Transisi ekonomi Indonesia yang berkelanjutan menciptakan peluang pekerjaan baru, green jobs. Peluang besar ini perlu dimanfaatkan oleh pencari kerja melalui green skill.
KOAKSI INDONESIA—Memburuknya kondisi lingkungan seiring waktu, mengharuskan manusia beradaptasi dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Upaya untuk merespons kondisi ini melalui green economy atau ekonomi hijau.
Indonesia yang sedang bertransisi menuju ekonomi hijau membutuhkan tenaga kerja yang ramah lingkungan (green jobs) sehingga perlu keahlian baru yang mendukung lingkungan atau green talent.
Denni Puspa Purbasari, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, menyampaikan bahwa diproyeksikan akan ada 4,4 juta peluang green jobs di Indonesia sehingga Prakerja perlu beradaptasi dengan memberikan pelatihan green skill.
“Saat ini, Prakerja sudah memiliki 14 kursus green skill yang tersedia. Program Kartu Prakerja ingin mendorong lembaga pelatihan untuk terus bisa membuka mata, belajar, dan update mengenai tren pekerjaan dan skill yang dibutuhkan,” kata Denni saat memberikan sambutan dalam webinar “Go Green, Get Skilled: Menjawab Peluang Green Jobs” pada Selasa (19/3/2024).
Dalam hal ini, Bappenas telah menyusun dan mengeluarkan Peta Okupasi Nasional Green Jobs dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang membahas mengenai standar kompetensi dan peta okupasi sebagai bahan acuan untuk mencari pekerjaan yang ramah lingkungan.
Baca Juga: Green Jobs: Pekerjaan Ramah Lingkungan
Nur Hygiawati Rahayu, Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, mengatakan bahwa pekerjaan hijau menjadi peluang dan potensi besar untuk menggerakkan ekonomi Indonesia, dari sisi supply perlu memiliki pemahaman mengenai green skills serta demand dari perusahaan perlu memanfaatkan peluang itu.
Koaksi Indonesia sebagai organisasi masyarakat sipil yang turut menginisiasi dan mengawal perkembangan green jobs di Indonesia hadir dalam acara ini.
Verena Puspawardani, Direktur Program Koaksi Indonesia, sebagai salah satu narasumber webinar ini menyampaikan bahwa untuk mendukung ekosistem green jobs perlu ada dukungan dari berbagai pihak dan dipersiapkan secara paralel.
“Ekosistem green jobs sudah dibangun, pemerintah menyiapkan payung hukum atau kebijakan secara beriringan dengan pendidikan (skill) dan industri bertransformasi agar penciptaan green jobs semakin meningkat,” ujar Verena.
Dia juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki harapan untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti negara maju sehingga kebutuhan industri dan energi akan semakin besar. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu menyiapkan diri agar selaras dengan permintaan industri.
Baca Juga: Eco Fashionpreneur: Berkarya Lebih Ramah Lingkungan di Tengah Perubahan Iklim
Sebagai bagian dari transisi ekonomi hijau, industri juga menjawab peluang pekerjaan hijau dan bersiap untuk melakukan transformasi. Salah satu contohnya adalah Nestle Indonesia.
Sufintri Rahayu, Direktur Corporate Affairs PT Nestle Indonesia, mengungkapkan bahwa perusahaannya sudah menerapkan sustainability atau ESG (environmental, social, and governance). Dia menuturkan sustainability merupakan mindset yang menjadi value dari PT Nestle Indonesia dan dimiliki oleh semua karyawan.
“Ada training, pelatihan dan capacity building yang mengajak karyawan untuk memahami bagaimana ESG pada Nestle untuk menuju net zero. Sehingga karyawan kami menjadi frontline untuk memahami ESG dan kami bisa bergabung untuk mewujudkan global sustainability,” ucap Sufintri.
Ferdy Fabian, Manajer Pengembangan Ekosistem Sektor Publik Prakerja, mengatakan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat terjun ke pekerjaan hijau ini dengan menerapkan green skill yang bermula dari sustainability mindset.
“Sebagai contoh, petani Kakao di hulu, mereka mengolah limbah kakao. Pengelolaan ini menjadi skill baru bagi mereka untuk ditularkan kepada petani lain. Kemampuan baru ini spesifik untuk mengolah limbah,” ujar Ferdy.