INDOPOS.CO.ID – Dua kandidat calon presiden kembali dipertemukan pada satu ruangan. Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan kembali bersilat lidah. Bedanya, petahana dan penantang tidak akan didampingi para calon wakil presidennya kali ini. Juga tanpa kisi-kisi.
Adu gagasan dalam Debat Pilpres Edisi Kedua ini, akan diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (15/2/2019). Debat yang dipandu Tommy Tjokro dan Annisa Basuki, akan membahas empat isu penting, yakni, pangan, infrastruktur, sumber daya alam (SDA), dan energi.
Keempat isu krusial ini menjadi sangat penting dibahas. Apalagi, baik pasangan calon 01 dan 02, sangat konsern dalam empat isu tersebut. Baik Jokowi, maupun Prabowo bahkan menuangkannya dengan sangat detail pada visi dan misi (lihat grafis). INDOPOS pun mewawancarai sejumlah pakar dalam isu yang akan dibahas pada perdebatan besok.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor mengatakan, tema debat kedua ini akan menunjukkan kekuatan program tiap calon yang berebut kursi RI 1. Sekaligus kelemahan, karena yang dibahas cukup teknis.
Firman menganalisa, Jokowi akan unggul dalam pembahasan infrastruktur. Sementara titik lemahnya berada pada sektor pangan. Di mana, impor beras masih tinggi dengan tata kelola yang karut marut.
Prabowo Subianto diprediksi akan menyerang kelemahan itu. ”Inikan masalah politis. Kita ketahui Jokowi adalah petahana yang sudah memerintah selama empat tahun dan masih punya banyak kekurangan. Sedangkan, Prabowo sendiri masih dalam konseptual. Namun, bila Prabowo mampu memaksimalkan kelemahan lawan dan memanfaatkan momen dia pun bisa unggul,” paparnya saat diwawancarai INDOPOS, kemarin. Di sisi lain, menurut Firman, Jokowi harus bisa membuktikan dirinya layak memimpin Indonesia lima tahun ke depan.
Peneliti LIPI lainnya, Indria Samego juga mengamini bila debat kedua akan lebih menarik dibanding debat pertama. Menurut anggota Dewan Pakar The Habibie Center itu, Jokowi dan Prabowo akan berusaha keras tampil lebih baik dari debat pertama untuk menggaet pemilih pemula maupun ”swing voters”. ”Apalagi pada Debat II contekan dilarang KPU. Pasti mereka berusaha keras untuk tampil beda,” ujarnya, kemarin.
Petahana menurut dia, akan tampil optimal untuk memaparkan aneka program pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan pada periode pertama ini. ”Presiden Jokowi akan ”all out” jualan program pembangunan infrastruktur. Itulah yang paling diandalkan,” tukas Indria.
Sebaliknya, Prabowo akan membongkar kelemahan dari pemerintahan Jokowi. Sejak 2014 sampai sekarang, ada beberapa hal yang memang menjadi catatan dari banyak pihak. ”Terutama utang luar negeri dan ketergantungan energi minyak bumi,” bebernya.
Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KPRP) Said Abdullah menilai kerawanan pangan sebenarnya bisa dituntaskan tanpa melakukan kebijakan impor. ”Menurut saya, bisa (tanpa impor) dengan syarat jika pola konsumsi pangan dikembangkan tidak hanya terfokus kepada komoditas tertentu,” ujar Said. Sektor pangan merupakan salah satu tema yang akan dibahas dalam debat capres tahap kedua.
Selain itu, syarat lainnya agar kerawanan pangan dapat dituntaskan tanpa impor adalah, adanya peta jalan yang jelas dan terkoordinasi lintas kementerian dan lembaga. ”Ada kebijakan dan implementasi program yang kuat dalam mengamankan lahan pertanian,” sambugnya.
