Skip links

Green Jobs Berlimpah, Orang Muda Berminat, Mengapa Belum Terserap?

Ilustrasi minat orang muda terhadap pekerjaan hijau/Freepik

Indonesia memiliki potensi pekerjaan hijau yang besar. Orang muda pun meminatinya. Namun, mengapa kesempatan dan minat itu tidak selaras dengan penyerapannya?

KOAKSI INDONESIA—Pekerjaan hijau (green jobs) merupakan alternatif solusi untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang kian nyata dialami penduduk bumi. Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) mendefinisikan pekerjaan hijau sebagai pekerjaaan yang baik untuk lingkungan, baik untuk ekonomi, dan baik untuk masyarakat. Dengan pekerjaan hijau, manusia tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merusak lingkungan.

Potensi Pekerjaan Hijau

Ilustrasi banyaknya pekerjaan hijau yang dapat menyerap tenaga kerja/Freepik
Baca Juga:  Ruang Aksi #26: Kupas Lika-liku Green Jobs di Indonesia

Berdasarkan Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia, pertumbuhan jumlah lapangan kerja hijau diprediksi mengalami peningkatan pesat dari tahun 2025—2029. Prediksi ini didasarkan pada tiga skenario—rendah, moderat, dan tinggi—serta definisi pekerjaan hijau secara sempit dan luas.

Tiga skenario mengacu pada tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata majemuk per sektor dari tahun 2014 hingga 2019, yaitu sekitar 5,51% dalam skenario rendah; 6,34% dalam skenario moderat; dan 7,58% dalam skenario tinggi. Selain itu, perhitungan ini mengasumsikan bahwa lapangan kerja akan tumbuh sebesar 3,3% per tahun.

Sementara itu, definsi sempit dari pekerjaan hijau mencakup posisi dengan tugas-tugas khusus yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dari konsumen dan/atau perusahaan. Definisi luas mencakup pekerjaan yang dapat menjadi hijau dengan penerapan teknologi yang lebih ramah lingkungan (pekerjaan potensial hijau).

Hasil proyeksi secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

SECARA TOTAL  2025  2026  2027  2028  2029 
Rendah  Pekerjaan hijau  3.980.212  4.169.190  4.368.082  4.577.463  4.797.943 
Pekerjaan potensial hijau  55.315.921  57.758.115  60.319.028  63.005.040  65.822.917 
Moderat  Pekerjaan hijau  4.014.915  4.242.306  4.483.644  4.739.852  5.011.918 
Pekerjaan potensial hijau  55.639.632  58.445.392  61.413.663  64.555.127  67.881.242 
Tinggi  Pekerjaan hijau  4.062.940  4.344.516  4.646.828  4.971.488  5.320.238 
Pekerjaan potensial hijau  56.292.515  59.830.722  63.619.033  67.676.938  72.025.555 

Sumber: Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia

Masih dari sumber yang sama. Selain jumlahnya yang melimpah, terdapat delapan sektor prioritas yang akan mengalami peningkatan kebutuhan terhadap tenaga kerja hijau. Kedelapan sektor ini meliputi (1) energi terbarukan; (2) kehutanan dan penggunaan lahan; (3) proses industri dan penggunaan produk; (4) limbah dan daur ulang; (5) pertanian berkelanjutan; (6) transportasi berkelanjutan; (7) pariwisata berkelanjutan; serta (8) pesisir dan kelautan. Kedelapan sektor prioritas ini pun berkontribusi dalam menurunkan emisi karbon yang merupakan penyebab perubahan iklim.

Baca Juga:  Pembangunan Berkelanjutan untuk Masa Depan Anak Indonesia

Survei Membuktikan…

Ilustrasi mengolah hasil survei/Freepik

Berita baiknya lagi, orang muda Indonesia tertarik untuk menekuni pekerjaan hijau, sebagaimana terlihat dari berbagai hasil studi berikut.

