Hari Santri Nasional 2024 sebagai momentum bagi santri untuk memperkuat peran mereka dalam pelestarian lingkungan demi masa depan yang berkelanjutan.
KOAKSI INDONESIA—Negara Indonesia memperingati Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober. Hari Santri Nasional 2024 menjadi salah satu momen penting untuk merayakan kontribusi santri terhadap bangsa, termasuk dalam bidang pelestarian lingkungan. Seiring dengan meningkatnya ancaman perubahan iklim dan kerusakan alam, santri dapat memainkan peran signifikan dalam jihad ekologi. Sebagai khalifah di muka bumi, santri memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi alam, mengikuti prinsip Islam yang mendorong keseimbangan dan keberlanjutan.
Apa itu jihad ekologi? Disadur dari Nu Online, Jihad ekologi adalah gerakan untuk menjaga lingkungan yang berakar pada nilai-nilai Islam. Istilah “jihad ekologi” tidak memiliki satu pencetus atau penggagas tunggal yang secara definitif memulainya. Namun, konsep ini muncul dari diskusi tentang lingkungan yang terinspirasi oleh ajaran Islam, terutama tanggung jawab manusia sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Istilah ini berkembang melalui pemikiran beberapa aktivis dan akademisi Muslim yang mengaitkan konsep jihad (dalam arti perjuangan atau usaha) dengan upaya melindungi lingkungan.
Gerakan ini tidak hanya mencakup aksi fisik seperti penanaman pohon atau pengelolaan sampah, tetapi juga membangun kesadaran ekologis berbasis ajaran agama, sehingga menjaga lingkungan menjadi bagian integral dari spiritualitas dan ibadah santri. Momentum Hari Santri bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan kesadaran lingkungan di kalangan pesantren, memperkuat peran mereka dalam pelestarian alam.
Pesantren dan Pelestarian Lingkungan
Berdasarkan data Kementerian Agama, lebih dari 41.000 pesantren tersebar di seluruh Indonesia, potensi mereka dalam mendukung gerakan pelestarian lingkungan sangat besar. Pesantren tidak hanya dapat menjalankan program konkret seperti penghijauan atau pengelolaan sampah, tetapi juga bisa mengintegrasikan fikih lingkungan dalam kegiatan sehari-hari. Konsep fikih lingkungan menggabungkan ajaran syariat dengan upaya menjaga kelestarian bumi, yang bisa dijadikan bagian penting dari dakwah lingkungan. Santri pun dapat menjadi agen perubahan yang menginspirasi masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga alam.
Baca Juga: Pembangunan Berkelanjutan untuk Masa Depan Anak Indonesia
Dalam jihad ekologi, pesantren dapat memainkan peran sentral dengan menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan, mengajarkan pentingnya menjaga alam sebagai bentuk ibadah. Langkah ini diharapkan mampu menanamkan kesadaran mendalam di kalangan santri bahwa merawat lingkungan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada sesama, tetapi juga kepada Sang Pencipta.
Selain itu, pesantren memiliki kemampuan unik untuk menyebarkan ajaran tentang kelestarian alam kepada masyarakat luas. Dengan pendekatan berbasis agama, santri dapat menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam berbagai program lingkungan. Misalnya, mereka bisa mempromosikan praktik ramah lingkungan seperti pengelolaan sampah, penghijauan, dan penggunaan energi terbarukan di komunitas sekitar. Peran aktif ini membantu menyebarkan pesan bahwa pelestarian alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu, tetapi menjadi tugas bersama yang melibatkan semua lapisan masyarakat.
Contoh Nyata Gerakan Jihad Ekologi
Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang telah menjadi model dalam pengelolaan sampah berbasis lingkungan dengan menerapkan sistem Bank Sampah Tebuireng. Dikutip dari Suara Pesantren, sekitar 50 ton sampah per bulan yang dihasilkan dari aktivitas pesantren dan komunitas sekitarnya dikelola melalui pemilahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah menjadi kompos untuk kebutuhan pertanian, mendukung konsep pertanian berkelanjutan yang mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan berkontribusi pada kesuburan lahan.