Ia juga menekankan pentingnya kebijakan yang kuat mulai dari hulu hingga hilir. Kebijakan yang mampu memberikan nilai tambah optimal bagi petani. Sebab, selama ini kebijakan dan program lebih banyak dilakukan di sisi hulu, seperti penyediaan benih dan mekanisasi alat pertanian. ”Sementara di sisi hulir semisal jaminan harga tidak ada. Dengan demikian insentif bagi petani untuk berproduksi lebih banyak nyaris tidak ada,” keluh dia.
Koordinator KPRP juga mengemukakan hal yang esensial adalah adanya kebijakan pengendalian tarif impor yang mampu mendorong kompetisi produk lokal dengan impor. Said mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Ekosob PBB yang di dalamnya termasuk hak atas pangan. Sehingga berarti negara punya kewajiban memenuhi hak atas pangan masyarakat tanpa kecuali. ”Tak dibenarkan satupun warga negara ada yang mengalami persoalan pangan yang dicirikan dengan adanya kasus kelaparan, gizi buruk, dan lainnya,” tegasnya.
Said juga menegaskan bahwa ke depannya, presiden yang terpilih sudah semestinya membuat program dan kebijakan terkait pangan dan pertanian, harus benar-benar memastikan hak atas pangan setiap individu terpenuhi, serta tidak hanya asal klaim dan mengumumkan bahwa produksi pangan tercapai.
Lembaga kajian ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menyatakan, kedua calon presiden diminta untuk bisa memaparkan kebijakan ekonomi untuk mendorong pertumbuhan. ”Energi itu tidak bisa berdiri sendiri, dia modal dasar pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perdebatan nanti jangan hanya soal cara mendorong lifting minyak atau energi baru terbarukan tapi bagaimana pemanfaatannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal dalam diskusi di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
Menurut Faisal, kebijakan pembangunan energi termasuk soal distribusi hingga penentuan harga harus dikaitkan dengan pembangunan industri. ”Lemahnya industri kita karena harga energi mahal, jadi bagaimana kedua capres menjawab masalah ini, terobosan seperti apa, ini yang kita tunggu,” paparnya.
Selain bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, Faisal menyebutkan kebijakan energi juga harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. ”Harga BBM untuk transportasi maupun untuk listrik harus seperti apa kebijakannya. Energi juga harus disesuaikan dengan struktur pendapatan masyarakat,” tuturnya. Faisal menambahkan kedua capres secara umum memiliki visi misi sektor energi yang tidak berbeda jauh. Dengan demikian, konsep pembangunan ekonomi dari sisi pemanfaatan energi akan jadi hal yang dutunggu publik.
Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM Fahmy Radhi berharap ada komitmen soal energi baru terbarukan dari kedua capres. Pasalnya, cadang minyak dan gas kini kian berkurang. Sementara menurut dia, konsumsinya meningkat pesat. ”Mereka harus punya paradigma tentang energi baru terbarukan. Energi fosil tidak bisa diandalkan. Itu perlu disinggung dalam debat nanti,” ujar Fahmy, Jumat (15/2/2019).
Konsep itu kata dia perlu dijabarkan. Tidak hanya dituangkan dalam visi dan misi. Tapi juga konsep nyata, yang bahasanya dapat dipahami oleh khalayak umum. ”Dalam debat juga dijelaskan apa yang harus dikerjakan untuk merealisasikan itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Mamit Setiawan dari Energy Watch berharap kedua pasangan capres dapat menjabarkan pemanfaatan energi bagi kesejahteraan masyarakat. ”Sumber daya alam ini kan menyangkut hajat hidup masyarakat banyak. Ini akan sangat menarik melihat bagaimana kedua pasangan capres beradu gagasan mengenai itu,” jelas dia.
Kritik soal karut marut pengelolaan SDA, disampaiakan dengan keras oleh Koalisi Golongan Hutan. Kelompok organisasi yang meliputi Walhi, Madani Berkelanjutan, Greenpeace Indonesia, Koaksi Indonesia, Kemitraan, HuMa, Change.org, Rekam Nusantara dan Econusa ini menilai, pembahasan SDA harus dibarengi dengan fakta bahwa ada kerusakan lingkungan.
