Saat ini bisa dibilang pandemi sudah berlalu dari Indonesia. Meskipun begitu, saya tetap komitmen untuk menggunakan masker karena saat ini polusi udara sedang tidak baik-baik saja. Banyaknya jumlah kendaraan di jalan raya tentu saja menghasilkan asap kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan polusi.
Apalagi siang hari saat cuaca terik, belum lagi pekerjaan menuntut untuk lebih sering berada di luar ruangan. Akhirnya, saya terbiasa berdampingan dengan asap kendaraan bermotor di tengah-tengah kemacetan dalam perjalanan menuju suatu tempat.
Jika terlalu sering hidup berdampingan dengan asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor, tentu akan memengaruhi kondisi kesehatan kita sebagai manusia. Tidak hanya satu orang akan terdampak oleh polusi udara tersebut, melainkan masyarakat bisa terganggu kesehatannya apabila dalam jangka waktu lama menghirup asap kendaraan bermotor.
Baca Juga: Anak Muda Gemakan Isu Iklim untuk Calon Pemimpin
Selain polusi udara, tahun lalu saya merasakan musim kemarau sedikit lebih panjang. Perubahan iklim tidak seperti biasanya dirasakan hampir seluruh masyarakat. Suhu udara meningkat secara signifikan. Salah satunya disebabkan oleh polusi udara dari asap kendaraan bermotor dan kegiatan industri pabrik-pabrik di sebuah kawasan industri. Kondisi seperti ini merupakan tanda-tanda adanya krisis iklim yang kita alami di lingkungan sekitar.
Ada banyak dampak negatif dari krisis iklim yang sedang kita rasakan saat ini, sebut saja:
- Berkurangnya jumlah serta kualitas dari hutan yang ada.
- Meningkatnya wabah penyakit.
- Jumlah air yang berkurang baik secara kuantitas maupun kualitas.
Apa jadinya apabila krisis iklim terus-menerus ada di muka bumi tanpa solusi sedikit pun? Tentu saja tidak ada satu manusia di dunia ini yang menginginkan bumi tempat mereka berpijak saat ini punah. Apalagi bumi ini juga akan menjadi tempat keberlangsungan hidup bagi anak cucu kita kelak.
Berbicara mengenai polusi udara yang cukup meningkat beberapa tahun belakangan ini, tentu harus dicari solusi terbaik agar polusi bisa diminimalkan bahkan dihilangkan.
Saat ini, saya melihat beberapa kendaraan listrik berlalu-lalang di jalan raya. Bahkan, saya pernah naik ojek daring yang sopirnya menggunakan motor listrik. Selain motor listrik, saya menemukan beberapa mobil listrik yang dikendarai oleh masyarakat setempat. Meskipun belum banyak, ternyata sebagian masyarakat sudah sadar pentingnya menjaga udara tetap bersih dari asap kendaraan bermotor.
Tentu saja saya sangat senang melihat adanya fenomena kemunculan kendaraan listrik di kota tempat tinggal saya. Secara tidak langsung para sopir ojek daring yang menggunakan sepeda motor listrik masuk ke kategori pekerjaan ramah lingkungan. Para sopir ojek tersebut secara tidak langsung memberi kontribusi dalam melakukan transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
Pekerjaan Ramah Lingkungan Harus Dimulai dari Diri Sendiri
Dalam upaya memberi kontribusi nyata melestarikan lingkungan tempat kita hidup, tentu saja harus dimulai dari diri sendiri. Salah satu kontribusi dari dalam diri sendiri adalah mengambil peluang dan turut serta dalam lapangan kerja hijau atau yang saat ini banyak dikenal dengan istilah Green Jobs.
Green Jobs atau pekerjaan hijau merupakan istilah yang diberikan oleh ILO (International Labour Organization) untuk jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pelestarian alam maupun lingkungan serta pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi.
Baca Juga: Mungkinkah Transisi Energi Menjadi Budaya Populer?
Dulu, saya memiliki pekerjaan impian yang bisa menolong orang lain. Saya rasa dengan menjadi bagian dari tenaga kerja Green Jobs, kalian pun secara tidak langsung menolong orang lain agar bisa hidup dengan lebih nyaman di lingkungan yang jauh dari polusi udara.
Kendaraan Listrik dan Peluang Besar Gen Z Berpartisipasi dalam Green Jobs
Meskipun kendaraan listrik tidak bisa digunakan menempuh perjalanan ratusan ribu kilometer, setidaknya produsen yang menggagas ide tersebut secara tidak langsung membantu pemerintah dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
Ada banyak manfaat positif dengan diproduksinya kendaraan listrik, antara lain:
- Tidak menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin sehingga tidak menghasilkan emisi karbon.
- Dapat mengurangi terjadinya polusi udara.
- Mobil listrik tidak menimbulkan kebisingan ketika mesinnya dinyalakan.
Hadirnya kendaraan listrik di masyarakat tentu diproduksi dalam jumlah besar sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja untuk berpartisipasi dalam memproduksi alat transportasi tersebut. Peluang kerja di bidang produksi kendaraan listrik bisa jadi salah satu langkah bagi Gen Z untuk berkontribusi pada pekerjaan hijau atau Green Jobs.
Pengguna kendaraan listrik baik itu penumpang maupun pengemudi, secara tidak langsung turut serta dalam melestarikan lingkungan sekitar. Manfaat pun dirasakan oleh masyarakat dengan udara bersih yang dapat dihirup setiap hari akibat dari berkurangnya kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil.
Baca Juga: World Cleanup Day Menyiasati Polemik Sampah Pulau Harapan
Saat ini sudah tersedia platform yang menyediakan lapangan kerja berkaitan dengan pekerjaan hijau, sehingga kalian tidak perlu lagi bingung apabila memiliki passion bekerja di pekerjaan hijau. Platform tersebut adalah https://greenjobs.id/ yang menawarkan pekerjaan hijau di berbagai bidang, seperti pertanian, pariwisata, energi terbarukan, manufaktur maupun konstruksi.
Mari siapkan diri untuk berkarier di pekerjaan hijau demi keberlanjutan lingkungan yang lebih baik.
Artikel ini telah tayang di https://www.mariatanjung.com/2024/02/peluang-green-jobs-untuk-pencari-kerja.html dengan judul “Penggunaan Kendaraan Listrik, Peluang Green Jobs untuk Pencari Kerja”.
DISCLAIMER
Semua artikel dan opini yang dipublikasikan pada Blog #GoGreenJobs menjadi tanggung jawab dari masing-masing penulis. Koaksi Indonesia membantu mengedit bahasa dan penulisan setiap artikel dan opini yang masuk ke redaksi agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Koaksi Indonesia tidak bertanggung jawab jika terdapat plagiarisme, kesalahan data dan fakta, serta kekeliruan dalam penulisan nama, gelar atau jabatan yang terdapat di dalam artikel dan opini.