Valentine’s Day yang baru saja berlalu mengingatkan kita bahwa bumi juga membutuhkan kasih sayang manusia. Inilah cara sederhana mencintai bumi dan dirimu!
KOAKSI INDONESIA—Perayaan tahunan ini tidak melulu tentang tanda cinta kepada pasangan. Saat ini, Valentine’s Day telah berkembang menjadi perayaan cinta kepada teman, keluarga atau siapa pun yang spesial dalam hidup.
Kasih sayang perlu juga ditunjukkan kepada bumi. Bumi menjadi planet yang spesial dalam hidup manusia yang mampu mendukung kehidupan.
Terdapat banyak cara untuk menunjukkan rasa cinta kita kepada bumi, tetapi ada cara yang paling mudah, yaitu melalui makanan. Ya, makan bisa menjadi cara untuk mencintai bumi (sekaligus mencintai dirimu sendiri), tetapi dengan satu syarat. Buat makananmu tetap sederhana. Ini alasannya.
Proses yang Meninggalkan Luka di Bumi
Manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan kebutuhan ini dapat melukai bumi apabila tidak dikelola secara berkelanjutan.
Dalam pemenuhan pangan, diperlukan proses produksi, pengangkutan, pendistribusian, dan pengolahan sebelum akhirnya sampai di meja makan. Setiap proses ini dapat menghasilkan emisi dan menyumbang dampak buruk bagi bumi.
Baca Juga: Bagaimana Cara Kamu Berpartisipasi dalam Mendukung Energi Terbarukan
Data mengungkapkan bahwa pangan bertanggung jawab atas seperempat emisi gas rumah kaca dunia. Jika diuraikan, penggunaan lahan dan budi daya pertanian menghasilkan lebih banyak emisi dari rantai pasok pangan.
Pemberian pupuk nitrogen saat budi daya tanaman akan menghasilkan emisi nitro oksida (N2O). Sebagian besar emisi ini berasal dari tanah setelah nitrogen ditambahkan. Namun, emisi ini juga dapat muncul dari proses penguapan dan aliran air.
Konsumsi Pangan dengan Sederhana Melalui Gizi Seimbang
Sebagai konsumen, kita dapat mengurangi dampak kerusakan bumi dengan mengonsumsi makanan dan minuman melalui pola makan yang sehat.
Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan panduan konsumsi makanan melalui praktik gizi seimbang yang memperhatikan keanekaragaman pangan dan bernutrisi.
Sebuah studi mengungkapkan bahwa mengonsumsi pangan yang bernutrisi, beragam, dan seimbang cenderung lebih ramah lingkungan karena pola makan ini memasukkan lebih banyak makanan nabati dan mengurangi konsumsi produk hewani.
Selain itu, gizi seimbang menganjurkan masyarakat untuk mengatur jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Memperhatikan ukuran porsi dapat berkontribusi pada efisiensi sumber daya dengan menurunkan emisi gas rumah kaca, penggunaan lahan, energi, dan air.
Gizi seimbang juga menjadi salah satu cara untuk mencintai diri sendiri. Konsumsi pangan berlebih akan menyakiti diri sendiri lewat masalah kesehatan fisik dan psikologis.
Pangan Berlebih, Limbah Melimpah
Produksi pangan tidak hanya tentang menanam dan memanen, tetapi juga tentang distribusi dan konsumsi. Tingginya limbah makanan, baik di tingkat produksi maupun konsumsi, dapat berkontribusi dalam masalah lingkungan.
Makanan yang sampai di meja makan kita telah melalui perjalanan yang jauh. Selama perpindahan dalam rantai pasok pangan, terjadi penurunan kuantitas atau kualitas makanan. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya food loss.
PBB menyatakan bahwa secara global, pangan yang diproduksi akan hilang sebanyak 13% selama proses panen dan penjualan.
Ketika terjadi food loss dalam rantai pasok makanan, semua sumber daya air, tanah, energi, tenaga kerja, dan modal yang digunakan untuk memproduksi makanan menjadi sia-sia.
Tidak sampai di situ. Makanan yang berakhir di meja makan dan bersisa akan menimbulkan sampah. Menurut data tahun 2022, mayoritas jenis sampah yang ditimbulkan secara nasional berasal dari sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55%.
Makanan yang tersisa dan terbuang akan ditimbun dalam satu tempat. Penimbunan sampah di TPA akan menghasilkan gas metana, yang lebih berbahaya ketika menjadi emisi gas rumah kaca.
Baca Juga: Potensi Pekerjaan Hijau di Masa Perubahan Iklim
Potensi gas metana untuk memerangkap panas 34 kali lebih buruk daripada karbon dioksida dalam jangka waktu 100 tahun. Gas metana menyerap beberapa frekuensi radiasi inframerah yang dipantulkan dari permukaan bumi.
Data menunjukkan bahwa potensi pembentukan gas metana tertinggi pada tempat pembuangan akhir disebabkan oleh sampah makanan dengan proporsi 39%.
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang mudah didapatkan bagi sebagian besar orang. Namun, pangan mudah menghasilkan emisi dan dampak yang buruk bagi bumi. Dengan menyederhanakan yang kita konsumsi melalui gizi seimbang, kita bisa membuat rantai pasok pangan menjadi berkelanjutan sekaligus menjadi cara kita mencintai bumi.