Sebagai bagian dari agenda Kurikulum Merdeka Belajar, SD Negeri Cipinang Muara 15 Pagi menggelar Pekan Belajar Krisis Iklim (Pelari) dengan mengundang Koaksi Indonesia menjadi guru tamu.
KOAKSI INDONESIA—Rabu terakhir di bulan September 2024, Koaksi Indonesia menjadi guru tamu yang mengajar terkait krisis iklim di SDN Cipinang Muara 15 Pagi. Sekalipun dimulai setelah kegiatan pramuka di pagi hari, pemelajaran dari Koaksi Indonesia tetap diikuti secara antusias oleh murid-murid kelas 6.
Antusiasme para murid disambut dengan bersemangat oleh tiga orang perwakilan Koaksi Indonesia. Bertemakan tentang krisis iklim, pengajaran dilakukan oleh Eties Kurniawati, staf Riset dan Pengelolaan Pengetahuan, serta Salsabila Armitha, staf Komunikasi dan Kampanye. Keduanya dibantu oleh Diesna Shabrina, Manajer Operasional yang sigap mendokumentasikan proses pemelajaran ini.
Baca Juga: Praktik Cerdas Aksi Perubahan Iklim di NTT
Untuk menjaga antusias dan fokus dari para murid, masing-masing diberikan satu lembar kertas kerja (worksheet) yang akan dikerjakan bersama.
“Sebuah tantangan memang jika mengajar murid sekolah dasar. Fokus mereka sering terpecah. Untuk menjaga konsentrasi mereka, kita harus bisa menciptakan suasana belajar yang kondusif dari awal, sehingga bertahan sampai akhir,” ujar Ani Fitriyah, Kelapa SDN Cipinang Muara 15 Pagi.
Dalam kertas kerja tersebut, setiap murid diminta untuk menuliskan identitas diri, perasaan mereka saat ini, cuaca di sekitar, pengertian terkait materi cuaca dan iklim, serta kesan dan pesan di akhir sesi.
Pembahasan mengenai krisis iklim merupakan isu yang besar bahkan oleh orang dewasa. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah kepada teman sekolah dasar, dilakukan pengenalan awal mengenai cuaca dan iklim.
Murid-murid diminta untuk lebih peka merasakan sekitar. Mengenali perubahan yang terjadi di sekitar mereka, terutama terkait kondisi lingkungan karena semua ini dipengaruhi oleh cuaca.
Sebelum masuk pada pengertian cuaca dan iklim, murid-murid diberikan pertanyaan dan menjawabnya pada kertas ajaib. Disebut kertas ajaib karena mereka bisa bebas untuk menuliskan pendapat mereka tanpa menyebutkan nama dan tidak akan disalahkan. Hal ini dilakukan untuk memupuk rasa percaya diri mereka, sehingga mereka berani untuk menempelkan jawaban di papan tulis.
Pertanyaan yang diberikan adalah, “Apa yang kalian pikirkan jika mendengar kata “Krisis” dan “Iklim”?”
Banyak yang menuliskan jawaban sakit parah atau keadaan darurat pada kata Krisis. Sementara untuk kata Iklim, banyak yang menyebutkan jawaban cuaca dan lingkungan.
Dalam penyampaiannya, Eties mengenalkan bahwa cuaca diibaratkan seperti perasaan. Murid-murid dapat merasakannya berubah setiap waktu dengan waktu yang cepat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti matahari, hujan, awan, dan angin yang menyebabkan kita dapat merasakan cuaca panas, sejuk, atau dingin.
Baca Juga: Generasi Muda Satukan Suara untuk Aksi Iklim!
“Sedangkan untuk iklim adalah akumulasi dari pola cuaca yang diukur selama beberapa waktu. Cuaca dari hari ke hari menjadi minggu, minggu ke minggu jadi bulan, bulan ke bulan menjadi tahun, hingga akhirnya beberapa tahun sampai 10 tahun, 20 tahun, hingga puluhan tahun ke depan, pola cuaca ini yang disebut dengan iklim,” tutur Eties.
Oleh karena itu, Indonesia bisa disebut sebagai negara beriklim tropis atau panas. Walaupun cuaca rata-ratanya panas, kita masih bisa merasakan hujan dan angin.
Untuk mengetahui tingkat pemahaman mereka, pada kertas kerja diberikan pertanyaan terkait cuaca dan iklim dari materi yang telah disampaikan. Kemudian, mereka berkesempatan untuk menuliskan seberapa panas hari ini dengan mewarnai termometer di bagian pojok kanan kertas kerja.
Pada akhir sesi juga diberikan kesempatan kepada murid terpilih, yakni dengan permainan bola. Murid yang membawa bola paling akhir saat lagu selesai dinyanyikan akan terpilih untuk memaparkan jawaban mereka.
Tidak terasa dua jam telah berlalu karena para murid antusias mengikuti kegiatan ini. Kegiatan ini menjadi kesempatan yang bagus bagi murid SD untuk belajar tentang iklim.
“Harapannya kelas-kelas interaktif dengan mendatangkan guru tamu ini akan berlanjut pada semester berikut. Mendatangkan praktisi dan organisasi yang terjun langsung di bidang lingkungan memberikan wawasan baru tidak hanya untuk murid, namun juga guru dan orang tua murid,” ujar Rifqi Azmi, wali murid kelas 6.