Pendidikan adalah sektor potensial menciptakan bibit-bibit inovasi untuk negeri ini, terutama di institusi pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi sudah menyadari pentingnya energi bersih dan ramah lingkungan dengan mengembangkan energi terbarukan melalui berbagai inovasi. Saat ini, banyak inovasi yang mendukung penerapan energi terbarukan, baik di riset maupun pengembangannya. Beberapa perguruan tinggi bahkan memiliki unit kegiatan yang menjadi wadah mahasiswa merancang dan mengembangkan prototipe produk yang hemat energi dan berbasis energi terbarukan, seperti kendaraan bermotor seperti motor, mobil, bus hingga kapal. Bahkan, produk buatan anak bangsa ini sudah diapresiasi hingga kancah internasional lho!
Selain unggul di dalam dan di luar negeri, inovasi karya mahasiswa ini berpotensi membuka peluang green jobs atau pekerjaan ramah lingkungan dari sektor energi terbarukan di masa depan. Inovasi dan usaha di bidang energi terbarukan pun menjadi wadah baru dalam pengembangan pekerjaan ramah lingkungan (green jobs). Yang menjadi tantangan saat ini adalah bagaimana inisiatif dan inovasi dari sektor pendidikan ini bisa berkembang dan ditangkap dengan sektor industri (link and match) guna membesarkan pasar green jobs.
Untuk mengangkat perlunya link and match pendidikan dan industri di masa depan, Kamis (24/9) lalu melalui diskusi publik Ruang Aksi ke-23, Koaksi Indonesia mengangkat cerita atas karya terbaik mahasiswa di bidang energi terbarukan agar dapat diapresiasi dan sekaligus memotivasi anak muda yang lebih luas. Selain itu, diangkat pula perspektif tenaga ahli yang dapat memberikan pandangan potensi ke depan, dan strategi atau inovasi apa yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh anak muda.
Dengan tema “Inovasi #EnergiMuda Bangun Negeri”, Koaksi Indonesia menghadirkan narasumber-narasumber muda dari berbagai institusi pendidikan tinggi di berbagai kota di Indonesia, diantaranya Zaky Fadlurrahman, Head of Mechanics Department ARJUNA, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta; Trixie Marsya, External Officer ITS Marine Solar Boat Team, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya; Jabar Lazuarde, Wakil Ketua Ulil Albab Electric Vehicle, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta; dan Dr-Ing Eko Adhi Setiawan, Director of Tropical Renewable Energy Center, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia sebagai tenaga ahli. Dimoderasi oleh Siti Koiromah dari Koaksi Indonesia, diskusi yang dilaksanakan secara daring ini juga disiarkan langsung di kanal Youtube Koaksi Indonesia.
Dimulai dari kisah inovatif tim ARJUNA UGM, unit mahasiswa di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini, pada awalnya hanyalah sebuah tim mobil listrik yang didirikan tahun 2012 sebagai tugas akhir mahasiswa. Seiring berjalannya waktu, tugas akhir ini mendapat minat yang cukup positif dari kampus dan mahasiswa, sehingga dijadikan unit mahasiswa yang selalu menghasilkan prototipe produk kendaraan listrik. Berkat inovasi dan kegigihan anak mudanya untuk selalu mengembangkan potensi, pada tahun 2019, ARJUNA menjadi juara ketiga business presentation pada student formula Japan, serta yang terkini di tahun 2020, mereka meraih Juara dua pada event FSEV India.
Tak berhenti di satu kampus, inovasi anak muda ini berkembang juga di kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Ulil Albab Student Center (UASC), adalah sebuah wadah untuk mahasiswa UII dalam pengembangan teknologi khususnya kendaraan listrik. UASC telah memiliki beberapa mobil listrik yaitu; Kaliurang UNISI EV 1 yang memiliki controller sendiri juga meraih Best Technology pada tahun 2014 di KMLI; Kaliurang UNISI EV 2 yang menggunakan teknologi Android; Kaliurang UNISI EV 3 dengan sistem telemetri serta meraih juara pengereman dan Best Technology di KMLI tahun 2017; Kaliurang UNISI ADARO yang masih dalam proses pembaruan; Kaliurang UNISI EV 3.1 pembaruan dari Kaliurang UNISI EV 3 dan meraih kategori kecepatan di KMLI tahun 2019. Selain itu ada juga riset sepeda listrik (PIT X) serta drone agriculture. Tidak main-main, riset sepeda listrik ini mendapat apresiasi dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo loh, #EnergiMuda! Keren banget ya.
Bergeser ke Surabaya, ada ITS Marine Solar Boat Team (ITS MSBT) yang berdiri sejak tahun 2011, diinisiasi oleh keinginan anak muda untuk mengembangkan inovasi kendaraan guna menghubungkan pulau-pulau kecil di Indonesia yang memiliki bahan bakar ramah lingkungan, berkelanjutan dan dapat diandalkan. Terciptalah Marine Solar Boat atau kapal bertenaga matahari. Saat ini, kapal bertenaga matahari ini sudah memproduksi tiga jenis kapal yaitu Jalapatih I, Jalapatih II, Jalapatih III yang berkembang dengan pemanfaatan solar panel. Tahun ini, ITS MSBT dalam proses pembuatan Jalapatih 4 yang menggunakan teknologi hydrofoil, teknologi yang mampu membuat kapal lebih ringan sehingga kecepatannya mampu diakselerasi. Yang paling keren, teknologi ini merupakan teknologi pertama yang diterapkan untuk kapal di Indonesia! Buah konsisten dalam inovasi, pada tahun 2011 mereka menjadi pelopor tim riset solar untuk kapal, hingga tahun 2014 mengikuti Dong Solar Challenge, menjadi satu-satunya tim dari Indonesia, hingga tahun 2016 meraih juara ke-3 kategori South East pada Dutch Solar Challenge di Belanda.
