Transisi energi yang ideal tidak hanya memastikan aspek berkelanjutan dari sisi lingkungan. Namun, harus adil dan bermanfaat bagi semua. Penerapan prinsip gender equality, disability, dan social inclusion (GEDSI) menjadi kuncinya.
KOAKSI INDONESIA — Saat ini, dampak perubahan iklim semakin nyata terjadi, mulai dari peningkatan suhu, peningkatan cuaca ekstrem, hingga ancaman krisis pangan. Salah satu penyebab perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca (GRK) yang terus meningkat.
Secara global, laporan IPCC (2023) menunjukkan bahwa sektor energi merupakan kontributor emisi GRK terbesar dibandingkan sektor lainnya, seperti sektor lahan, transportasi, industri, dan limbah. Dengan demikian, pengurangan emisi GRK di sektor energi memiliki peran besar untuk mengurangi emisi GRK, yang pada akhirnya dapat menekan laju perubahan iklim, dari aspek upaya mitigasi.
Salah satu upaya pengurangan emisi GRK di sektor energi dapat dilakukan melalui transisi energi, yaitu menggantikan sistem energi konvensional yang bergantung pada bahan bakar fosil dengan sistem yang lebih berkelanjutan, menggunakan energi terbarukan, seperti air, energi matahari, angin, panas bumi, hingga air laut. Meskipun begitu, transisi energi tidak hanya menyangkut perubahan substansial dalam sumber energi fosil ke energi terbarukan, tetapi juga harus memperhatikan dimensi sosial dan kesetaraan, seperti dalam prinsip gender equality, disability, dan social inclusion (GEDSI).
Baca juga: Perempuan dalam Transisi Energi
Kesetaraan di Berbagai Aspek Energi
Prinsip GEDSI atau dalam bahasa Indonesia, kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial merupakan konsep yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan keadilan sosial. Konsep ini mengacu pada pengakuan bahwa setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan kesempatan lainnya tanpa diskriminasi, termasuk akses ke sektor energi.
Secara umum, penerapan prinsip GEDSI dalam transisi energi bertujuan untuk memastikan bahwa perubahan menuju energi terbarukan memberikan manfaat yang merata bagi semua individu, termasuk yang berasal dari latar belakang gender, disabilitas, dan sosial yang beragam, dengan memastikan tidak ada satu orang pun yang tertinggal dalam pembangunan (no one left behind).
Secara rinci, menurut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000, kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Prinsip ini menekankan pentingnya memberikan peluang, akses, dan hak yang setara kepada perempuan dan laki-laki di berbagai aspek energi, termasuk akses ke pekerjaan di sektor energi, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Prinsip kedua terkait disabilitas diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016, yang mendefinisikan penyandang disabilitas sebagai setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Tujuan dari inklusi penyandang disabilitas dalam transisi energi adalah memastikan bahwa mereka memiliki kesempatan dan akses yang sama dalam semua aspek pengembangan energi terbarukan.
Dari perspektif eksternal, tujuannya adalah menciptakan lingkungan yang mengakui dan menghargai peran serta hak penyandang disabilitas dalam industri energi terbarukan, termasuk aspek infrastruktur dan fasilitas, akses pelatihan dan pendidikan, peluang kerja yang setara dan inklusif, serta mendorong partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan.
Selanjutnya, Kementerian PUPR (2023), mendefinisikan inklusi sosial sebagai suatu pendekatan untuk melindungi hak-hak serta meningkatkan peran, status dan kondisi, serta kemampuan dan martabat individu/kelompok untuk berpartisipasi, memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, memiliki suara dalam pengambilan keputusan, dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan secara adil dan setara.
Dalam definisi ini, kelompok sosial merujuk pada perempuan dan laki-laki, termasuk di dalamnya anak-anak, pemuda, lansia, penyandang disabilitas, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, dan kelompok rentan lainnya yang terpinggirkan berdasarkan gender, ras, etnis, dan faktor-faktor lainnya.
