Nuly Nazlia, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia mengatakan banyaknya partisipasi warganet menunjukkan tingkat kepedulian yang cukup tinggi pada isu energi terbarukan.
Hasil survei yang dilakukan oleh Koaksi Indonesi terhadap 96.651 warganet beberapa waktu lalu mendapatkan data, sebanyak 23,8% responden memilih matahari sebagai sumber energi terbarukan dan 22,4 persen memilih bioenergi.
Survei dilakukan melalui platform Change.org selama 40 hari selama Mei-Juli lalu dan disebarkan lewat surat elektronik, media social, dan platform percakapan. Survey itu menjangkau pengguna internet di 34 provinsi di Indonesia.
“Dan keinginan mereka untuk beralih ke energi terbarukan juga sangat besar. Bahkan 36,5 persen responden rela membayar listrik lebih mahal bila bersumber dari energi yang bersih,” jelas Nuly melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis Senin(2/12/2019).
Selain itu sebanyak 44% responden Koaksi menyadari bahwa sektor energi terbarukan di Indonesia belum berkembang optimal. Sebanyak 19,7 persen berpendapat hambatan itu disebabkan oleh rendahnya pemahaman publik tentang energi terbarukan dan terkait ini, 23,5 persen responden mengaku mendapatkan informasi terkait EBT paling banyak dari media online. Hambatan lain yang disebut adalah ketergantungan terhadap energi fosil yang masih tinggi (13,9 persen), sementara 13 persen lainnya menyoroti persoalan riset yang belum menjadi prioritas pemerintah kita saat ini.
Namun walaupun informasi yang membahas EBT masih minim, responden Koaksi masih optimis bahwa Indonesia mampu dan berpotensi mengembangkan energi terbarukan sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki, yaitu matahari (25,5 persen), air (20,6 persen), dan bioenergi (19,5 persen). Dan, pemangku kepentingan yang diyakini dapat melakukan perubahan ini adalah presiden dan kementerian (25,5 persen) serta kepala daerah (15,1 persen).
Senada dengan itu, survei terbaru mengenai rooftop solar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) tahun ini, juga mendapatkan data bahwa mayoritas rumah tangga yang disurvei mengarah kepada ketertarikan terhadap penggunaan EBT terutama energi matahari.
Gandahaskara Saputra, Koordinator Komunikasi, IESR mengatakan responden IERS yang menyatakan tertarik dengan solar cell, juga menyayangkan belum adanya informasi yang tersentral dan tersistem mengenai sumber EBT ini. Informasi yang mereka butuhkan seputar plus minus listrik energi surya, proses dan cara pemasangannya, hingga preferensi pembiayaan yang memungkinkan untuk pengadaannya.
“Dari hasil survei IESR terbaru, kami mendapatkan insight bahwa mereka memang mau dan ada keinginan serta menerima penggunaan EBT terutama solar cell. Dan mereka juga menyatakan mau membeli/membayar kalau disediakan,” tutur Gandahaskara.
Tak sekadar berharap kepada pemangku keputusan, kaum milenial yang disurvei Koaksi juga berpendapat bahwa masyarakat umum memiliki peran penting dalam mengembangkan energi terbarukan. Bagi mereka, menggunakan energi fosil lebih lama berarti menambah lama pula kerusakan lingkungan kedepannya. Oleh karena itu, mereka siap melakukan perubahan gaya hidup dengan melakukan aksi hemat energi.
“Kalau dikaitkan secara spesifik, milenial terutama keluarga baru yang mulai punya properti dan kendaraan sendiri, memang mulai mempertimbangkan opsi-opsi baru sumber energi. Seperti rumah yang dipasang rooftop solar, dan kendaraan listrik. Mereka bahkan berpendapat gaya hidup itu cool, dan trendy,”imbuhnya.
Sumber: Bisnis.com