  • Survei persepsi mahasiswa terhadap peluang dan tantangan pekerjaan hijau di Indonesia 

Survei yang diselenggarakan oleh Mahasiswa UI (SUMA UI) bekerja sama dengan Yayasan Indonesia CERAH ini dilakukan selama 50 hari sejak 25 Juli—12 September 2023. Dengan responden terpilih sejumlah 532 mahasiswa berusia 18—25 tahun diperoleh hasil bahwa 71% responden percaya pekerjaan hijau memberikan peluang karier yang menarik bagi anak muda. Hanya, mereka merasa belum atau kurang memiliki keterampilan dan merasa pemahaman mengenai pekerjaan hijau belum memadai.

  • Studi persepsi dan partisipasi anak muda dalam green jobs 

Studi ini dilakukan oleh Koaksi Indonesia terhadap 622 responden berusia 17—35 tahun di Riau, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Samarinda, dan Palu.

Temuan utama dari studi yang berlangsung dari 18 Oktober—8 November 2024 ini adalah mayoritas orang muda merasa tertarik untuk bekerja di bidang green jobs setelah mereka mengetahui definisi green jobs. Secara khusus, pekerjaan hijau lebih menarik bagi orang muda berusia 24—29 tahun yang bekerja. Namun, para responden merasa masih kurang memiliki kemampuan, memperoleh informasi dan pemahaman tentang dampak nyata pekerjaan ini terhadap lingkungan.

  • Survei Gen Z dan Milenial 2025

Survei global tahunan ini dilakukan oleh Deloitte dan tahun ini merupakan tahun ke-14. Survei terhadap 23.482 responden dari 44 negara, termasuk Indonesia, ini berlangsung dari 25 Oktober—10 Januari 2025. 

Sebagaimana didefinisikan dalam studi ini, responden Gen Z lahir antara Januari 1995 dan Desember 2006, sementara responden milenial lahir antara Januari 1983 dan Desember 1994.

Survei ini memang tidak mengemukakan pekerjaan hijau secara khusus. Namun, salah satu pertanyaan dalam survei ini mengacu pada bagaimana kepedulian lingkungan membentuk perilaku Gen Z dan milenial. Ternyata, kekhawatiran mereka terhadap impak lingkungan memengaruhi keputusan mereka untuk bekerja di satu perusahaan.  

Dengan 535 responden yang terdiri dari 326 Gen Z dan 209 milenial, hasil survei di Indonesia menunjukkan persentase yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global. Sebanyak 94% responden Indonesia (Gen Z) mempertimbangkan kredensial atau kebijakan lingkungan perusahaan saat mengevaluasi calon perusahaan dibandingkan rata-rata persentase global sebesar 70%. Sementara itu, untuk responden Indonesia (milenial), persentasenya mencapai 95% dibandingkan rata-rata persentase global sebesar 70%.

Bagaimana Penyerapannya?

Ilustrasi banyak kandidat yang belum memenuhi kriteria/Freepik

Mengetahui kondisi positif di atas, menimbulkan pertanyaan, mengapa masih banyak pengangguran pada kelompok usia muda di Indonesia? Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 memperlihatkan tiga kelompok umur dengan jumlah pengangguran terbanyak, yaitu 15—19 tahun (1.022.187,00); 20—24 tahun (2.527.741,00); dan 25—29 tahun (1.319.299,00). Total jumlah pengangguran dari ketiga kelompok umur ini mencapai 66,9% dari total jumlah pengangguran di Indonesia yang sebesar 7.278.307,00.

Salah satu tantangan yang dihadapi angkatan kerja di negeri ini, menurut Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia, adalah sistem pelatihan dan sertifikasi yang belum sepenuhnya siap menjawab kebutuhan untuk bertransformasi ke pekerjaan hijau. Dengan demikian, dibutuhkan pembaruan ekosistem pelatihan yang lebih responsif, kolaboratif, dan berorientasi pada kebutuhan lapangan.  

