Jakarta, 15 Februari 2019: Hari ini, Jumat, Koalisi Golongan Hutan mengadakan konferensi pers untuk mengajak masyarakat luas, terutama orang muda, untuk ikut memperhatikan dan berpartisipasi dalam Debat Calon Presiden (Capres) putaran kedua bertema Pangan, Energi, Infrastruktur, Sumber Daya Alam (SDA), dan Lingkungan Hidup yang akan digelar lusa, hari Minggu, 17 Februari 2019, di beberapa stasiun televisi. Debat Capres ini menjadi sangat penting karena digelar di tengah kondisi SDA yang terus dieksploitasi dengan tidak mengindahkan hak masyarakat adat/masyarakat lokal, melanggar hak asasi manusia, menghancurkan hutan dan mencemari lingkungan hidup, dan korupsi lewat obral izin SDA untuk melanggengkan kepentingan elit oligarki.
Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Golongan Hutan, terdiri atas WALHI, Madani Berkelanjutan, Greenpeace Indonesia, Koaksi Indonesia, Kemitraan, HuMa, Change.org, Rekam Nusantara, dan Econusa, merasa bahwa debat kali ini menjadi kesempatan untuk menilai sejauh mana komitmen, gagasan, dan kebijakan strategis dalam menyelesaikan sengkarut SDA dan lingkungan hidup.
“Proses penegakan hukum kepada para korporasi pembakar hutan masih lemah. Sampai saat ini masih 18.9 Triliun ganti rugi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan pembalakan liar yang sudah diperintahkan pengadilan namun belum dibayarkan. Kerugian hutan, lingkungan hidup, dan keanekaragaman hayati yang disebabkan para korporasi ini masif, juga mengancam kesehatan ratusan ribu orang. Sudah sepantasnya, dan sesegera mungkin, mereka ini dipaksa untuk menjalankan tanggung jawab hukumnya tersebut. Kedua pasangan capres cawapres seharusnya memiliki solusi konkrit untuk menghentikan karhutla dan menegakkan hukum, hingga denda yang memberi efek jera kepada para korporasi yang tidak bertanggung jawab,” ungkap Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia
Dalam konteks moratorium perizinan hutan, Ririn Sefsani, team leader Human Rights Defender, Kemitraan, menyampaikan, “Pemerintahan saat ini telah menetapkan kebijakan moratorium untuk perizinan baru di hutan primer dan lahan gambut berdasarkan Inpres nomor 6 tahun 2017 dan moratorium perizinan perkebunan kelapa sawit berdasarkan Inpres nomor 8 tahun 2018. Kebijakan moratorium ini perlu dilanjutkan oleh Pemerintahaan terpilih dan diperkuat dengan penetapan target-target yang terukur, reformasi kebijakan perizinan, dan penegakan hukum terhadap berbagai palanggaran atau kejahatan lingkungan hidup.”
Hal ini dipertegas oleh Nuly Nazlia, Plt Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia, bahwa “Dilakukannya alih fungsi lahan dapat mengancam keberlangsungan hutan Indonesia dan ketahanan pangan, terutama dikaitkan dengan kebutuhan biodiesel yang notabene bahan baku utamanya di Indonesia adalah kelapa sawit. Oleh karena itu, kami mendorong kedua pasangan capres cawapres dan pemerintahan terpilih untuk memperhatikan standar keberlanjutan sebagai kerangka pengaman, dan melanjutkan kebijakan moratorium. Program biodiesel tidak boleh menjadi alasan penghentian kebijakan moratorium demi alasan pemenuhan kebijakan mandatori. Jawaban dari kebutuhan lahan adalah peningkatan produktivitas dan perbaikan tata kelola.”
Dahniar, Direktur Perkumpulan HuMa, mengatakan, “Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria atau sumber daya alam, tidak hanya janji semata, namun juga harus dilakukan dengan political will yang kuat dari kedua pasangan capres cawapres.”
“Kita tidak memiliki kemewahan waktu dan terus membiarkan warga negara hidup tanpa kepastian keamanan dengan berbagai bencana ekologis dan ancaman perubahan iklim, karena itu kedua pasangan capres cawapres dan atau pemerintahan ke depan harus mampu menyelesaikan persoalan strukural sengkarut sumber daya alam dan lingkungan hidup. Tanpa berani mengoreksi secara mendasar berbagai kebijakan ekonomi dan pembangunan yang menjadi mesin penghancur alam dan keselamatan rakyat yang dijalankan dengan praktik yang penuh pelanggaran HAM, kekerasan dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup, dan korupsi, maka jargon pembangunan berkelanjutan hanya ilusi,” jelas Khalisah Khalid, Koordinator Desk Politik WALHI dan sekaligus koordinator Golongan Hutan.
