Energi terbarukan menjadi solusi desentralisasi energi untuk peningkatan aksesibiltas energi di desa terpencil. Namun, implementasinya masih menghadapi beberapa kendala.
KOAKSI INDONESIA–Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyediakan akses energi yang merata bagi seluruh penduduknya. Khususnya di daerah perdesaan yang terpencil, akses listrik masih menjadi masalah utama.
Menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada tahun 2024 masih ada sekitar 3.000 desa di Indonesia yang belum memiliki akses listrik. Desa-desa ini tersebar di wilayah tengah dan timur Indonesia. Namun, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) masih ada sekitar 6.072 desa dan kelurahan atau sekitar 1,3 juta rumah tangga Indonesia belum teraliri listrik dari PLN. Perbedaan data ini disebabkan tidak semua pembangkit listrik di desa berasal dari PLN. Ada yang berupa program hibah langsung dari Kementerian ESDM ataupun pembangkit mandiri yang dibangun dan dikelola secara mandiri oleh desa.
Inisiatif Energi Terbarukan di Daerah Terpencil
Berbagai inisiatif telah dilakukan untuk menghadirkan energi terbarukan bagi masyarakat di daerah terpencil. Berikut beberapa contohnya.
- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Dengan potensi sinar matahari yang melimpah, PLTS menjadi solusi yang ideal. Program seperti Accelerating Clean Energy Access to Reduce Inequality (ACCESS) oleh Kementerian ESDM bersama UNDP berhasil menghadirkan listrik tenaga surya di 22 desa terpencil di Indonesia, seperti di Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Proyek ini meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mendorong aktivitas ekonomi lokal (UNDP Indonesia). - Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
Di wilayah dengan sumber daya air melimpah, PLTMH menjadi alternatif yang efektif. Contohnya, instalasi mikrohidro di Sumatra membantu menyediakan listrik yang stabil, mendukung aktivitas masyarakat, dan membuka peluang usaha baru (Solar Kita). - Program Patriot Energi
Program ini melibatkan para pemuda lokal untuk mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan dan melatih masyarakat tentang penggunaan energi bersih. Patriot Energi berperan sebagai agen perubahan yang mempromosikan solusi berkelanjutan di desa-desa terpencil (Indonesia.UN.org).
Beberapa inisiatif tersebut membantu meningkatkan akses energi listrik di wilayah pedalaman Indonesia. Pemanfaatan pembangkit energi terbarukan secara off-grid (pembangkit mandiri tanpa adanya sambungan dengan pembangkit lainnya) sangat mungkin dilakukan karena beberapa jenis energi terbarukan dapat disesuaikan kapasitasnya berdasarkan sumber daya yang ada.
Model penyebaran pembangkit listrik ini atau desentralisasi energi juga memiliki beberapa keuntungan selain untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di Indonesia. Menurut studi IESR, pembangkit yang tersebar dapat membuka ruang untuk investasi langsung dan investasi lokal, menambah keragaman pasokan, meningkatkan ketahanan sistem jaringan, sehingga dapat dipraktikkan pada daerah yang kecil dan sulit terjangkau, serta dapat mengurangi kebocoran energi dalam proses transmisi dan distribusi di area perkotaan.
Tantangan Pengembangan Energi Terbarukan di Perdesaan
Implementasi energi terbarukan memang banyak mendatangkan keuntungan. Namun, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Misalnya, kebijakan, pendanaan, dan pengelolaan.
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, implementasinya sering kali menemui hambatan di lapangan. Kebijakan desentralisasi energi belum sepenuhnya terintegrasi dengan rencana pembangunan daerah, terutama di wilayah terpencil. Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait sering kali tidak berjalan dengan optimal, sehingga inisiatif energi terbarukan sulit berkembang secara konsisten.
Baca Juga: Siasat Energi Terbarukan di Desa Air Tenam Sebagai Alat Pemanfaatan Potensi Desa
Pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan membutuhkan investasi awal yang cukup besar, terutama untuk teknologi seperti PLTS, PLTMH, atau pembangkit berbasis bioenergi. Pendanaan sering kali menjadi kendala, terutama bagi desa-desa yang memiliki anggaran terbatas. Program hibah atau bantuan dari pemerintah dan organisasi internasional memang membantu, tetapi sifatnya tidak selalu berkelanjutan. Selain itu, kurangnya akses terhadap skema pembiayaan inovatif, seperti kredit mikro atau kemitraan publik-swasta, menghambat percepatan implementasi energi terbarukan di desa-desa.