Baca Juga:  Dimulai dari Komunitas, Mari Ciptakan Perubahan

Temuan ini senada dengan hasil dua survei di atas yang menyatakan para responden merasa belum memiliki kemampuan dalam bidang pekerjaan hijau sekalipun mereka tertarik dengan pekerjaan itu. 

Intinya, angkatan kerja sudah seharusnya diperlengkapi dengan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan hijau. Keterampilan ini disebut dengan keterampilan hijau (green skills).

Berikut beberapa contoh keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan hijau berdasarkan delapan sektor prioritas di Indonesia.

  • Sektor Energi Terbarukan: Teknisi dan Operator Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) membutuhkan keterampilan dalam instalasi dan pemeliharaan sistem penyimpanan energi serta pemrograman sistem inverter dan baterai.
  • Sektor Kehutanan dan Penggunaan Lahan: Spesialis Pengelolaan Hutan Berkelanjutan membutuhkan keterampilan dalam manajemen lanskap berbasis ekosistem serta pemantauan sumber daya hutan dengan Sistem Informasi Geografis (GIS) dan teknologi satelit.
  • Sektor Proses Industri dan Penggunaan Produk: Ahli Efisiensi Energi dan Manajemen Karbon Industri membutuhkan keterampilan dalam audit energi dan analisis efisiensi proses serta penghitungan emisi karbon dan strategi mitigasi gas rumah kaca (GRK).
  • Sektor Limbah dan Daur Ulang: Operator Teknologi Daur Ulang Plastik dan Kertas membutuhkan keterampilan dalam pemilahan dan pemrosesan ulang bahan plastik dan kertas serta pemanfaatan teknologi konversi limbah menjadi bahan baku baru.
  • Sektor Pertanian Berkelanjutan: Spesialis Keanekaragaman Hayati Pertanian membutuhkan keterampilan dalam konservasi dan pengelolaan spesies tanaman lokal serta manajemen hama dan penyakit berbasis ekologi.
Ilustrasi spesialis kendaraan listrik/Freepik
  • Sektor Transportasi Berkelanjutan: Spesialis Keamanan Transportasi dan Keselamatan K3 di Sektor Transportasi Hijau membutuhkan keterampilan dalam manajemen risiko dan keselamatan transportasi berbasis energi hijau serta regulasi dan kepatuhan terhadap standar keselamatan kendaraan listrik dan hidrogen.
  • Sektor Pariwisata Berkelanjutan: Petugas Pengelola Sampah dan Energi di Kawasan Wisata membutuhkan keterampilan dalam pengelolaan limbah terintegrasi dan konservasi energi di tempat wisata serta monitoring dan pelaporan lingkungan di kawasan wisata.
  • Sektor Pesisir dan Kelautan: Spesialis Rehabilitasi Ekosistem Pesisir (Mangrove, Lamun, Terumbu Karang) membutuhkan keterampilan dalam teknik rehabilitasi vegetasi pesisir serta identifikasi spesies lokal dan adaptasi ekosistem.

Dengan green skills, angkatan kerja memiliki peluang lebih besar untuk direkrut oleh perusahaan sebagaimana dilansir dari Global Green Skills Report 2024 LinkedIn. 

Antara tahun 2023 dan 2024, permintaan global untuk talenta ramah lingkungan tumbuh dua kali lebih cepat daripada pasokan—dengan permintaan meningkat sebesar 11,6% dan pasokan sebesar 5,6%.

Laporan yang sama juga menyatakan, pencari kerja dengan keterampilan hijau memiliki tingkat perekrutan 54,6% lebih tinggi daripada angkatan kerja secara keseluruhan. Bahkan, di Amerika Serikat, angka ini meningkat menjadi 80,3%, sementara di Irlandia menjadi 79,8%.

Penulis

Beranda
Kabar
Kegiatan
Dukung Kami
Cari