Hal lain yang kerap luput dari perhatian kita semua adalah komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dan 41% dan komitmen penandatanganan Paris Agreement pada tahun 2015. Komitmen ini perlu dijaga bukan hanya karena ia adalah komitmen politik internasional tetapi juga komitmen menjaga alam, lingkungan, dan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Kedua pasangan capres cawapres harus memperhatikan dan melanjutkan komitmen ini untuk menjaga kepentingan dan kepercayaan rakyatnya.
Isu lingkungan menjadi topik petisi online yang paling populer di situs Change.org selama tahun 2018. Direktur Change.org Indonesia Arief Aziz mengatakan, “Tahun 2017 ada 118 ribu orang yang menyuarakan isu lingkungan, sementara 2018 ada 17 kali lipatnya atau 2,1 juta orang lebih.” Dia menambahkan, sejumlah petisi online mengenai isu lingkungan berhasil mencapai tujuannya. Misalnya, petisi yang mendorong perusahaan pembakar hutan mendapat hukuman, petisi untuk mendukung dua akademikus IPB, Bambang Hero dan Basuki Wasis, yang digugat karena memberikan keterangan sebagai ahli di kasus pembakaran hutan dan korupsi, petisi untuk mendorong larangan memakai Burung Cendrawasih sebagai aksesoris, petisi untuk menolak pemindahan Hiu Paus dari Berau ke Ancol, dan paling banyak meraup dukungan adalah tentang seruan penepatan Hari Hutan Indonesia.
“Karenanya, kami, koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Golongan Hutan menantang Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk tidak main-main dan mengambil langkah-langkah berani menyelesaikan seluruh sengkarut pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.”
Ikuti Nonton Bareng (Nobar) Debat Capres II, Minggu, 17 Februari 2019, pk 20.00 – selesai
Di Kantor Walhi: Jalan Tegal Parang Utara Gang 1, RT.5/RW.4, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
https://goo.gl/maps/fyG2xj3hB3G2
***
KONTAK MEDIA
Khalisah Khalid, Koordinator Desk Politik Walhi
+62 812 9040 0147; khalisah@walhi.or.id
Juris Bramantyo, Manajer Kampanye, Koaksi Indonesia
+62-856 4310 3230; juris.bramantyo@coaction.id
Ratri Kusumohartono, Forest Campaigner, Greenpeace Indonesia
+62 811 8003 717; tkusumoh@greenpeace.org
Jasmine Puteri, Project Officer, Kemitraan
+62 812 1248 5008, jasmine.puteri@kemitraan.or.id
CATATAN UNTUK EDITOR
Tentang Golongan Hutan
Golongan Hutan adalah ajakan dari gabungan berbagai organisasi masyarakat bidang lingkungan kepada pemilih muda untuk ikut menginvestigasi kandidat capres cawapres dan calon legislator dalam Pemilu 2019 tentang sikap dan posisinya terhadap deforestasi dan korupsi sumber daya alam. Ajakan ini adalah untuk bersama-sama mendorong agar pemerintahan hasil Pemilu 2019 memiliki kebijakan lingkungan hidup yang lebih kuat dan komitmen memberantas korupsi sumber daya alam.
Kondisi hutan tropis Indonesia yang awalnya berada di posisi ketiga terbesar di dunia sedang di ujung tanduk. Salah satunya adalah hutan Kalimantan sudah terancam hilang hingga tinggal sepertiga pada tahun 2020. Kandidat yang tidak tegas mengatasi penggundulan hutan patut dicurigai ikut andil di dalamnya. Rusaknya hutan jadi rusaknya hidup kita. Lemahnya sikap kandidat terhadap penggundulan hutan bisa jadi penanda korupsi yang kuat. Hutan yang menjadi kebanggaan kita terancam punah karena mereka yang korupsi membiarkannya terus dibabat.
Golongan Hutan membangun situs web untuk memberikan informasi komprehensif tentang deforestasi dan korupsi sumber daya alam dan mengajak orang muda menanyakan komitmen calon pemimpin Negara ini. Salah satunya meminta KPU memasukkan topik deforestasi dan penggundulan hutan dalam debat capres. Siapa saja bisa ikut berpartisipasi untuk mendesak sikap kandidat agar Indonesia tidak jatuh ke tangan koruptor yang semena-mena gadaikan hutan. Informasi lebih lengkap di www.golonganhutan.com