Penulis: Wiji Astuti, Lulusan Mining Engineering, Institut Teknologi Bandung
Editor: Yessi Febrianty
Kelahirannya dibantu oleh binary cycle geothermal power plant. Sebuah teknologi yang mampu mengolah panas bumi nonvulkanik menjadi energi listrik.
Kondisi Pemenuhan Kebutuhan Energi di Indonesia
Ketersediaan energi menjadi salah satu kebutuhan utama manusia saat ini. Di Indonesia, sumber daya utama yang digunakan untuk memenuhi ketersediaan energi sebagian besar berasal dari sumber daya konvensional seperti minyak bumi dan batu bara yang jumlah cadangannya semakin menipis. Faktanya, produksi minyak bumi Indonesia terus menurun mulai tahun 2000, sementara jumlah konsumsinya terus meningkat. Pada tahun 2004, jumlah konsumsi minyak bumi melebihi total jumlah produksi minyak bumi. Sejak tahun 2004 itulah Indonesia menjadi pengimpor minyak bumi untuk memenuhi konsumsi yang semakin meningkat.
Kondisi yang sama juga terjadi pada komoditas batu bara yang jumlah cadangannya semakin menipis. Indonesia hanya memiliki cadangan batu bara sebesar 0,6% dari cadangan batu bara dunia, yaitu sekitar 37 miliar ton.[1] Cadangan batu bara itu dapat mengalami penurunan dengan melihat tingkat produksi batu bara akhir-akhir ini yang sangat tinggi, yaitu hingga kurang lebih 616,16 juta ton pada tahun 2019.[2] Jika keadaan ini terus berlanjut, Indonesia akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Potensi Besar yang Belum Dimanfaatkan
Salah satu syarat tercapainya ketahanan dan kemandirian energi adalah mengembangkan teknologi yang mampu memberdayakan potensi sumber energi yang bersifat baru dan terbarukan. Sebagai negara yang termasuk ke dalam deretan ring of fire, Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar, sekitar 28 GWe, dalam berbagai tipe sistem panas bumi. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkaya akan potensi energi panas bumi.
Sayangnya, besarnya potensi panas bumi di negeri ini belum mampu membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi. Jika dikaji lebih dalam, Indonesia memiliki dua tipe potensi panas bumi, yakni panas bumi vulkanik dan panas bumi nonvulkanik. Potensi panas bumi yang sudah terbangkitkan bersumber dari panas bumi vulkanik, sedangkan panas bumi nonvulkanik belum dimanfaatkan. Padahal, sekitar 20% potensi panas bumi Indonesia berasal dari panas bumi nonvulkanik yang justru tersebar di daerah-daerah yang masih minim penyediaan listrik. Sistem panas bumi nonvulkanik umumnya berada di luar jalur gunung api. Penyebarannya di Indonesia terdapat di Sumatera bagian timur, Bangka, Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Adanya potensi besar yang belum diberdayakan, didukung dengan keberadaannya di wilayah yang minim dengan penyediaan energi merupakan dua kondisi yang saling berkaitan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pengembangan melalui rekayasa teknologi agar potensi panas bumi nonvulkanik mampu memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia terutama di wilayah-wilayah yang kaya akan potensi panas bumi nonvulkanik. Salah satu teknologi yang dinilai mampu memanfaatkan energi panas bumi nonvulkanik untuk pembangkit listrik adalah binary cycle geothermal power plant. Teknologi ini mampu memproduksi energi dari sumber panas bumi untuk temperatur rendah sampai sedang dengan lebih efektif dan efisien.Binary Cycle Geothermal Power Plant
Pada umumnya, fluida panas bumi yang digunakan untuk pembangkit listrik adalah fluida yang mempunyai temperatur 2000C. Namun, dengan menggunakan sistem binary cycle, fluida panas bumi temperatur sedang (100—2000C) pun dapat digunakan untuk pembangkit listrik. Sistem binary cycle dioperasikan dengan menggunakan uap panas pada temperatur lebih rendah, yaitu antara 1000—1820C.
Pada binary cycle uap panas yang berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tidak digunakan untuk memutar turbin. Uap panas ini digunakan untuk memanaskan fluida kerja (senyawa organik seperti isobutana dan isopentana), yang mempunyai titik didih lebih rendah daripada air. Fluida kerja kemudian menjadi panas dan menghasilkan uap berupa flash. Uap yang dihasilkan dari heat exchanger tadi yang kemudian digunakan untuk menggerakkan sudu-sudu turbin dan selanjutnya menggerakkan generator untuk menghasilkan sumber daya listrik. Uap panas yang dihasilkan di heat exchanger inilah yang disebut sebagai secondary (binary) fluida.
Binary cycle power plants ini sebenarnya merupakan sistem tertutup sehingga tidak ada yang dilepas ke atmosfer. Fluida panas bumi pun tidak dimanfaatkan langsung melainkan hanya panasnya yang diekstraksi, sementara fluidanya sendiri diinjeksikan kembali ke dalam reservoir.[4]
Secara umum, informasi dari data potensi panas bumi nonvulkanik di beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa panas bumi nonvulkanik di Indonesia memiliki temperatur sedang dan potensi yang besar. Kondisi itu berimplikasi terhadap pemanfaatan panas bumi nonvulkanik di Indonesia yang hingga saat ini masih sangat rendah. Misalnya, lapangan panas bumi Lahendong dan Sibayak. Padahal, sumber energi panas bumi nonvulkanik menyebar dari Sumatera hingga Papua. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi binary cycle geothermal power plant sudah tepat dilakukan untuk saat ini. Dengan tidak menutup kemungkinan adanya rekayasa teknologi baru yang mampu memproduksi energi dari sumber panas bumi bertemperatur rendah sampai sedang dengan lebih efektif dan efisien.[1]Khoiria Oktaviani, “Rekonsiliasi Data, Sumber Daya Batubara Indonesia Kini 166 Miliar Ton, Cadangan 37 Miliar Ton”, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/rekonsiliasi-data-sumber-daya-batubara-indonesia-kini-166-miliar-ton-cadangan-37-miliar-ton
[2]Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Laporan Kinerja Tahun 2019 (Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, 2020)
[3]Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Potensi Panas Bumi di Indonesia (Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, 2011)
[4]R. DiPippo, “Ideal Thermal Efficiency for Geothermal Binary Plants”, Geothermics 36, 2007, hlm. 276—285
[5]Kementerian ESDM, op. cit.
DISCLAIMER
Semua artikel dan opini yang dipublikasikan pada Blog Energi Muda menjadi tanggung jawab dari masing-masing penulis. Koaksi Indonesia membantu mereduksi bahasa dan penulisan sesuai kaidah KBBI, logika dan kata di dalam tulisan yang masuk ke redaksi. Koaksi Indonesia tidak bertanggung jawab jika terdapat plagiarisme, kesalahan data dan fakta serta kekeliruan dalam penulisan nama, gelar atau jabatan yang terdapat di dalam artikel dan opini.