi Indonesia menyadari pentingnya peran aktif organisasi masyarakat sipil dalam menyebarkan pemahaman green jobs ke berbagai kelompok masyarakat. Oleh karena itu, hasil diskusi ini akan menjadi dokumentasi untuk dibagikan sebagai pengelolaan pengetahuan bersama.
Forum ini dihadiri oleh puluhan perwakilan CSO dari berbagai kota, baik secara langsung maupun daring dan kementerian/lembaga yang terkait dengan pengembangan green jobs untuk melibatkan dan mendorong partisipasi aktif dari masing-masing pihak untuk memberikan respons dan rekomendasi bagi pengayaan peta jalan.
Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas memberikan sambutan dalam diskusi ini dengan menyampaikan, “Pada masa transisi menuju pembangunan berkelanjutan, banyak komponen yang harus dilakukan. Salah satu komponennya terkait dengan pekerjaan hijau. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang layak, bisa meningkatkan kualitas hidup, kompetensi dan memberikan kontribusi kepada negara ini, dan tentu juga berdampak kepada planet kita.”
Ibu Nur, yang biasa dipanggil Ibu Yuke, menambahkan, “Walaupun peta jalan sudah disusun bersama dan didiskusikan untuk memiliki dasar hukum dan diperkuat di dalam RPJMN, tentu kami memerlukan masukan untuk memperkuat sehingga menjadi dasar bagi semua. Harapan kami melalui diskusi ini akan ada banyak masukan dan dukungan dari berbagai pihak.” Sambutan ini secara resmi membuka diskusi peta jalan.
Tanggapan Kementerian dan Organisasi Masyarakat Sipil
Sejalan dengan harapan Bappenas terhadap pertemuan ini untuk dapat saling menyelaraskan pengetahuan untuk memperkaya peta jalan, berbagai pemangku kepentingan yang hadir memberikan tanggapan mereka. Di antaranya adalah Pusat Pengembangan SDM EBTKE, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Budiman R Saragih, Widyaiswara Muda Bidang KEBTKE PPSDM KESDM, menyampaikan bahwa green jobs menjadi bagian dari berbagai kebijakan hijau, seperti pengembangan energi terbarukan yang bertujuan mendukung ketahanan dan kemandirian energi. Nantinya, green jobs tidak hanya mendukung aspek lingkungan dan keberlanjutan, namun juga mendukung ketahanan dan kemandirian energi.
“Green jobs adalah salah satu aspek dari banyak kebijakan hijau lain. Misalnya, di Kementerian Perindustrian yang menyebutkan bahwa untuk menciptakan produk yang hijau diperlukan tenaga kerja yang hijau. PPSDM juga mengembangkan renewable energy, konsepnya tidak hanya aspek keberlanjutan lingkungan, tenaga kerja yang hijau tetapi juga aspek kemandirian dan ketahanan energi,” ujar Budiman.
Baca Juga: Perkembangan Kebijakan Energi dan Kedudukan Energi Terbarukan di Indonesia Saat Ini
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Luthfi Ilham Ramadhani, Ketua Tim Kerja Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, menyampaikan pentingnya peran pendidikan dalam transisi ekonomi hijau.
“Green economy menjadi salah satu dari lima fokus riset Kemendikbudristek. Apabila dilihat dari kebijakan program Dirjen Dikti, salah satunya dengan adanya program Kedaireka (Kedaulatan Indonesia dalam Reka Cipta), bagaimana menjembatani riset perguruan tinggi dengan dunia industri. Output-nya adalah bus listrik. Jadi dari satu program saja sudah bisa menyerap tenaga kerja,” ungkap Luthfi.
Dia menambahkan bahwa banyak perguruan tinggi sudah melakukan riset terkait dengan pekerjaan hijau seiring dengan pembuatan peta jalan. Namun, dia berharap akan lebih banyak kolaborasi pentahelix untuk mewujudkan green jobs di Indonesia.
Selain kementerian/lembaga, turut hadir perwakilan organisasi masyarakat sipil untuk menyampaikan aspirasi terhadap pengembangan green jobs. A Azis Kurniawan, Manajer Kebijakan dan Advokasi Koaksi Indonesia, mengungkapkan bahwa Koaksi Indonesia telah melakukan penyadartahuan green jobs kepada orang muda di beberapa kampus di Pulau Jawa.
