Kuliah Umum Suara Bae dari Timur merupakan kegiatan di hari kedua PRF 2024. Kegiatan untuk menambah wawasan aksi iklim mahasiswa Universitas Nusa Nipa Maumere ini diadakan di kampus mereka.
KOAKSI INDONESIA–Tujuan Pesta Raya Flobamoratas (PRF) 2024 tidak hanya melakukan aktivitas seni, namun juga meningkatkan wawasan anak muda terkait aksi iklim. Salah satunya adalah menggelar kuliah umum berkolaborasi dengan Universitas Nusa Nipa (UNIPA) Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kuliah umum yang dilaksanakan pada 25 September 2024 di Kampus UNIPA ini dihadiri sekitar 100 mahasiswa dari berbagai jurusan di kampus tersebut. Dengan tajuk yang selaras dengan tema PRF 2024, Suara Bae dari Timur, kuliah umum ini menghadirkan narasumber dari aktor lokal NTT dan dosen Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero serta moderator dosen dari UNIPA.
Narasumber aktor lokal ada dua orang. Pertama, Ambrosia Meilany Wungubelen atau biasa dipanggil Melan, dari Koalisi Kopi yang juga berprofesi sebagai ilustrator dan pemilik @rajutan_mochi. Kedua, Yasinta Adoe dari Koalisi Sipil yang merupakan seorang nelayan serta aktivis lingkungan pesisir. Narasumber lain adalah Dr. Khanis Suvianita, dosen IFTK Ledalero, Kabupaten Sikka, NTT yang juga ahli psikologi. Sementara yang menjadi moderator adalah dosen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) UNIPA, Christofel Oktavianus Nobel Pale, S.Pi., M.Si.
Diskusi Aksi Iklim
Moderator membuka diskusi dengan topik praktik baik yang telah dilakukan oleh para narasumber dalam menghadapi perubahan iklim. Karena setiap wilayah dan daerah memiliki keunikan masing-masing, bagaimana cara para narasumber bisa tetap konsisten melakukan aksi iklim mereka.
Yasinta mengungkapkan kunci utama dalam aksinya, dia membangun komunikasi dengan masyarakat sekitar, yaitu masyarakat Kelurahan Pasir Panjang, Kota Kupang. “Saya aktif berkomunikasi dengan beberapa nelayan. Komunikasi itu dibangun untuk menjaga informasi bersama melalui diskusi-diskusi kelompok. Informasi hasil dari diskusi tersebut juga dibagikan kepada pemerintah terkait seperti RT setempat agar ikut bergabung dalam gerakan kami.”
Diskusi ini dilakukan untuk memetakan isu utama yang menjadi tantangan bersama. Meskipun setiap orang mengemukakan isu yang dekat dengan keseharian mereka, diskusi tetap akan mengutamakan isu prioritas. Kemudian, isu tersebut disampaikan atau diadvokasikan kepada pemerintah kota.
Ada tiga isu prioritas yang diagendakan oleh kelompok Yasinta, yaitu pembangunan pemecah gelombang, asuransi aset bagi nelayan kecil, dan pinjaman modal tanpa agunan dengan bunga nol persen. Agenda tersebut dilakukan untuk mencapai kemandirian ekonomi masyarakat pesisir dan nelayan di Kota Kupang.
Melan aktif dalam Koalisi Kopi sebagai Koordinator Divisi Media dan Komunikasi Komite Eksekutif Flobamoratas. Koalisi ini merupakan gerakan anak muda yang inklusif, tidak memandang latar belakang. Selama memiliki visi yang sama untuk menjaga lingkungan, siapa pun bisa bergabung.
Baca Juga: Aksi Iklim Generasi Muda: Menyuarakan Isu Lingkungan dengan Berkomunikasi dan Berkampanye
Saat ini yang tergabung dalam Koalisi Kopi tidak hanya berasal dari komunitas yang bergerak di lingkungan secara langsung, tapi juga komunitas yang bergerak di isu lain. Dengan demikian, komunitas yang bergerak di isu lain ini dapat lebih mengenal isu lingkungan. Melalui berbagai macam program di Koalisi ini, para anggota mendapatkan peningkatan kapasitas.
Misalnya, Jambore Gotong Royong Untuk Flobamoratas (GRUF) yang menjadi wadah dalam menjalin relasi. Kemudian, Lingkar Belajar sebagai sarana peningkatan kapasitas dalam memahami isu iklim dan Dukungan Aksi Iklim yang merupakan pendanaan untuk aksi iklim.
Dr. Khanis Suvianita menyatakan bahwa NTT merupakan gambaran dari Indonesia kecil karena terdiri dari pulau-pulau kecil. Kondisi ini menjadikan NTT sangat terdampak dengan perubahan iklim, seperti kejadian gagal panen pada tahun lalu.
Warga pesisir juga sangat terdampak dengan perubahan iklim, khususnya kelompok perempuan. Mereka tidak banyak memiliki kesempatan untuk bersuara dalam budaya patriarki. Padahal, yang menjalankan keseharian rumah tangga adalah perempuan. Artinya, menjaga kesejahteraan keluarga, termasuk generasi penerus ada di tangan perempuan.
Wilayah pesisir bumi adalah warisan berharga yang harus kita jaga demi generasi mendatang. Setiap tindakan yang kita lakukan hari ini berpengaruh pada masa depan kita. Kita tidak sekadar hidup dan tinggal di sini, tetapi kita juga bertanggung jawab untuk merawat kehidupan ini. Jagalah rumah kita dan bumi pun akan menjaga kita.