”Proses penegakan hukum kepada korporasi pembakar hutan masih lemah. Sampai saat ini masih Rp18,9 triliun ganti rugi kebakaran hutan dan lahan dan pembalakan liar yang sudah diperintahkan pengadilan namun belum dibayar,” jelas Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak di Kantor Walhi, Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan kerusakan hutan, lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati akibat ulah korporasi sudah masif, dan dampaknya mengancam kesehatan ratusan ribu orang. ”Sudah sepantasnya dan sesegera mungkin mereka dipaksa untuk menjalankan tanggung jawab hukumnya,” tegasnya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga menekankan pentingnya kedua calon presiden untuk mampu mewujudkan kota yang berkelanjutan dengan membangun infrastruktur pendukung.
Menurutnya, hal tersebut lebih penting diprioritaskan ketimbang membangun jalan layang yang notabene untuk memfasilitasi pengguna kendaraan pribadi. ”Masyarakat harus dibiasakan berjalan kaki atau bersepeda dalam kegiatan sehari-hari di pusat kota,” kata Nirwono.
Hal lain yang perlu dilakukan dalam pengembangan kota adalah peremajaan atau revitalisasi kampung kumuh, permukiman padat penduduk, dan bangunan atau kawasan yang terbengkalai menjadi kawasan terpadu berbasis Transit-Oriented Communities (TOC). ”Hal ini berupa penataan ulang bangunan dan lingkungan, penyediaan hunian vertikal, beserta sanitasi, air bersih, energi listrik, gas, pengolahan sampah dan limbah ramah lingkungan,” paparnya.
Menurutnya, pengembangan infrastruktur transportasi massal harus dilihat sebagai pendukung pergerakan manusia dan pembangkit ekonomi daerah-daerah yang dilaluinya.
Pengamat politik dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Arlan Siddha ikut mengutarakan tema yang diangkat sangat seksi untuk diperdebatkan. Ditambah, Jokowi dan Prabowo akan saling adu argumentasi berdua saja. Tanpa gangguan para calon wakilnya. ”Menarik adalah ‘head to head’ capres Jokowi dan Prabowo tidak didampingi cawapres. Ini artinya kedua capres bisa dengan leluasa mengeksplorasi apa saja yang menjadi program kerja lima tahun ke depan,” ucapnya.
Dia menyatakan, pertarungan akan seru dan sangat menarik. Terutama persoalan infrastruktur. Karena Jokowi selaku petahana, dinilai berhasil dan sangat cepat melaksanakan pembangunan. Keunggulan itu menjadi nilai jual capres yang didukung PDIP, Golkar, NasDem, PPP, Hanura, PKB, Perindo, PSI, dan PKPI.
Namun, Prabowo yang didukung oleh Gerindra, Demokrat, PKS, PAN dan Berkarya juga dipastikan memberikan perlawanan sengit. ”Saya yakin kedua capres sudah saling mengantisipasi. Ini akan menjadi debat menarik dan mudah-mudahan bisa mengedukasi masyarakat,” terangnya.
Lebih jauh dia menjelaskan, hal yang penting harus disiapkan adalah program lima tahun ke depan dari kedua capres. ”Juga data yang tepat. Sehingga harapan kita semua debat bisa saling adu program dan otomatis akan bisa mengedukasi masyarakat,” tegasnya.
Jika berbicara strategi, dia yakin kedua calon akan punya banyak amunisi dalam silat lidah ini. Misalnya, petahana Jokowi akan memberi penjelasan tentang program yang sudah dikerjakan. Sedangkan Prabowo akan memilih untuk mengkritisi selama lima tahun pemerintahan Jokowi. Juga diharapkan menghadirkan solusi sebagai tawaran baru kepada masyarakat. ”Merujuk dari debat pertama kecenderungan Prabowo mengevaluasi kinerja Jokowi. Sehingga dia lupa apa yang akan ditawarkan kepada masyarakat,” kritiknya. (dai/aen/ant)
Redaktur: Juni Armanto
Sumber: Indopos