Di masa depan, generasi muda akan menghadapi banyak masalah iklim. Oleh karena itu, solusi menghadapinya penting dipersiapkan sejak sekarang. Apa saja yang bisa mereka lakukan?
KOAKSI INDONESIA—Sebagai salah satu pihak yang mengalami risiko iklim paling besar, generasi muda berperan penting dalam melakukan langkah-langkah mitigasi perubahan iklim. Apalagi dalam 30 tahun mendatang, mereka akan merasakan dampak krisis iklim yang makin mengkhawatirkan.
Pada tahun Indonesia mengalami bonus demografi, generasi muda akan berada di posisi pengambil keputusan. Oleh karena itu, penting menyiapkan generasi muda yang terus mengembangkan diri.
Plaza Indonesia menyelenggarakan Next Gen Festival untuk kedua kalinya sejak 2023. Acara yang berlangsung selama lima hari mulai 27–31 Mei 2024 ini merupakan rangkaian sesi yang menghadirkan para pembicara ahli untuk memacu generasi muda melakukan perubahan positif di masa depan.
Pada salah satu sesi gelar wicara bertema “Our Roles in Mitigating Climate Change”, tiga pembicara ahli di bidang lingkungan memberikan wawasan kepada generasi muda untuk berkontribusi dalam mencegah perubahan iklim dari berbagai isu yang dekat dengan keseharian seperti plastik, transportasi, serta pekerjaan yang ramah lingkungan.
Membuka gelar wicara tersebut, Tiza Mafira, Executive Director Diet Kantong Plastik Indonesia, memaparkan bahwa plastik yang digunakan sehari-hari menjadi penyebab dari krisis iklim karena selama proses pembuatan dan pengolahan plastik menghasilkan emisi.
“Semua proses itu, tidak hanya pada saat pembuangan, tetapi dari awal wujud plastik masih minyak bumi sudah menghasilkan emisi. Emisi yang dihasilkan dari produksi plastik setara dengan 200 PLTU batu bara sebesar 500 MW dan produksi ini terus meningkat,” papar Tiza.
Tiza menyebutkan bahwa konsep reuse menjadi upaya terbaik dalam memitigasi perubahan iklim yang disebabkan oleh plastik. Dia menjelaskan bahwa emisi yang dihasilkan dari reuse lebih sedikit dari proses recycle.
“Dari semua solusi yang ada, reuse atau guna ulang menjadi solusi yang rendah karbon. Reuse itu cuma disanitasi dan digunakan, sedangkan recycle perlu dicacah dan mengeluarkan emisi. Kami mendorong FnB vendor untuk menggunakan sistem guna ulang di festival, Iklim Fest, dan tidak ada satu pun sampah sekali pakai,” jelas Tiza.
Tidak hanya plastik, sektor transportasi menyumbang emisi di Indonesia. Mobil menjadi kontributor emisi terbesar kedua di sektor transportasi sebesar 21,8%.
Namun, Budi Nur Mukmin, CMO Hyundai Motors Indonesia, mengungkapkan bahwa tidak selamanya kendaraan pribadi menjadi penyebab polusi. Dia mencontohkan Hyundai, yang berusaha untuk berkontribusi terhadap lingkungan dengan mengeluarkan produk mobil EV (electric vehicle).
Baca Juga: Penggunaan Kendaraan Listrik, Perluas Peluang Green Jobs untuk Pencari Kerja
“Sometimes mereka berpikir bahwa otomotif adalah bad guy. Memang tidak salah, tetapi yang menarik adalah ekonomi kita bergantung dari industri otomotif. Ada 3 juta lapangan kerja diciptakan oleh industri otomotif. Di satu sisi memang kontradiktif, kita memang kontributor polusi. Namun, yang perlu dicari adalah pekerjaan di sektor otomotif yang ramah lingkungan,” ungkap Budi.
Lebih lanjut Budi menceritakan pengalamannya memperkenalkan kendaraan listrik kepada pemerintah. Dia menjelaskan butuh waktu yang cukup lama untuk meyakinkan pemerintah bahwa kendaraan listrik menjadi solusi yang mendukung pelestarian.
“Kita sudah sadar dengan teknologi ramah lingkungan, tetapi dari sisi pemerintah belum juga mendukung. Dari tahun 2006, butuh belasan tahun untuk meyakinkan semua stakeholder bahwa mobil listrik tepat untuk membantu solusi ramah lingkungan,” jelas Budi.
Melanjutkan pembicaraan Budi terkait potensi lapangan pekerjaan yang ramah lingkungan, Verena Puspawardani, Direktur Program Koaksi Indonesia, menyampaikan bahwa generasi muda memiliki potensi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan tentunya berkontribusi pada pelestarian lingkungan.
“Sekarang, peluang terbuka sangat besar. Pertama, bisa bekerja di perusahaan atau lembaga yang mendukung green jobs. Kedua, menciptakan green jobs, bisa membuat UMKM atau startup. Idenya bisa dari reuse, reduce, recycle, itu banyak sekali potensinya untuk dibentuk UMKM. Itu hanya sektor limbah, belum lagi di sektor lainnya. Hanya mereka yang melakukan itu tidak mengumumkan dirinya sebagai penyedia green jobs,” ujar Verena.
Namun, dia menyampaikan ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan untuk mengategorikan suatu pekerjaan termasuk ke dalam green jobs.
“Jadi ada empat indikator suatu pekerjaan masuk ke dalam green jobs. Satu, apakah dia butuh green skill. Kedua, apakah usaha kita itu memenuhi green process. Ketiga, apakah memproduksi green output. Terakhir, apakah secara pekerjaan kita berkontribusi mengurangi dampak lingkungan. Nah, green jobs itu bisa salah satu indikator atau semuanya,” jelas Verena.
Dia menuturkan bahwa untuk mendorong green jobs diperlukan kesiapan semua stakeholder agar membentuk ekosistem yang selaras antara permintaan pasar kerja dengan ketersediaan pekerja hijau dan didukung oleh payung hukum.
“Perkembangan green jobs sejauh ini dari kesiapan sistemnya di Indonesia baru sampai tahap penyiapan kebijakannya. Misalnya, secara definisi, apakah Indonesia akan mengadopsi definisi dari ILO untuk menjadi kekuatan payung hukumnya. Tentu, kIta perlu ekosistem, apakah industri sudah siap menyediakan green jobs. Kemudian, apakah lulusan kita akan siap menjadi sumber daya manusia yang memadai?” tutur Verena.
Baca Juga: Mengenal Green Jobs, Pekerjaan yang Beri Dampak Baik ke Lingkungan
Koaksi Indonesia, ujar Verena, juga turut membantu dalam mempersiapkan sumber daya manusia melalui platform berbasis situs web, yaitu greenjobs.id. Dia mengumumkan bahwa platform ini menghadirkan fitur loka pasar yang mempertemukan antara pencari kerja dan penyedia kerja. Tidak hanya itu, platform ini akan menyediakan fitur pengembangan keterampilan untuk para pencari kerja.
Menutup diskusi tersebut, Verena berpesan untuk generasi muda agar mencari informasi mengenai green jobs seluas-luasnya dengan harapan dapat menciptakan lapangan kerja baru sehingga melalui pekerjaan generasi yang akan datang mampu berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
“Untuk teman-teman, silakan cari tahu lebih banyak mengenai green jobs dan apakah pekerjaan kita sudah green jobs. Lalu, bagaimana caranya menjadi green jobs sehingga nantinya tidak hanya buat diri sendiri, tetapi kita bisa creating more green jobs,” tutup Verena.