Sebagai organisasi nirlaba yang fokus mendorong akselerasi transisi energi berkeadilan, Koaksi Indonesia aktif menyuarakan komitmen pembangunan berkelanjutan kepada calon pemimpin. Salah satu bentuk konkretnya adalah menjadi panelis dalam Seri Webinar Bedah Visi Misi Calon Presiden (Capres) 2024, “Mewujudkan Keadilan Ekologis Berkelanjutan untuk Generasi Mendatang”.
KOAKSI INDONESIA — Laporan IPCC Tahun 2023 menyebutkan bahwa saat ini kenaikan suhu global telah mencapai 1,1°C. Kebijakan iklim di tingkat nasional dan daerah terus berkembang untuk mengatasi perubahan iklim.
Sebagai contoh, Indonesia memiliki Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) yang menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2030. Akan tetapi, menurut Climate Action Tracker target tersebut masih belum ambisius bahkan termasuk kategori “critically insufficient” yang akan mengakibatkan peningkatan suhu global sekitar 3°C hingga 4°C.
Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi momentum bagi calon pemimpin untuk berkomitmen mengatasi perubahan iklim termasuk melalui implementasi transisi energi berkeadilan.
Dalam Seri Webinar Bedah Visi Misi Calon Presiden (Capres) 2024, “Mewujudkan Keadilan Ekologis Berkelanjutan untuk Generasi Mendatang”, Koaksi Indonesia yang diwakili Koordinator Komunikasi dan Kampanye Fitrianti Sofyan atau biasa disapa Tia turut hadir sebagai panelis.
Baca juga: Aksi Iklim Generasi Muda: Menyuarakan Isu Lingkungan dengan Berkomunikasi dan Berkampanye
Acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Startup Teknologi Energi Bersih (KSTEB) ini dilaksanakan secara daring pada 18 Januari 2024 dan merupakan kolaborasi bersama Koaksi Indonesia, Institute for Essential Services Reform (IESR), Generasi Energi Bersih, Greenpeace Indonesia, Enter Nusantara, dan PilahPilih.
Diskusi yang dihadiri lebih dari 30 peserta tersebut juga mengundang Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Anies-Muhaimin, Hari Akbar Apriawan.
Pada kesempatan tersebut, Tia menyampaikan perhatiannya terkait rencana pemerintah untuk menurunkan target energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer.
“Saat ini, Indonesia memiliki target EBT dalam bauran energi primer sebesar 23% pada tahun 2025 yang ditetapkan melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN). Akan tetapi, capaian target tersebut baru sekitar 13,1% pada tahun 2023. Pemerintah seharusnya melakukan langkah progresif untuk mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan. Sebaliknya, pemerintah justru menurunkan target EBT menjadi sekitar 17—19% yang lebih rendah daripada target sebelumnya,” tegas Tia. Terkait rencana penurunan target EBT tersebut, Tia menanyakan langkah konkret Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 01 untuk mengakselerasi transisi energi berkeadilan kepada Hari, perwakilan TPN Anies-Muhaimin.
“Sebagai Jubir TPN Anies-Muhaimin, bagaimana tanggapan Mas Hari terhadap rencana penurunan target EBT dalam bauran energi primer? Apa langkah konkret Paslon Nomor Urut 01 untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ambisius?” tanya Tia.
Diskusi dilanjutkan dengan tanggapan Hari, visi dan misi Anies-Muhaimin sudah mencantumkan target transisi energi berkeadilan.
“Target pemanfaatan energi terbarukan sudah diatur dalam Misi ke-3. Sebagai contoh, Anies-Muhaimin menargetkan kontribusi EBT di subsektor ketenagalistrikan sebesar 22—25% pada tahun 2029,” jawab Hari.
Tia kemudian menegaskan bahwa upaya mengatasi perubahan iklim melalui transisi energi berkeadilan perlu mempertimbangkan prinsip no one left behind (tidak meninggalkan seorang pun) dalam seluruh tahapan termasuk perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemantauan.
Sebagai seorang yang aktif mengampanyekan isu energi terbarukan, Tia menyampaikan bahwa keberhasilan transisi energi berkeadilan juga dipengaruhi oleh aspek pendanaan yang inklusif bagi semua orang terutama kelompok marginal.
Baca juga: Anak Muda Gemakan Isu Iklim untuk Calon Pemimpin
“Indonesia memiliki potensi energi terbarukan berbasis lokal yang melimpah. Akan tetapi, saat ini skema pendanaan proyek energi terbarukan yang inklusif bagi masyarakat masih terbatas. Rencana transisi energi yang telah disusun oleh para calon pemimpin perlu mengatasi ketidakadilan energi saat ini,” tambah Tia.
