Bagian dari adulthood salah satunya bagi saya adalah menyadari. Menyadari secara penuh bahwa diri ini adalah debu kecil di belantara luasnya semesta, namun sekaligus menjadi bagian dari kelompok masyarakat yang saling terhubung. Termasuk menyadari bahwa kualitas kesejahteraan hidup bisa begitu berbeda tergantung tempat kita lahir dan bertumbuh. Kultur, letak tata kota, kebijakan pemegang kuasa, kemudahan akses transportasi, kualitas air, sampai keamanan tempat tinggal dari kejadian bencana menjadi serangkaian hal yang dipikirkan ketika memilih lokasi tinggal.
Tidak ada yang sempurna, tentu saja. Sekalipun jika ada, sebanding dengan harga yang begitu tinggi. Kekhawatiran lantas hadir dan setia menemani hari-hari tentang krisis-krisis yang akan dihadapi di masa depan, sedangkan saat ini begitu banyak PR yang belum terselesaikan. Tidak bisa tidak merasa bersalah ketika setiap hari kita meninggalkan jejak karbon, sedangkan timbal balik menjaga lingkungan masih terasa belum maksimal.
Isu lingkungan besar sekali dalam memengaruhi hidup manusia. Misalnya, ketahanan pangan di mana panen dipengaruhi oleh keadaan alam. Sementara itu, dampak krisis iklim tidak bisa terhindarkan dan berbeda dari beberapa tahun terakhir sehingga mengakibatkan gagal panen. Keadaan ini dapat berimbas terhadap krisis bahan pangan, harga menjadi naik dan persediaan langka. Satu bahan pangan naik dapat berakibat ke harga-harga lainnya juga dan ini baru satu contoh saja.
Menonton dokumenter “Diam dan Dengarkan” kala pandemi lalu menjadi perenungan bagi saya bahwa manusia memiliki “dosa” yang besar ketika tinggal di bumi ini, terutama jika kita tidak cukup peduli dan yang penting hidup dengan nyaman. Bahwa ketika kita hidup, kita ternyata berutang banyak pada alam bahkan kita sendiri tidak sadar.
Baca Juga: Tunjukkan Cintamu pada Bumi Melalui Makananmu
Tidak heran dan memang sudah seharusnya jika isu lingkungan ini dimasukkan ke tema debat cawapres pada Januari lalu.
Bank Indonesia sebagai bank sentral turut bergerak menanggapi isu perubahan iklim dengan mendukung pembiayaan hijau dan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan bagi masyarakat dan lingkungan.
Idealnya jika begitu, menyortir sampah, menghemat listrik, dan membawa tempat bekal atau kantong sendiri bukanlah hal yang besar dijadikan sebagai gaya hidup. Namun, bagaimana jika kita ingin memberikan lebih?
Green Jobs, Apa dan Bagaimana Bentuknya?
Saya pertama kali mendengar kata Green Jobs pada tahun 2019. Mendengar istilahnya dengan nama hijau di dalamnya membuat sejenak berpikir, apakah bentuknya harus sebagai aktivis lingkungan? Bagaimana peluang pekerjaan hijau di Indonesia sendiri mengingat jenis pekerjaan ini terdengar seperti baru?
Berdasarkan International Labour Organization (ILO), pekerjaan hijau merupakan pekerjaan yang berkontribusi dalam melestarikan atau memulihkan keadaan lingkungan dan harus memenuhi syarat bahwa pekerjaan tersebut tidaklah eksploitatif dan diskriminatif. Green Jobs memiliki prinsip berkeadilan bagi masyarakat, lingkungan, dan sosial.
Sebuah pekerjaan dimasukkan kategori Green Jobs jika memenuhi salah satu kriteria berikut:
- pekerjaan tersebut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca,
- pekerjaan tersebut melindungi atau memulihkan ekosistem ke keadaan semula,
- pekerjaan yang meminimalisasi jejak karbon seperti polusi, dan
- pekerjaan yang meningkatkan efisiensi atau transisi energi terbarukan dan adaptif terhadap efek perubahan iklim.
