PIKIRAN RAKYAT – Manajer Riset dan Pengembangan Koaksi Indonesia Aziz Kurniawan menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia perlu melakukan penganekaragaman Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan memilih bahan baku yang tidak bersinggungan dengan pangan. Hal ini dilakukan agar harga BBN lebih stabil.
Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, pernyataan tersebut dilontarkan Azis dalam diskusi yang bertajuk Dinamika Diskursus Bahan Bakar Nabati yang digelar pada Kamis, 22 September.
Ia menyebutkan bahwa pihaknya tidak ingin para ibu rumah tangga antre untuk mendapatkan minyak goreng.
“Kita tidak mau terulang emak-emak mengantre, beratus-ratus orang antre mendapatkan minyak goreng, pasti kita tidak mau ini terulang. Sedikit banyak biodiesel ambil bagian dalam proses itu,” kata Aziz.
Aziz menjelaskan bahwa bahan bakar nabati jangan hanya berasal dari kelapa sawit, tetapi juga dari tanaman-tanaman lain yang non edible dan tidak berkompetisi dengan pangan, seperti jarak dan nyamplung.
Jika bahan baku biofuel tersebut diambil dari komoditas pangan, maka harganya akan lebih berfluktuasi mengikuti harga pangan dan kondisi geopolitik global.
Bahan bakar nabati tergolong pada energi terbarukan. Meskipun begitu, harga dari bahan bakar nabati ini berbeda dengan jenis energi terbarukan lainnya seperti surya, angin, dan air.
Dalam beberapa tahun terakhir, harga panel surya, kincir angin, atau pembuatan pembangkit listrik tenaga air cenderung turun atau serupa. Sementara, bahan bakar biofuel yang bisa dikonsumsi manusia cenderung mengalami peningkatan dalam segi harga.
Apabila mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional, maka penganekaragaman atau diversifikasi ini mendapatkan penekanan khusus. Penekanan khusus ini mengacu kepada potensi daerah dan kondisi geografis.
Aziz Kurniawan menjelaskan bahwa pengembangan biofuel yang tidak berbasis pangan ini memiliki kecenderungan harga yang stabil.
“Biofuel fluktuatif, jadi harganya mengikuti harga pangan. Ini akibat berkompetisi secara harga yang lebih mengikuti harga pangan. Jadi, kita mendorong pengembangan biofuel yang tidak berbasis pangan, seperti jarak, nyamplung pasti punya harga yang cenderung stabil,”ujarnya. (Anggita Laras Syanlindri)***
Sumber: www.pikiran-rakyat.com