Peningkatan populasi penduduk akan selalu diikuti dengan peningkatan kebutuhan energi. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, juga untuk sektor industri dan transportasi. Kebutuhan tersebut hingga saat ini sumbernya masih didonimasi oleh energi fosil sehingga emisi emisi gas rumah kaca yang dihasilkanpun terus meningkat. Di Indonesia sendiri, sektor energi menghasilkan 595,657 juta CO2eq atau setara dengan 49 persen total emisi pada tahun 2018. Emisi tersebut berasal dari pembangkit listrik dan transportasi darat yang memiliki porsi paling besar.
Dalam rangka menurunkan emisi GRK, komitmen Indonesia diformalisasi melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Republik Indonesia yang dikomunikasikan pertama kali pada bulan November 2016 dengan target unconditional sebesar 29 persen dan target conditional sampai dengan 41 persen, dibandingkan dengan skenario Business As Usual (BAU) pada tahun 2030. Dalam dokumen tersebut, upaya mitigasi dari sektor energi adalah penggunaan energi terbarukan pada pembangkit listrik dan penggunaan BBN di sektor transportasi.
Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui RPJMN 2020—2024 merumuskan platform Low Carbon Development Indonesia (LCDI) atau Pembangunan Rendah Karbon Indonesia yang mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui kegiatan pembangunan beremisi GRK rendah dan meminimalkan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Ada lima sektor yang bisa mempercepat pemulihan Indonesia: (1) energi, (2) transportasi, (3) pertanian, (4) industri, dan (5) limbah.
Koaksi Indonesia melalui studi literatur dengan melihat perkembangan beberapa negara lain dalam pembangunan rendah karbon, merekomendasikan strategi menuju pemanfaatan bahan bakar nabati yang rendah karbon sebagai berikut:
- Standar berkelanjutan dan standar emisi kendaraan menjadi hal penting untuk memastikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mencakup keseluruhan rantai pasok industri bahan bakar nabati.
- Opsi pemanfaatan bahan bakar nabati dari limbah salah satunya adalah penggunaan used cooking oil (UCO), serta penggunaan methane capture sebagai upaya mengurangi emisi GRK.
- Moratorium hutan dan izin sawit baru sebagai upaya menekan laju pembukaan hutan baru untuk perkebunan sawit serta memperbaiki tata Kelola perkebunan sawit
- Pengembangan teknologi rendah karbon sektor transportasi seperti transportasi dengan teknologi hydrogen fuel cell, Battery Electric Vehicle (BEV), dan carbon neutral synthetic fuel yang diproyeksikan menjadi pengganti BBM