JAKARTA, BERITALINGKUNGAN.COM – Koaksi Indonesia mengapresiasi diluncurkannya toolkit pemantauan, pelaporan, dan verifikasi untuk kegiatan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Sektor Non-Lahan dan Penguatan Kelembagaan (institutional arrangement).
Toolkit itu bertujuan untuk memudahkan penyusunan data aktivitas inventarisasi GRK pada sektor energi dan sektor limbah, serta mekanisme pelaporannya di tingkat daerah.
Saat itu, Indonesia terus berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK. Komitmen tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Republik Indonesia yang pertama pada bulan November 2016, dengan ditetapkannya target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dengan skenario business as usual (BAU) pada tahun 2030.
Jika dikalkulasi secara nasional, target penurunan emisi pada tahun 2030 berdasarkan NDC adalah sebesar 834 juta ton CO2e pada target unconditional (CM1) dan sebesar 1,081 juta ton CO2e pada target conditional (CM2).
Untuk memenuhi target tersebut, secara nasional telah dilakukan berbagai aksi mitigasi pada semua sektor. Termasuk dengan melakukan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK) yang merupakan perwujudan dari Perpres No. 71 tahun 2011 yang memandatkan penyusunan IGRK nasional harus melibatkan partisipasi aktif pemerintah di tingkat sub-nasional (provinsi/kabupaten/kota) dengan tetap melakukan pemutakhiran data antara pusat dan daerah.
Perpres itu diturunkan menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 73 tahun 2017 yang menjelaskan kegiatan Inventarisasi GRK dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan penyerapannya.
Penghitungan dilakukan pada empat kategori sumber emisi atau sektor, yaitu energi, industri, penggunaan lahan (mencakup pertanian, kehutanan, serta perubahan penggunaan lahan lainnya), dan pengelolaan limbah.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dr. Ruandha Agung Sugardiman, menyatakan Toolkit ini dapat mempermudah pekerjaan inventarisasi gas rumah kaca, baik di pusat maupun di daerah.
“Dan, kegiatan sosialisasi yang terkait dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang memadai pada pemerintah daerah secara baik dan benar,” kata Ruandha.
Ke depannya, menurut Ruandha, peran pemerintah daerah dalam menyusun inventarisasi GRK harus lebih komprehensif, sehingga perlu dilakukan penguatan kelembagaan untuk memastikan pendekatan bottom-up berjalan dengan baik.
“Tujuan pendekatan top-down dan bottom-up adalah untuk mendapatkan keselarasan hasil antara perhitungan yang dilakukan di tingkat nasional dengan perhitungan yang dilakukan pemerintah daerah,” ujar Ruandha.
Direktur Inventarisasi GRK dan MPV, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc, memastikan toolkit sebagai simpul dari berbagai sumber data inventarisasi GRK dari sektor limbah dan energi yang ada di pemerintah daerah serta lembaga terkait di daerah tersebut.
“Selain penyusunan data aktivitas, ini juga menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam mencari berbagai alternatif sumber data. Pada tiap sub-sektor dalam sektor limbah dan sektor energi akan ada penjelasan mengenai cara memperoleh data primer dan dokumen yang bisa dijadikan referensi sebagai sumber data sekunder,” papar Syaiful Anwar.
Sementara itu, Direktur Operasional dan Keuangan Koaksi Indonesia Eva Fitrina, menilai informasi yang dikumpulkan dari sistem inventariasi GRK Nasional sangat dibutuhkan. Adapun model pelaksanaan inventarisasi GRK di tingkat kabupaten/kota, hingga teori perubahan dan identifikasi kelembagaan inventarisasi GRK telah memiliki dasar hukum, menjadi item-item pendukung yang tidak boleh dilupakan.
“Koaksi Indonesia senang sekali mendapat kesempatan untuk terlibat dalam proses pengembangan toolkit ini bersama KLHK, GIZ Indonesia, dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), terutama karena alat bantu yang dibangun sesuai dengan kebutuhan daerah, menjadi bagian dari aksi mengukur upaya mitigasi perubahan iklim nasional yang memiliki upaya pencegahan dan penanggulangan perubahan iklim yang konkrit,” ujar Eva Fitrina.
Selain itu, Koaksi Indonesia sangat senang jika toolkit ini dapat diaplikasikan oleh seluruh pemerintah daerah sehingga memudahkan dalam melakukan inventarisasi GRK,” jelas Eva Fitrina,
Inventarisasi GRK pada dasarnya merupakan kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan emisi yang dihasilkan dari berbagai sumber dan penyerapannya, termasuk simpanan karbon (carbon stock).
Adapun tujuannya untuk memantau dinamika emisi GRK yang akan digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mitigasi perubahan iklim, serta menyusun laporan status emisi GRK nasional. Langkah taktis Indonesia ini dimulai saat penyelenggaraan Conference of Parties (COP) yang ke-21 pada tahun 2015. (Jekson Simanjuntak).
Sumber: beritalingkungan.com