Sejak beberapa tahun terakhir, biodiesel digadang-gadang sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat membantu Indonesia untuk lepas dari ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil dan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Terlebih, dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo 2019 lalu, beliau menegaskan bahwa ke depannya pemanfaatan biodiesel akan dilakukan hingga mencapai B100. Mengingat dampaknya yang besar dan panjangnya rantai bisnis dalam industri biodiesel, mulai dari petani sawit hingga konsumen publik, maka pelaksanaan program biodiesel nasional perlu mendapatkan perhatian khusus.
Selain membawa dampak ekonomi yang besar terhadap Indonesia, biodiesel juga termasuk dalam kategori energi terbarukan yang dapat digunakan untuk mendorong pemenuhan target bauran energi terbarukan Indonesia sebesar 23% pada tahun 2025, sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Kebijakan Energi Nasional (PP No. 79 Tahun 2014). Permasalahannya, standar keberlanjutan yang berlaku hingga saat ini belum mencakup seluruh rantai pasok biodiesel. Diksi “energi terbarukan” yang ada pada biodiesel tidak akan sempurna bila tidak didukung oleh standar keberlanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berlaku dari hulu hingga ke hilir.
Koaksi Indonesia bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Biodiesel merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah. Kertas kebijakan ini membahas kebijakan yang perlu ditegaskan dan kebijakan baru yang perlu dilakukan untuk mencapai industri biodiesel yang berkelanjutan. Harapannya, dengan mempertegas dan mengimplementasikan kebijakan yang ada dalam kertas kebijakan ini, kebermanfaatan program biodiesel untuk petani sawit, konservasi lingkungan, dan ketersediaan pasokan minyak sawit dapat terjaga.