Pekerjaan hijau atau Green Jobs juga tak terbatas bagi keilmuan di bidang Science, Technology, Engineering and Math (STEM) melainkan memungkinkan semua latar belakang untuk dapat berkolaborasi. Bentuk Green Jobs terdiri dari dua jenis, yaitu dari segi produk dan segi proses. Misalnya, jika segi produk ini bergerak di perlindungan hutan dan pertanian, sedangkan dari segi proses bisa berbentuk efisiensi penggunaan energi pada suatu manufaktur meskipun produk yang dihasilkan tidak selalu memiliki unsur green.
Baca Juga: Konferensi Green Jobs 2023, Interkoneksi Jalin Kolaborasi
Agar lebih dapat dibayangkan, contoh pekerjaan ramah lingkungan di beberapa industri yaitu:
- sektor NGO: peneliti, campaigners, ecologyst,
- sektor publik: environmental consultant, environmental economist, dan green urban planner,
- sektor industri: eco fashionpreneur, community development specialist, dan green construction designers,
- sektor riset: environmentalist, laboratory assistant, dan water quality scientist, dan
- sektor bisnis: start-up yang mendukung efisiensi energi dalam operasionalnya serta start-up yang mengolah sampah.
Prospek Green Jobs di Indonesia
Pekerjaan hijau, tentu saja, tidak terlepas dari kondisi suatu negara dalam peluang dan kesempatannya. Wawasan kebangsaan berpengaruh besar karena tidak hanya menghormati keberagaman antar-manusia, melainkan juga kesadaran penuh dalam turut menjaga kekayaan lingkungan sekitar.
Negeri tercinta kita ini memiliki kekayaan alam luar biasa yang dapat kita jaga sepenuhnya dan dipergunakan secukupnya. Proses pemulihan akan selalu berjalan seiring dengan kebutuhan yang diambil untuk manusia. Didukung juga dengan faktor geografis yang sangat memungkinkan untuk mengembangkan energi terbarukan seperti tenaga surya. Adapun berbagai solusi yang belum teroptimalkan di bidang lingkungan masih menjadi PR besar dan peluang untuk berkarier di bidang pekerjaan hijau.
Beruntung, saat ini juga sudah didukung dengan kehadiran platform greenjobs.id yang menjabarkan perihal Green Jobs 101 secara lengkap dan aktual, termasuk juga matchmaking antara pencari kerja dan penyedia lapangan pekerjaan hijau. Jadi bagi pencari kerja yang tertarik dengan Green Jobs dapat menggali lebih dalam wawasan mengenai pekerjaan hijau dan memilih industri yang paling cocok yang menyediakan jenis lapangan pekerjaan hijau ini.
Baca Juga: Aksi Iklim Generasi Muda: Menyuarakan Isu Lingkungan dengan Berkomunikasi dan Berkampanye
Platform yang dikembangkan oleh Koaksi Indonesia ini berfungsi juga sebagai pusat komunitas yang mempertemukan orang-orang dengan minat serta visi misi yang sama dalam kelestarian lingkungan. Sangat cocok untuk Gen Z yang ingin berkarier di Green Jobs maupun para profesional dan ahli saling berkolaborasi dalam aksi perubahan dengan perspektif berkelanjutan.
Kita mungkin bukan siapa-siapa dan tidak memiliki power yang begitu besar untuk memengaruhi. Namun setidaknya kita tahu yang kita lakukan dan memilih #GoGREENJOBS merupakan salah satunya.
Artikel ini telah tayang di https://www.umimarfa.web.id/2024/02/pekerjaan-ramah-lingkungan-green-jobs.html dengan judul “Green Jobs atau Pekerjaan Hijau: Tidak Eksklusif “Milik” Para Aktivis Lingkungan”.
DISCLAIMER
Semua artikel dan opini yang dipublikasikan pada Blog #GoGreenJobs menjadi tanggung jawab dari masing-masing penulis. Koaksi Indonesia membantu mengedit bahasa dan penulisan setiap artikel dan opini yang masuk ke redaksi agar sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Koaksi Indonesia tidak bertanggung jawab jika terdapat plagiarisme, kesalahan data dan fakta, serta kekeliruan dalam penulisan nama, gelar atau jabatan yang terdapat di dalam artikel dan opini.