Mengunjungi museum ibarat membuka jendela pengetahuan lebih luas. Salah satunya, pengetahuan mengenai lingkungan yang penting bagi masa depan yang berkelanjutan.
KOAKSI INDONESIA—Mengunjungi museum merupakan alternatif wisata untuk merayakan kembali momen bersejarah. Sebagai upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran museum dan menjaga warisan budaya bangsa, 12 Oktober 2024 ditetapkan sebagai Hari Museum Nasional.
Dilansir dari berita RRI, asal-usul peringatan Hari Museum Nasional bermula dari Musyawarah Museum se-Indonesia (MMI) yang diadakan di Yogyakarta pada 12—14 Oktober 1962, yang menandai awal meningkatnya perhatian publik terhadap perkembangan museum di tanah air.
Meski penetapannya baru disahkan pada MMI kedua di Malang pada Mei 2015, momentum ini tetap diakui sebagai tonggak penting dalam pengelolaan dan pemajuan museum di Indonesia.
Museum memiliki peran penting tidak hanya sebagai sumber informasi sejarah dan budaya, tetapi juga sebagai destinasi wisata edukatif yang menarik. Dengan fungsi seperti pengumpulan warisan budaya, konservasi, hingga penyebaran ilmu, museum dapat memberikan pengalaman yang memperkaya wawasan dan memperkuat identitas nasional pengunjung.
Menyambangi Museum Listrik dan Energi Baru
Dalam rangka memperingati Hari Museum Nasional, menjadi momen berarti jika kita dapat memaknainya dengan mengunjungi museum. Sebagai destinasi wisata budaya yang sarat dengan edukasi, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) menawarkan 15 museum yang mengisahkan kehidupan dan sejarah masyarakat Indonesia.
Setiap museum dirancang untuk mendidik pengunjung dan memperluas pengetahuan tentang sejarah, sosial, lingkungan, budaya, serta teknologi di Indonesia.
Sebuah kesempatan menarik saat mengunjungi Museum Listrik dan Energi Baru (MLEB), museum yang dikelola oleh PT PLN Persero ini menawarkan pameran yang menarik terkait sejarah kelistrikan. Dari pengenalan asal terbentuknya listrik dari bahan bakar fosil dan energi kotor, hingga potensi energi masa depan berbasis energi baru dan terbarukan.
Di bagian depan saat memasuki museum, kita akan melihat simulator Kincir Air, sebuah inovasi pemanfaatan energi terbarukan air yang menggunakan mekanisme kincir air sebagai pembangkit listriknya.
Energi air digunakan memutar sudu-sudu kincir, kemudian energi putar itu diteruskan ke generator untuk membangkitkan energi listrik.
Di samping kincir air, kita bisa melihat sebuah mesin diesel yang telah lama digunakan masyarakat sebagai pembangkit energi. Saat ini, bahan bakar mesin diesel, yaitu solar masih merupakan bahan bakar yang kurang bersih. Namun, ada pergeseran menuju energi yang lebih bersih, untuk mengurangi emisi karbon dan dampak lingkungan dari penggunaan bahan bakar fosil.
Terlepas dari sebagai energi yang kurang bersih, solar memiliki kandungan energi yang tinggi, yang memungkinkan mesin diesel beroperasi dengan efisiensi bahan bakar lebih baik dibandingkan mesin bensin. Itulah yang membuat mesin diesel tetap relevan di sektor-sektor tertentu, terutama untuk aplikasi industri yang membutuhkan daya besar dan efisiensi tinggi.
Sejarah Kelistrikan di Indonesia
Pada bagian dalam museum terdapat banyak foto yang menjelaskan sejarah kelistrikan di Indonesia termasuk alat peraga dan simulasi sederhana untuk menunjukkan proses terbentuknya listrik.
Sejarah perkembangan kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, saat negara ini masih berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Pada tahun 1882, pembangkit listrik pertama didirikan di Semarang oleh Nederlandsch Indische Gasmaatschappij (NIGM), menggunakan mesin uap untuk memberikan penerangan publik.
Pada tahun 1900, Batavia (Jakarta) juga dilengkapi dengan sebuah pembangkit listrik yang dibangun oleh Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), yang turut mendukung pertumbuhan ekonomi kota. Tahun 1927, Belanda membentuk Electriciteitswezen, perusahaan listrik negara yang bertanggung jawab atas distribusi listrik secara terpusat.
Baca Juga: Mengenal Virtual Power Plant, Energi Terbarukan 4.0
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan listrik dan gas yang sebelumnya dikuasai Jepang. Sejak itu, kelistrikan Indonesia berkembang pesat. Pada tahun 2015, rasio elektrifikasi mencapai 87%, meningkat signifikan dari 67% pada 2010. Rasio elektrifikasi terus meningkat hingga tahun 2024 ini sudah mencapai 99%.