Diskusi yang diselenggarakan secara seri tersebut juga mengundang Founder Automa Supply Chain Alfonsus Tefa dan Project Lead PilahPilih Elok F. Mutia sebagai panelis.
Alfonsus Tefa, Founder Automa Supply Chain, menyampaikan tantangan pendanaan yang sering dihadapi oleh pengusaha di sektor energi. Menurutnya, saat ini sebagian besar pendanaan proyek energi terbarukan masih berasal dari pemerintah, seperti Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sebagai perwakilan swasta, Alfonsus mengajukan pertanyaan terkait strategi Paslon Nomor Urut 01 untuk mewujudkan skema green finance yang dapat diakses dengan mudah oleh swasta.
“Calon pemimpin yang nantinya terpilih perlu menciptakan terobosan pendanaan proyek energi terbarukan. Pada saat yang sama skema pendanaan tersebut perlu mendukung transformasi ekonomi hijau yang sedang digaungkan akhir-akhir ini. Terkait hal tersebut, bagaimana strategi Anies-Muhaimin untuk mengatasi tantangan pendanaan proyek energi terbarukan dan inovasi untuk mewujudkan green finance?” tanya Alfonsus.
Saat diberi kesempatan Hari menjawab bahwa skema insentif dan disinsentif merupakan salah satu terobosan Anies-Muhaimin untuk mengatasi tantangan pendanaan proyek energi terbarukan.
“Visi dan misi Anies-Muhaimin telah menetapkan skema pendanaan proyek energi terbarukan. Misalnya, skema insentif dan prioritas EBT yang bersumber dari panas bumi, air, surya, bayu, dan biomassa. Lalu, skema disinsentif untuk proyek energi tidak terbarukan,” jelas Hari.
Sementara sebagai perwakilan orang muda, Elok F. Mutia mengungkapkan bahwa salah satu tantangan implementasi transisi energi berkeadilan dari aspek kebijakan, yaitu tumpang tindih regulasi. Project Lead PilahPilih tersebut juga bertanya terkait upaya rinci untuk menciptakan transisi energi berkeadilan yang diusung oleh Paslon Nomor Urut 01.
“Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan transisi energi berkeadilan, seperti KEN, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dan Just Energy Transition Partnership (JETP) Comprehensive Investment and Policy Plan. Akan tetapi, kebijakan tersebut memiliki target energi terbarukan yang berbeda. Dengan demikian, bagaimana rencana Anies-Muhaimin mengatasi tumpah tindih regulasi di sektor energi? Apa langkah-langkah konkret untuk mengakselerasi transisi energi berkeadilan?” tanya Mutia.
Hari menjawab, Anies-Muhaimin berupaya untuk memperkuat tata kelola lingkungan hidup guna mengatasi tumpah tindih regulasi.
“Kelembagaan yang kuat, tata kelola kolaboratif, serta penguatan penegakan hukum diharapkan mampu mengatasi tumpah tindih regulasi khususnya di sektor energi,” jawab Hari.
Pada diskusi yang diselenggarakan di malam hari tersebut, Hari sebagai Juru Bicara TPN Anies-Muhaimin menyampaikan beberapa strategi Paslon Nomor Urut 01 untuk mewujudkan transisi energi berkeadilan, seperti perencanaan holistik, partisipasi bermakna, kolaborasi lintas sektor, skema pendanaan yang lebih inklusif, pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, efisiensi energi, dan instrumen hukum.
“Bentuk nyata memperkuat perlindungan lingkungan hidup terlihat dari Misi ke-3 Anies-Muhaimin, yaitu mewujudkan keadilan ekologis berkelanjutan untuk generasi mendatang. Dokumen visi dan misi Anies-Muhaimin merincikan bahwa keadilan ekologis tercapai melalui penguatan tata kelola lingkungan hidup, pemanfaatan EBT, ekonomi hijau, pengendalian polusi udara, air, dan sampah, adaptasi dan mitigasi dampak krisis iklim, perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati, ketahanan terhadap bencana alam, serta kolaborasi pemangku kepentingan,” jelas Hari.
Diskusi daring ini ditutup dengan kesimpulan bahwa akselerasi transisi energi berkeadilan merupakan tanggung jawab bersama sehingga diperlukan kolaborasi semua pihak. Calon pemimpin yang berkontestasi pada Pemilu 2024 perlu menyiapkan langkah solutif dan konkret untuk mengatasi tantangan sekaligus mengoptimalkan peluang yang dimiliki Indonesia. Selain itu, masyarakat dapat berperan dengan menyuarakan dan mengkritisi rencana calon pemimpin untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.