Selain manajemen sampah, Pesantren Tebuireng juga berkolaborasi dengan Danone-AQUA dalam program Inclusive Recycling Indonesia. Kemitraan ini bertujuan untuk mengedukasi para santri dan masyarakat sekitar tentang pentingnya daur ulang dan pemanfaatan sampah sebagai sumber ekonomi. Dalam program ini, sampah anorganik, seperti botol plastik, didaur ulang dengan teknologi yang memastikan kebersihan dan kepatuhan pada standar kesehatan, memberikan nilai tambah sekaligus mengurangi sampah plastik di lingkungan sekitar.
Selain manfaat lingkungan, inisiatif ini mendukung perekonomian pesantren dan masyarakat sekitar. Hasil dari program daur ulang dan kompos dapat dijual atau dimanfaatkan untuk kebutuhan lokal, menciptakan pendapatan tambahan bagi pesantren dan membuka peluang usaha kecil berbasis lingkungan. Upaya ini menjadikan Tebuireng sebagai contoh ekopesantren yang sukses mengelola sampah secara berkelanjutan, dengan dampak positif bagi lingkungan dan ekonomi lokal, serta menjadi referensi bagi pondok pesantren lainnya.
Pesantren Sunan Pandanaran di Yogyakarta merupakan contoh pesantren lain yang telah mengambil langkah-langkah signifikan dalam pelestarian lingkungan melalui berbagai program yang berfokus pada keberlanjutan. Dikutip dari Mosaic-Indonesia, pesantren ini telah berhasil meraih juara 1 pada Penganugerahan “Ekopesantren Award 2024” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam Universitas Nasional (PPI UNAS) di Jakarta. Prestasi gemilang ini juga menjadi cerminan dari pendidikan holistik yang diterapkan di pesantren, tidak hanya fokus pada aspek keagamaan, tetapi juga mengembangkan potensi dalam kepedulian lingkungan sekitar.
Baca Juga: Hari Keterampilan Pemuda Sedunia: Mempersiapkan Pemuda Berkarier di Green Jobs dengan Green Skills
Salah satu inisiatif utama yang diterapkan oleh Pesantren Sunan Pandanaran adalah pengelolaan sampah terpadu, di mana pesantren ini mendorong santri untuk memilah sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos yang digunakan untuk pertanian organik di lingkungan pesantren, sementara sampah anorganik didaur ulang atau dijual ke bank sampah. Pesantren ini juga mengajarkan para santri tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi limbah plastik, serta memberikan edukasi tentang cara memanfaatkan kembali barang-barang yang dapat didaur ulang.
Selain pengelolaan sampah dan pertanian organik, pesantren Sunan Pandanaran terlibat dalam upaya penghijauan dan konservasi air. Pesantren ini aktif melakukan kegiatan penanaman pohon di sekitar pesantren dan daerah sekitarnya untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka juga memanfaatkan sistem biopori untuk mengelola air hujan dan meningkatkan resapan air tanah, yang membantu mencegah banjir dan menjaga kelestarian sumber daya air. Melalui kombinasi program lingkungan yang terintegrasi dengan pendidikan agama, pesantren ini tidak hanya menjaga alam, tetapi juga membangun kesadaran ekologis pada generasi muda.
Keterlibatan santri dalam menjaga lingkungan juga memberikan dampak jangka panjang. Ketika santri kembali ke masyarakat, mereka dapat membawa nilai-nilai dan praktik lingkungan yang telah dipelajari di pesantren, mendorong perubahan perilaku secara kolektif. Dengan mendukung gerakan jihad ekologi, santri dapat menginspirasi generasi muda lainnya untuk berperan dalam pelestarian lingkungan, menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Gerakan ini tidak hanya mendukung kelestarian alam, tetapi juga menjadi bagian dari perjuangan santri untuk kemaslahatan umat.
Dalam konteks jihad ekologi, Hari Santri Nasional bisa menjadi momentum untuk memulai gerakan besar di berbagai pesantren di Indonesia. Peran santri sebagai agen perubahan dapat memperkuat kampanye pelestarian lingkungan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Dengan begitu, santri tidak hanya berperan dalam aspek spiritual, tetapi juga dalam menjaga kelestarian bumi. Upaya ini juga menjadi bagian penting dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045, di mana bangsa ini diharapkan menjadi negara yang maju, makmur, dan berwawasan lingkungan, dengan generasi yang peduli akan kelestarian alam.