Dalam konteks transisi energi, inklusi sosial memastikan bahwa semua kelompok sosial, memiliki akses terhadap teknologi energi terbarukan dan pelatihan untuk terlibat dalam industri energi hijau serta memungkinkan partisipasi aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan energi.
Baca juga: MotoGP di Mandalika Dongkrak Peluang Pariwisata Indonesia
GEDSI sebagai Elemen Kunci
Penerapan prinsip GEDSI dalam transisi energi membawa manfaat yang sangat penting bagi masyarakat dan proses transformasi energi secara keseluruhan. Kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial adalah elemen-elemen kunci dalam memastikan bahwa transisi energi tidak hanya berkelanjutan dari segi lingkungan, tetapi juga adil dan bermanfaat bagi semua.
1. Mewujudkan Kesetaraan Akses Energi
Dalam konteks kesetaraan gender, menurut studi UN Women (2023), penerapan GEDSI dalam sektor energi memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang sama dengan laki-laki untuk menggunakan teknologi energi terbarukan. Ini memiliki potensi besar untuk mendukung perempuan dalam menjalankan tugas-tugas harian mereka, pengembangan diri serta memberdayakan perempuan secara ekonomi.
Studi ILO (2019) juga menunjukkan bahwa penerapan GEDSI dalam transisi energi dapat memberikan peluang kepada penyandang disabilitas untuk berkontribusi dalam sektor energi terbarukan. Ini dapat meningkatkan rasa percaya diri, kemandirian, dan martabat mereka, serta mengurangi ketergantungan pada dukungan sosial. Dengan terlibat dalam pekerjaan dan pelatihan di sektor energi terbarukan, individu dengan disabilitas memiliki akses ke penghasilan yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas hidup mereka, memberikan keamanan finansial, dan mengurangi risiko kemiskinan.
Selain itu, inklusi sosial memastikan bahwa kelompok-kelompok minoritas, termasuk masyarakat adat atau kelompok rentan, memiliki akses yang setara. Dengan memberikan akses energi yang merata kepada semua individu, GEDSI membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif dalam perjalanan menuju energi terbarukan. Manfaat ini meliputi peningkatan kualitas hidup, kesempatan ekonomi yang lebih besar, dan pengurangan kemiskinan, sebagaimana dijelaskan dalam RPJPN 2025-2045.
2. Mendorong Inovasi Teknologi Energi Terbarukan
Hasil studi IEA (2022) menunjukkan bahwa perempuan, sebagai bagian penting masyarakat, dapat membawa beragam perspektif dan ide inovatif ke dalam sektor energi. Partisipasi mereka memicu penemuan solusi-solusi baru yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan efisiensi energi.
Dalam konteks inklusi disabilitas, temuan WHO (2022) menjelaskan bahwa individu dengan disabilitas sering kali memiliki pengalaman unik yang memunculkan pemikiran kreatif dan inovatif. Melibatkan mereka dalam proyek energi terbarukan berarti membuka jalan bagi gagasan inovatif yang dapat menghasilkan solusi yang lebih efisien dan berkelanjutan serta memastikan bahwa teknologi yang dikembangkan juga dapat diakses oleh semua orang, termasuk penyandang disabilitas.
Kemudian, menurut studi Pusat Studi Energi UGM (2019), dengan melibatkan beragam perspektif dari masyarakat, termasuk masyarakat adat, proyek-proyek energi terbarukan dapat memanfaatkan pengetahuan lokal yang berharga tentang lingkungan mereka. Hal ini dapat mendorong pengembangan teknologi dan praktik yang lebih cocok dengan kebutuhan dan kondisi setempat, yang pada gilirannya mempromosikan efisiensi dan keberlanjutan.
3. Meningkatkan Resiliensi terhadap Perubahan Iklim
Dalam konteks mitigasi perubahan iklim, transisi energi yang melibatkan beragam kelompok dapat lebih efektif dalam mengurangi emisi GRK. Sebagai contoh, inklusi disabilitas dapat membantu mendiversifikasi tenaga kerja dan mengurangi ketergantungan energi fosil melalui pengembangan teknologi dan promosi energi terbarukan. Secara praktis, misalnya, kursi roda elektrik yang menggunakan panel surya sebagai sumber tenaga, seperti yang dikembangkan oleh Universitas Muhamadiyah Surabaya dan pada tingkat global, inovasi serupa telah diciptakan oleh Universitas Virginia.