Melihat sederet inovasi yang telah diciptakan oleh anak-anak muda yang masih menyandang status mahasiswa ini, Dr-Ing Eko Adhi Setiawan yang juga merupakan seorang tenaga ahli berpendapat bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar terhadap Energi Terbarukan (ET), namun potensi tersebut harus dilihat mana yang dapat dimanfaatkan di seluruh tempat dan mana yang hanya bisa digunakan di daerah-daerah tertentu. “Ini adalah tugas pemerintah dalam menentukan mana yang akan dimaksimalkan potensinya untuk dikembangkan. Tugas mahasiswa adalah belajar mengenai ilmu-ilmu dasar, prinsip-prinsip kerja konversi energi harus kuat. Perlombaan yang dilakukan fungsinya melatih pemahaman dan paling penting mencari networking. Akan lebih baik jika nanti teman-teman mahasiswa juga mendekat ke masyarakat sehingga akan memiliki dampak langsung pada penyelesaian masalah” papar Eko.
Terkait dengan dampak langsung ke masyarakat, memang hingga saat ini inovasi dan produk-produk yang telah dihasilkan oleh ARJUNA, ITS Marine Solar Boat dan UASC belum bisa langsung dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Namun, Trixie dari tim ITS Marine Solar Boat menginformasikan bahwa saat ini sedang dalam tahap pengenalan dan akan bekerjasama dengan Pemda Surabaya untuk mengenalkan kapal Jalapatih kepada nelayan. Selain itu, terkait hak paten pada produk-produk mereka, ada beberapa yang sudah dipatenkan dan sisanya masih belum diproses hak patennya. Salah satunya adalah contoller yang diproduksi oleh tim UASC. “Controller sudah ada hak paten, kemudian nantinya DBMS dan telemetri kedepannya akan kami daftarkan hak paten” ujar Jabar.
Pada sesi diskusi, muncul pertanyaan terkait jenis energi terbarukan apa yang paling memungkinkan dapat segera dimanfaatkan di Indonesia. Menjawab pertanyaan ini, Eko menilai seluruh teknologi yang sudah masuk ke pasar artinya sudah memiliki kesiapan teknologi dengan standar yang cukup. “Energi terbarukan yang paling mungkin dimanfaatkan adalah Solar PV (Solar Photovoltaic) dengan harga yang semakin rendah, biaya pekerjaan dan perawatan juga ikut rendah. Saat ini penggunaan solar panel masih cukup rendah karena belum ada kebijakan (Pemerintah Indonesia) yang mengarah pada energi terbarukan. Namun, saat penggunaannya sudah cukup tinggi, Indonesia tidak bisa hanya menjadi pasar teknologi, tapi perlu juga bersaing terhadap teknologi tersebut. Contohnya apabila ada sebuah perusahaan luar negeri yang ingin masuk Indonesia maka perusahaan tersebut harus melakukan transfer knowledge pada SDM di Indonesia” jawab Eko.
Eko juga menjelaskan bahwa regulasi pasti sangat diperlukan untuk mendukung agar gerakan dan teknologi ini menjadi masif. Salah satunya dengan tarif yang menarik. “Energi terbarukan adalah sebuah gerakan dunia yang dipimpin oleh Eropa, Amerika, dan China. Negara tidak harus memiliki potensi energi terbarukan untuk menjadi produsen produk-produk energi terbarukan dan negara harus terus melakukan riset agar tidak hanya menjadi pasar bagi dunia dalam energi terbarukan. Perlu peran dari berbagai pihak dan bidang untuk menciptakan ekosistem Energi Terbarukan. Tiga elemen yang diperlukan adalah teknologi, ekonomi, dan sosial” terang Eko.
Sependapat dengan Eko, Jabar mengungkapkan bahwa kerjasama sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan energi terbarukan. “Kita harus bekerja sama, saling bahu membahu, jangan ada gap antara jurusan, fakultas dan ini akan mempercepat pembangunan energi terbarukan di Indonesia” ungkap Jabar. Sedangkan Zaki berharap akan terus ada riset di bidang energi terbarukan. “Jangan berhenti untuk terus riset terutama di bidang EBT karena kita dari akademisi akan menjadi ujung tombak dari pengembangan teknologi di Indonesia” pungkas Zaki.
Selanjutnya, Trixie berpendapat bahwa sebagai generasi muda harus yakin untuk mengembangkan energi terbarukan. “Kami yakin dimasa yang akan datang penggunaan energi terbarukan akan semakin meningkat dan kami mengajak teman-teman untuk lebih aware soal energi terbarukan yang dapat dimulai dengan sharing di sosial media, mengikuti kegiatan-kegiatan yang menarik seperti Ruang Aksi ini” papar Trixie.
“Mahasiswa harus terus belajar, berinovasi dan berkolaborasi namun jangan lupa ada banyak aspek yang harus diperhatikan untuk mendukung teknologi, seperti kebijakan. Ketika kebijakan tidak mendukung, mahasiswa bisa menyampaikan opini-opini akademisnya melalui tulisan-tulisan sehingga pemerintah mendapatkan pemasukan atau daya dorong. Untuk menguji pemahaman terhadap sesuatu, mulailah dari bahasa yang paling sederhana sehingga orang awam pun dapat dengan mudah memahaminya”, tutup Eko.
(Yessi Febrianty dan Gabriela Kalalo/Coaction Indonesia)