Masalah pengelolaan juga menjadi tantangan lain. Meskipun beberapa desa telah berhasil membangun pembangkit listrik mandiri, keberlanjutannya sering terganggu oleh kurangnya kapasitas teknis dan sumber daya manusia yang memadai untuk mengoperasikan dan merawat infrastruktur tersebut. Selain itu, kurangnya pelatihan dan edukasi untuk masyarakat lokal menyebabkan ketergantungan pada pihak luar untuk pemeliharaan, yang sering kali tidak efisien dan mahal.
Langkah Nyata Koaksi Indonesia dalam Mendorong Desentralisasi Energi
Sebagai organisasi masyarakat sipil yang berfokus pada energi terbarukan, Koaksi Indonesia senantiasa berusaha untuk mendorong pemerataan energi di Indonesia melalui pembangkit energi terbarukan. Salah satu upaya yang dilakukan Koaksi Indonesia adalah melakukan kajian untuk merevitalisasi pembangkit energi terbarukan yang sudah ada ataupun melakukan pemetaan potensi energi terbarukan di berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki potensi besar namun belum memanfaatkannya secara optimal.
Koaksi Indonesia telah melakukan kajian untuk revitalisasi PLTMH di Desa Air Tenam, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Hasil kajian yang telah diimplementasikan itu berhasil menyediakan listrik kepada masyarakat di Desa Air Tenam. Dengan listrik, potensi wisata dan ekonomi desa ini pun bangkit. Selain itu, manfaat listrik dari PLTMH yang bersumber dari air sungai yang sudah penduduk rasakan, menyadarkan mereka untuk menjaga kelestarian daerah aliran sungai agar PLTMH dapat terus beroperasi.
Baca Juga: Air sebagai Sumber Energi Terbarukan
Inisiatif lainnya adalah melakukan pemetaan potensi di Kabupaten Timor Tengah Selatan di Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Pegunungan Arfak di Papua Barat melalui program Eco Action.
Program Eco Action bermula dari hasil pemetaan yang telah dilakukan Koaksi Indonesia berdasarkan data potensi desa tahun 2018. Data menunjukkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki 16 desa tanpa listrik, dengan total 4.400 keluarga yang terdampak. Sementara itu, Kabupaten Pegunungan Arfak mencatat 58 desa tanpa listrik, dengan 6.000 keluarga yang masih hidup dalam gelap gulita. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa daerah-daerah ini memiliki kebutuhan mendesak akan inisiatif energi terbarukan dan desentralisasi pembangkit listrik.
Program Eco Action dengan kampanye #EnergiSehat hadir untuk menjawab tantangan infrastruktur dasar di kedua kabupaten tersebut. Melalui pendekatan berbasis energi terbarukan, program ini bertujuan untuk memberikan akses penerangan, air bersih, dan sanitasi yang layak kepada masyarakat tanpa akses listrik. Dengan memanfaatkan teknologi energi terbarukan seperti tenaga surya dan mikrohidro yang sesuai dengan sumber daya lokal, program ini tidak hanya menyediakan fasilitas dasar, tetapi juga mendorong terciptanya ketahanan kesehatan dan ekonomi masyarakat. Melalui penerangan yang memadai, masyarakat dapat menjalankan aktivitas dengan lebih produktif, sementara akses air bersih dan sanitasi yang layak akan meningkatkan taraf kesehatan mereka.
Selain menyediakan infrastruktur, Eco Action berfokus pada peningkatan kapasitas masyarakat lokal. Pelatihan dan edukasi diberikan untuk memperkuat pengetahuan mereka dalam pengelolaan kesehatan, sanitasi, dan energi terbarukan, sehingga desa dapat berkembang secara mandiri berbasis nilai tambah. Penerapan program ini diharapkan tidak hanya memberikan dampak jangka pendek berupa penyelesaian kebutuhan mendesak, tetapi juga dampak jangka panjang berupa kemandirian masyarakat dan keberlanjutan lingkungan. Program ini merupakan langkah nyata untuk mewujudkan desa mandiri berbasis energi bersih di wilayah tertinggal Indonesia.