Paradoks mengenai biodiesel telah cukup lama menjadi perhatian berbagai kalangan, baik potensi maupun kendala dalam pengembangan program biodiesel nasional. Cukup banyak stigma dan problem yang melekat pada biodiesel, diantaranya sebut saja isu mengenai tata kelola, dampak lingkungan, transparansi, standar keberlanjutan, peran petani swadaya, teknologi dan isu lainnya. Salah satu isu yang paling banyak dipertanyakan adalah mengenai standar keberlanjutan dari industri biodiesel itu sendiri. Biodiesel di Indonesia yang berbasis kelapa sawit sebenarnya memiliki standar keberlanjutan yaitu Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
ISPO adalah sistem sertifikasi yang didasari atas seperangkat prinsip, kriteria, dan indikator yang menjadi sebuah sistem standardisasi industri kelapa sawit di Indonesia. Sistem ini didasari atas Peraturan Menteri Pertanian No 11 Tahun 2015 tentang ISPO[1]. Sayangnya selain terbatas pada aspek legalitas dan lahan, isu-isu terkait standar keberlanjutan biodiesel tersebut masih jarang didiskusikan di publik dan menjadi wacana di kalangan tertentu saja, sehingga banyak masyarakat yang masih mempertanyakan apakah biodiesel dapat benar-benar berkelanjutan dan menjadi solusi dari ancaman krisis energi nasional?
Menjawab kebutuhan akan informasi terkait ISPO sebagai salah satu standar keberlanjutan biodiesel, Kamis (24/10) lalu Koaksi Indonesia menyelenggarakan RuangAksi #16 dengan tema Peluang ISPO dalam Mendorong Biodiesel Berkelanjutan. Menghadirkan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian LHK Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna, Wakil Presiden MUTU International Irham Budiman, Periset Koaksi Indonesia Kevin Alexander dan dimoderatori oleh Reyhanillo Andi Kasim dari Koaksi Indonesia.
Diskusi dibuka oleh Nuly Nazlia, Direktur Eksekutif Koaksi Indonesia yang menyinggung tentang Energy Trilemma yang terdiri dari tiga komponen yaitu Energy Security, Energy Affordability dan Energy Sustainability. Biodiesel merupakan komponen yang strategis bagi ketahanan energi nasional untuk menjawab trilemma energy. Menurut Nuly, biodiesel Indonesia dapat berkelanjutan dengan meninjau dari semua aspek yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pada aspek lingkungan ISPO diharapkan mampu meningkatkan daya saing kelapa sawit Indonesia di pasar global dan penurunan emisi gas rumah kaca. Hingga kini sudah ada 9 koperasi (5 Swadaya, 4 Desa) yang sudah tersertifikasi ISPO. Sedangkan untuk petani swadaya baru 1% yang sudah tersertifikasi ISPO.
Koaksi Indonesia melalui salah satu perisetnya, Kevin Alexander, menyampaikan bahwa biodiesel dapat menjawab trilemma energi, tapi prosesnya harus berkelanjutan atau berlangsung secara terus-menerus. Dalam konteks ini yang terus menerus adalah produksinya, karena jika sembarangan sesuatu yang diproduksi terus menerus dapat berdampak buruk. Menurut Rio Declaration berkelanjutan dalam biodiesel adalah yang dapat diproduksi secara terus menerus dengan memperhatikan faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan sehingga tak hanya dilihat dari aspek sosial saja atau ekonomi saja. Selain itu aksesnya harus mudah agar dapat dijangkau oleh masyarakat baik di kota ataupun desa.
Ruandha Agung menyampaikan bahwa isu biodiesel dan dampak gas rumah kaca (GRK) Sangat relevan dengan KLHK. Mengenai bagaimana biodiesel dapat berkelanjutan tanpa merusak lingkungan, Ruandha berpendapat peningkatan produktivitas kelapa sawit dapat dilakukan agar tidak ada ekstensi lahan. Hal ini yang masih terjadi hingga saat ini dan menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan GRK di Indonesia. “Stop pembukaan lahan sawit, namun tingkatkan produktivitas sawit masih menjadi hal yang sulit dilakukan. Produktivitas kelapa sawit di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan produksi kelapa sawit di Malaysia” papar Ruandha.