Kemudian, perwujudan inklusi sosial juga berarti lebih banyak komunitas mengurangi jejak karbon mereka melalui diversifikasi energi. Misalnya, penggunaan panel surya sebagai sumber energi bagi sejumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), seperti Ka Nung Bakery di Kota Bogor, Kafe Catra Kopi di Kabupaten Batang, dan Dapoer 29 di Kota Jambi.
Dalam konteks adaptasi, memasukkan prinsip GEDSI dalam perencanaan energi dapat membangun infrastruktur dan sistem yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim dan lebih mampu melindungi semua kelompok.
Selain itu, GEDSI membantu dalam merancang solusi yang lebih inklusif dan tepat guna untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Dengan memasukkan berbagai perspektif dan pengalaman, dapat diciptakan strategi adaptasi yang lebih efektif. Misalnya, perempuan dan komunitas lokal sering kali menjadi garda terdepan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dan memiliki wawasan yang berharga dalam merancang strategi adaptasi, sehingga meningkatkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan di sektor energi dapat membantu memprioritaskan solusi yang berkelanjutan.
Kolaborasi Lintas Sektor untuk Mewujudkan Prinsip GEDSI
Penerapan prinsip GEDSI dalam transisi energi adalah suatu keharusan yang penting bagi Indonesia. Di tengah perubahan global menuju energi terbarukan dan upaya mengurangi dampak perubahan iklim, Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai tujuan ini. Meskipun begitu, penerapan GEDSI di sektor energi memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk akademisi, swasta, masyarakat sipil, media massa, dan pemerintah.
Melalui kolaborasi lintas sektor akan membawa pengetahuan, sumber daya, dan pengaruh yang diperlukan untuk menciptakan solusi yang komprehensif dan memberikan dampak positif yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Misalnya, di Lombok Tengah, terdapat petani, termasuk petani perempuan di Desa Karang Sidemen dan Lantan, yang masih menggunakan metode tradisional untuk mengeringkan biji kopi, seperti oven kayu bakar dan penjemuran di pekarangan rumah. Sebagai alternatif, petani perempuan di kedua desa ini telah beralih ke teknologi energi terbarukan seperti Solar Dryer Dome dan PLTS Atap. Selain memberikan manfaat ekonomi melalui peningkatan kualitas kopi dan efisiensi biaya operasional usaha, edukasi energi terbarukan juga memiliki dampak sosial dengan meningkatkan peran petani perempuan dalam pengambilan keputusan dan memperkuat akses energi berkelanjutan dalam komunitas mereka.
Kemudian, di tingkat nasional, terdapat program Patriot Energi yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM dengan tujuan meningkatkan rasio elektrifikasi desa melalui akses listrik berbasis energi terbarukan di daerah 4T (terdepan, terluar, tertinggal, dan wilayah transmigrasi). Patriot Energi telah berhasil mewujudkan prinsip GEDSI selama pelaksanaannya, melalui keterlibatan perempuan, yang mencapai hampir 59% dari total anggota pada tahun 2021, yang ikut mengidentifikasi dan mengembangkan energi terbarukan di berbagai daerah.
Program ini juga memberdayakan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat, dalam pengembangan energi terbarukan di tingkat lokal, sambil memastikan manfaatnya mencapai seluruh lapisan masyarakat. Pada tahun 2021, program Patriot Energi berhasil memberikan manfaat kepada 11.539 rumah (60.000 jiwa) melalui potensi energi terbarukan sebesar 7,15 MW yang terpetakan di berbagai wilayah Indonesia.
Upaya ini dapat mendorong penciptaan masa depan Indonesia yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, perwujudan prinsip GEDSI dapat berkontribusi pada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta menciptakan peluang ekonomi dan inovasi yang lebih besar.
Baca juga: Suara Orang Muda untuk Mitigasi Krisis Iklim