“Setelah kami melakukan roadshow di beberapa kampus, mereka menanyakan hal yang terkait dengan informasi akses masuk ke lapangan kerja hijau, skill apa yang dibutuhkan, dan apa saja yang bisa dipelajari. Namun, bagi saya, yang penting adalah keinginan untuk upskilling dan reskilling untuk proyeksi 5–10 tahun ke depan,” jelas Azis.
Tri Agung Rooswiadji, Footprint Leader WWF Indonesia, mengingatkan bahwa Indonesia akan mengalami bonus demografi dan green jobs menjadi strategi untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Kami melihat bahwa green jobs harus menjadi gerakan untuk semua pihak yang berorientasi pada upaya peningkatan keterampilan tenaga kerja dan berwawasan lingkungan. Kami ingin menyinergikan wawasan green jobs di level yang lebih mendasar, jadi tidak sekadar wacana sehingga kota-kota yang terkait dengan lingkungan itu merujuk kepada green jobs,” ungkap Tri.
Baca Juga: Bukan Cuma Energi Terbarukan, “Green Jobs” Cakup Semua Sektor
Sebagai bagian dari penciptaan penyedia kerja green jobs, akselerator start-up yang bergerak dalam clean-tech, New Energy Nexus, yang diwakili oleh Adela Damika Putri, Program Associate, menyampaikan beberapa tantangan kesiapan sumber daya manusia untuk bertransisi menuju energi bersih.
“Solusi yang bisa kami usulkan untuk mengatasi tantangan tersebut di antaranya dengan berkolaborasi dengan pemberi dana di daerah untuk akses pendanaan di bidang energi bersih. Kemudian, memberikan insentif bagi pelaku usaha dan investor. Selain itu, perlu menyediakan fasilitas riset untuk menghubungkan peneliti dengan start-up. Sementara, pemerintah membantu dalam menyerap produk-produk start-up,” kata Adela.
Tantangan Green Jobs yang Ditemukan
Diskusi pembahasan mengenai pengembangan green jobs semakin hangat di antara para peserta. Muncul berbagai tanggapan dan pertanyaan dari perwakilan organisasi masyarakat sipil lainnya.
Henriette Imelda, mewakili Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), menyampaikan bahwa peralihan menuju energi terbarukan di beberapa wilayah mengalami ketidakcocokan antara penyedia kerja dengan pencari kerja.
“Kami menemukan penggunaan sumber energi lama seperti energi fosil di Kupang, NTT. Oleh karena itu, harus ada peningkatan penggunaan energi terbarukan, namun SDM kurang memadai. Akibatnya, perusahaan swasta yang ingin merekrut tenaga kerja di bidang energi terbarukan biasanya mencari tenaga kerja yang memiliki sertifikasi, sedangkan biaya sertifikasi itu mahal,” ungkap Imelda.
Menanggapi pertanyaan sertifikasi yang dilontarkan oleh Imelda, Budiman sependapat bahwa biaya sertifikasi terbilang mahal. Namun, dia mengatakan bahwa Kementerian ESDM menyediakan tiga jalur pelatihan gratis yang bisa dimanfaatkan.
Aspirasi lain hadir dari perwakilan organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada pengembangan orang muda, Plan Indonesia, yang diwakili oleh Dini Widiastuti. Dini menyampaikan bahwa orang muda perlu diperkenalkan dengan pekerjaan di bidang ekonomi hijau sejak usia 15–16 tahun untuk dipersiapkan sejak tingkat SMP, SMA, hingga pendidikan tinggi.
“Konstituen utama pengembangan green jobs adalah orang muda karena merekalah yang akan menjadi pelaku green jobs di masa depan. Kami mengusulkan agar orang muda dilibatkan dalam konferensi green jobs dan menghubungkan aktivisme perubahan iklim orang muda dengan pekerjaan yang nyata seperti green jobs,” usul Dini.
CSO Forum ini menyatukan harapan seluruh pemangku kepentingan dan organisasi masyarakat sipil untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang siap bertransisi menuju ekonomi hijau. Pengembangan green jobs memang memerlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan CSO agar tercapai keselarasan.