Irham Budiman mewakili MUTU International yang merupakan perusahaan sertifikasi yang berdiri sejak 1990 di Indonesia dan juga mengeluarkan sertifikasi ISPO menyampaikan bahwa saat ini jika bicara biodiesel maka asosiasinya adalah dengan green energy, yang seharusnya adalah sustainability energy. Irham menambahkan “Sustain adalah aspek yang berbeda dengan green. Sustainability energy memiliki aspek yang lebih luas dari green energy. Bicara sustainability ada standarnya yaitu RSPO, ISPO yang adalah upaya untuk melawan campaign yang datang dari luar negeri terhadap produk sawit Indonesia”.
Terkait dengan peran ISPO dalam mendukung biodiesel berkelanjutan, periset Koaksi Indonesia, Kevin Alexander dengan jelas mengatakan bahwa ISPO bisa sangat mendukung biodiesel untuk berkelanjutan. Saat ini ISPO baru diterapkan di bagian hulu dari industri biodiesel, namun ISPO memiliki punya potensi untuk dikembangkan. Salah satu caranya ISPO harus disyaratkan dalam pembelian CPO untuk Biodiesel. “Biodiesel Indonesia harus ada sistem traceability yang jelas agar lebih mudah dalam pemetaan jalur sawit hingga menjadi biodiesel. Mindset program biodiesel harus aman untuk lingkungan kini dan nanti” tegas Kevin. Kevin berpendapat ISPO memiliki kekuatan hukum sehingga dapat didorong oleh pemerintah untuk penerapannya.
Sejalan dengan pernyataan Kevin, Irham Budiman menambahkan bahwa ISPO sangat bisa dijadikan senjata untuk keberlanjutan, tinggal aspek traceability yang harus dikembangkan untuk menyambungkan CPO ke Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN). Sedangkan mengenai hambatan yang dihadapi dalam pemberlakuan ISPO dalam industri biodiesel, Irham berpendapat jika tumpang tindih lahan dan peraturan yang berubah-ubah menjadi salah satu hambatan di lapangan. Solusinya bisa dengan kolaborasi semua pihak dalam konteks supply chain dari hulu hingga hilir dalam program biodiesel di Indonesia.
Sedangkan menurut Ruandha Agung, ISPO akan menguntungkan karena menambah kepercayaan kepada pembeli terhadap produk Indonesia. Namun terkait sustainability, masalah yang dihadapi adalah banyak orang yang membuka hutan untuk lahan sawit tanpa izin. Petani swadaya dan perusahaan yang melakukan hal ini menjadikan lahan mereka ilegal dan berakibat mereka gagal untuk sertifikasi. Syarat yang pertama harus dipenuhi dalam sertifikasi adalah legalitas lahan. Sehingga pelaku usaha dianggap perlu mematuhi peraturan agar dapat memenuhi persyaratan memperoleh sertifikasi.
Penting untuk melihat dan menjadikan standar keberlanjutan seperti halnya ISPO sebagai standar yang tidak hanya menjamin keberlanjutan biodiesel dari aspek ekonomi saja, namun juga dalam aspek keberlanjutan lingkungan dan sosial. Mengutip pernyataan Irham Budiman terkait ISPO, Indonesia dapat menjadi trendsetter biodiesel dunia, tinggal bagaimana sistem traceability dapat segera diterapkan dalam ISPO agar biodiesel Indonesia berkelanjutan. (Coaction/Yessi Febrianty)
[1] ISPO – Coaction Indonesia. (2019). Buku Saku Memahami Standar Aspek Keberlanjutan dalam Industri Biodiesel, hal 8