KOMPAS.com – Kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap penanggulangan ancaman krisis iklim, dan tergabung dalam Komunitas Peduli Iklim mengirimkan surat terbuka untuk Presiden Indonesia Joko Widodo menjelang konferensi besar iklim COP26 di Glaslow, Skotlandia.
Surat terbuka ini merupakan bentuk pengingat, agar tercapai visi Indonesia emas 2045 dengan ekonomi hijau yang inklusif, berbasis keadilan, berorientasi pada pertumbuhan kesejahteraan dan responsif terhadap krisis iklim.
Surat terbuka itu disampaikan oleh Komunitas Peduli Iklim dalam konferensi pers Peduli Iklim: Pesan Iklim Untuk Presiden Joko Widodo, Rabu (27/10/2021). Berikut isi surat terbuka untuk Jokowi.
Indonesia sedang berada di titik kritis
Isi surat terbuka untuk Presiden Jokowi tersebut dikatakan, bahwa untuk mencapai Indonesia emas pada tahun 2045 nanti, harus disadari bahwa visi tersebut akan terlaksana apabila kita bisa keluar dari krisis iklim yang lebih menakutkan bagi peradaban manusia dari pandemi Covid-19 saat ini.
Pandemi Covid-19 saja sudah berdampak pada banyak sektor dan sangat mengkhawatirkan.
Maka, krisis iklim yang juga bagian pemicu pandemi ini akan lebih mengancam, karena memengaruhi kestabilan ekonomi, sosial, kesehatan, dan bahkan menimbulkan bencana berkepanjangan dan kian menurunkan kesempatan Warga Negara Indonesia menikmati penghidupan yang layak dan berkelanjutan.
“Saat ini, kita sedang berada di titik kritis. Kita perlu segera bertransformasi menuju masyarakat yang inklusif, adil dan berkelanjutan,” tulis mereka.
Mungkin tidak banyak yang menyadarinya, tetapi krisis iklim di Indonesia sudah terbukti dari kenaikan suhu, kenaikan permukaan laut, dan banyak peristiwa bencana alam yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir di abad ini.
Salah satu yang dicontohkan dalam surat terbuka itu adalah, catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa pada tahun 2020 saja, sekitar 2.952 bencana terjadi di mana sebanyak 99 persen adalah bencana hidrometeorologi.
Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan daya tahan dan daya lenting semua pihak.
Sebab, tanpa kapasitas dan kesiapan yang memadai, krisis iklim memperburuk ketimpangan ekonomi, sosial, gender, dan antargenerasi.
Indonesia harus sangat berperan atasi krisis iklim
Indonesia harus mampu mengatasi krisis iklim serta mencegah meluasnya kerusakan lingkungan, karena ekonomi yang stabil tidak memungkinkan tanpa adanya kekuatan sosial dan lingkungan yang sehat.
Indonesia sudah melakukan banyak hal untuk memperjuangkan kesehatan lingkungan, namun komitmen lebih kuat dan upaya lebih masif dibutuhkan untuk memastikan tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan yang menyeluruh.
Dalam konteks pencegahan meningkatkan suhu permukaan bumi yang erat berkaitan dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca ini, Indonesia berperan penting untuk ikut mengeremnya.
Sebagai negara dengan tutupan hutan tropis luas, Indonesia berpotensi menjadi negara adidaya yang bakal menentukan arah untuk menghadapi krisis iklim.
Rambu pengaman sosial, lingkungan, dan tata kelola yang kuat dan terintegrasi menjadi prasyarat mendasar bagi Indonesia agar semakin tangguh dan mampu menarik investasi hijau yang menjadi tren dunia terkini.
5 poin yang harus segera dilakukan Jokowi
Melalui surat terbuka itu, Komunitas Peduli Iklim mengajukan 5 poin penting untuk segera dilakukan Jokowi dalam penanganan krisis iklim di Indonesia.
1. Memastikan arah pembangunan ekonomi hijau yang inklusif, berkeadilan, berorientasi pada pertumbuhan kesejahteraan, dan responsif terhadap Krisis Iklim, melalui pemenuhan ambisi Net Zero Emission lebih cepat dari 2060 melalui peta jalan yang jelas dan terukur.
2. Memastikan peralihan segera dari sumber energi berbasis fosil seperti batu bara dan turunannya menuju energi terbarukan, dengan kebijakan transisi energi yang inklusif, terdesentralisasi, terukur, dan berkeadilan.
3. Memastikan penguatan upaya perlindungan ekosistem alam, termasuk menghentikan alih guna lahan yang tidak selaras dengan aspirasi Indonesia mencapai Net Zero Emission lebih cepat dari 2060.
4. Memastikan pengelolaan sampah yang menyeluruh, mulai dari pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
5. Memastikan Indonesia menjadi negara tujuan investasi hijau yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, dengan memperbesar insentif aliran pendanaan hijau dan disinsentif pendanaan kotor.
Kelima poin tersebut diharapkan untuk segera dikeluarkan dan dijalankan secara sungguh-sungguh kebijakan yang transformatif, menyeluruh, lintas-sektoral, saling terhubung dan konsisten.
Sumber: www.kompas.com
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Bestari Kumala Dewi