Adopsi listrik telah memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial di Indonesia dengan memberikan penerangan di rumah, sekolah, dan fasilitas umum, serta memacu perkembangan sektor industri. Sejarah kelistrikan di Indonesia mencerminkan bagaimana kemajuan teknologi dan infrastruktur dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam kehidupan masyarakat.
Memupuk Kecintaan Lingkungan dengan Mengenal Batik
Keanekaragaman budaya Indonesia itu sangat banyak bentuknya, salah satunya adalah warisan turun-temurun seperti batik. Museum Batik ini didirikan sebagai wujud tindak lanjut atas penetapan Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dari UNESCO pada 2 Oktober 2009 dan dikelola langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Museum Batik Indonesia menawarkan tujuh ruang pameran permanen, mulai dari Sejarah Batik Nusantara hingga perkembangan batik modern, sehingga menjadi pusat pelestarian budaya dan edukasi tentang kekayaan warisan batik Indonesia.
Di bagian dalam museum, kita disuguhkan beberapa displai menarik dari batik. Tentang sejarah awal mula batik hingga menjadi warisan tak benda oleh UNESCO.
Kemudian, ada beberapa macam displai motif dan kain batik yang tersebar di beberapa daerah. Hal menarik dari motif batik lokal adalah adanya bentuk atau corak yang mengikuti kondisi dan budaya masyarakat setempat.
Mengenal kekayaan warisan batik, tidak terlepas dari penggunaan lilin malam dan bahan pewarna yang digunakan. Proses pembuatan batik melibatkan penggunaan lilin malam yang dilelehkan untuk membuat pola pada kain, sementara pewarnaan dilakukan dengan pewarna buatan maupun alami. Pewarna alami makin diminati karena lebih ramah lingkungan dan memberikan hasil warna yang lembut serta unik.
Pewarna alami, seperti kunyit untuk warna kuning, daun jati untuk merah kecokelatan, dan daun indigo untuk biru, tidak hanya menghadirkan keindahan warna alami yang khas, tetapi juga lebih ramah lingkungan dibandingkan pewarna sintetis.
Di tengah tantangan iklim saat ini, mendukung keberlanjutan lingkungan akan dapat menjaga warisan budaya. Pewarna-pewarna alami tersebut berasal dari alam kita yang seharusnya dapat dijaga dengan turut mendorong aksi iklim. Apalagi kini peminat batik dengan pewarna alami makin meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Kisah Pewarna Alami Batik Pendorong UMKM
Penggunaan pewarna alami dalam produksi batik, seperti yang dilakukan oleh para perajin batik Ciwaringin di Kecamatan Kebon Gedang Desa Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan, tetapi juga menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan daya saing UMKM.
Batik Ciwaringin, yang telah mendapatkan penghargaan ekolabel dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diakui sebagai produk ramah lingkungan berkat penggunaan pewarna alami. Batik ini juga mendapat penghargaan Mutu Certification International dari lembaga sertifikasi swasta nasional terkait jasa testing dan inspeksi. Adanya penghargaan ini memberikan nilai tambah dalam pemasaran sebab penggunaan bahan pewarna alami tidak menimbulkan alergi pada kulit dan menjaga ketahanan luntur kain.
Selain batik Ciwaringin, di Kampung Alam Malon, Kelurahan Gunungpati, Kecamatan Gunungpati, Semarang, terdapat kerajinan batik. Zie Batik berinovasi memproduksi batik dengan pewarna alami dari limbah mangrove dan tanaman seperti indigofera, yang melibatkan masyarakat dalam budi daya tanaman pewarna. Inovasi ini menarik wisatawan dan mahasiswa asing untuk mempelajari teknik pewarnaan alami. Selain batik, mereka memproduksi kain EcoPrint, menggunakan teknik mencetak tumbuhan di atas kain.
Pewarnaan alami yang melibatkan masyarakat setempat untuk membudidayakan tanaman pewarna batik ini meningkatkan penghasilan mereka. Selain itu, para wanita di sana dapat mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan ekonomis dengan membatik.
Keberhasilan Batik Ciwaringin dan Zie Batik dalam inovasi desain serta komitmen terhadap praktik ramah lingkungan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor batik.
Setelah selesai mengunjungi kedua museum ini, harapan untuk museum menjadi tempat edukasi yang menarik dan menyenangkan makin terpupuk, sekalipun masih banyak tantangan dalam menjadikan museum sebagai tujuan wisata dan edukasi populer. Oleh karena itu, diperlukan inovasi dalam penyajian koleksi dan program museum, khususnya untuk isu lingkungan. Dengan demikian, isu lingkungan yang selama ini dianggap “jauh dari kehidupan nyata” bisa tampil menarik di dalam museum.
Daya tarik inilah yang nantinya dapat meningkatkan animo masyarakat mengunjungi museum dan menjadikan museum sebagai tempat belajar yang menyenangkan. Pengetahuan lingkungan yang diperoleh masyarakat melalui museum pada akhirnya akan meningkatkan kesadaran lingkungan untuk menjadikan bumi kita sebagai tempat hidup yang nyaman. Semoga.