Pembacaan Manifesto Suara Bae dari Timur mengawali dialog publik yang diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dan komitmen untuk aksi iklim yang berkelanjutan di NTT.
KOAKSI INDONESIA—Manifesto Suara Bae dari Timur merupakan hasil dari Local Champion Camp, kegiatan di hari pertama Pesta Raya Flobamoratas (PRF) 2024. Local Champion Camp merupakan pertemuan aktor lokal Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk merumuskan aksi bersama dalam menyuarakan perubahan iklim. Hasil perumusan ini dirancang bersama-sama oleh perwakilan dari tiap-tiap koalisi dalam VCA yang hadir dalam Local Champion Camp dan dituliskan dalam Manifesto Suara Bae dari Timur.
Ada dua permasalahan utama yang dikemukakan dalam manifesto itu. Pertama, ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi dan sosial, diskriminasi gender, dan ketidakadilan dalam akses pendidikan. Kedua, kurangnya keterlibatan masyarakat yang mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan dan regulasi, minimnya peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan kesenjangan akses layanan dasar.
Dengan manifesto itu, seluruh pemangku kebijakan diharapkan untuk memberi perhatian serius terhadap dampak-dampak destruktif dari krisis iklim global terhadap masyarakat, terutama yang paling rentan terdampak seperti kaum petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, serta mereka yang hidupnya bergantung pada pengelolaan sumber daya alam.
Dialog publik yang diselenggarakan oleh VCA pada 26 September 2024 di Aula Egon, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT ini diawali dengan pembacaan Manifesto Suara Bae dari Timur.
Voices for Just Climate Action Indonesia (VCA Indonesia) merupakan koalisi 26 organisasi di Indonesia, salah satunya Koaksi Indonesia, yang bertujuan untuk menyuarakan berbagai solusi iklim di tingkat lokal dalam merespons krisis iklim yang tengah terjadi.
Dialog Publik untuk Aksi Iklim yang Berkelanjutan
Dalam dialog publik ini hadir tiga pembicara utama, yaitu Arti Indallah Tjakranegara dari VCA, Servasius Sidin dari Koalisi Adaptasi, dan Paulus Hilarius Bangkur, Kepala Dinas Perikanan/Plt. Kepala Bapperida Sikka. Sebagai moderator dialog ada Puji Sumedi, manajer program ekosistem pertanian di KEHATI.
Arti Indallah menjelaskan, sebagai program, VCA berupaya untuk menavigasi aksi-aksi lokal berbagai komunitas dalam menghadapi perubahan yang berkaitan dengan isu yang sangat interaksional dan kontekstual. “Perubahan iklim global menuntut solidaritas global, kolaborasi bersama semua pihak untuk turut berpartisipasi menjamin keadilan iklim dan kedaulatan ekologis.”
Baca Juga: Kebaikan Mangrove untuk Desa Tanah Merah
Sementara itu, Servasius Sidin berbagi tentang praktik-praktik baik yang dilakukannya bersama dengan berbagai komunitas di Koalisi Adaptasi. Servasius menekankan pentingnya advokasi kebijakan yang mengedepankan partisipasi warga terutama yang paling terdampak terhadap isu iklim.
Paulus Hilarius Bangkur berupaya melihat seluruh krisis dan isu ekologi, khususnya iklim dari sisi kebijakan pemerintah daerah. “Ragam kemungkinan kerja kolaborasi multipihak dan lintas sektor butuh digalakkan dan dilaksanakan secara kolaboratif dan reparatif bagi semua,” ucapnya.
Selain pembacaan manifesto dan berbagi pengalaman mengenai praktik baik yang telah dilakukan, dialog menyoroti pentingnya mendengarkan dan melihat perspektif lokal dalam diskusi tentang perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan serta pentingnya mengedepankan komunikasi yang dapat menginspirasi aksi nyata. Dengan demikian, terbentuk kolaborasi dan komitmen yang kuat untuk aksi iklim yang berkelanjutan.
Sebagai Ketua Panitia Pelaksana PRF 2024 sekaligus Perwakilan Koalisi Pangan Baik, Brian Benedicto, menyatakan keberpihakannya untuk mendengarkan perspektif lokal. “Komunitas lokal tidak hanya sebagai objek dari kebijakan atau program, tetapi sebagai subjek aktif yang mengutarakan solusi, kreativitas, serta rekomendasi bagi pemerintah di dalam menanggulangi masalah lingkungan dan perubahan iklim yang lebih adil, terutama terhadap kelompok rentan yang paling terdampak.”
Melalui dialog publik dan manifesto Suara Bae dari Timur, kita melihat bahwa acara tahunan PRF yang telah dimulai sejak 2022 ini tidak sekadar pesta yang mempertunjukkan seni. Namun, sebuah festival untuk mengangkat solusi dan aksi iklim berbasis lokal melalui narasi positif serta karya budaya. Sebuah perayaan untuk menghargai dan memaknai kehidupan masyarakat di Flobamoratas (Flores, Sumba, Timor, Alor, Rote, Lembata, dan Sabu), yang merupakan pulau-pulau di NTT.