Skip links

Climate Witness 2025: Dokumentasi Aksi Iklim Berbasis Kearifan Lokal di NTT

Menanam mangrove, salah satu aksi iklim yang didokumentasikan dalam film ini/Youtube Koaksi Indonesia

Solusi untuk krisis iklim tidak selalu datang dari teknologi canggih. Masyarakat NTT pun telah membuktikannya. Mari kita saksikan kebenarannya dalam “Climate Witness 2025”.

KOAKSI INDONESIA—Dalam momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Koaksi Indonesia didukung para sineas muda dari Nusa Tenggara Timur (NTT) meluncurkan film dokumenter “Climate Witness 2025”. Film-film ini adalah bagian dari inisiatif Koaksi Indonesia dari Program Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia sejak tahun 2023 yang mengompilasi kisah masyarakat menghadapi perubahan iklim melalui kearifan lokal.

Produksi film “Climate Witness” tidak untuk menakut-nakuti kita akan bahaya perubahan iklim. Namun, melalui aksi iklim masyarakat NTT, kita diajak untuk menyaksikan perjuangan gigih mereka dalam mengatasinya. Bagi mereka, upaya melindungi alam tempat mereka hidup bukan lagi pilihan, tetapi keharusan untuk bertahan hidup. Dari sanalah kita bisa belajar menjaga bumi dengan langkah sederhana, tapi berdampak besar. 

“Climate Witness 2025” terdiri dari rangkaian 5 film pendek, yaitu “Benteng Hijau”, “Laut dan Tanah”, “Bajo”, “Buka Badu”, dan “Tidak Gratis Lagi”. Kelima film ini mengisahkan perjuangan masyarakat NTT dalam menjaga rumah, tanah, dan kehidupan mereka dari perubahan iklim. Mereka melakukan penanaman mangrove untuk menghadapi banjir rob, adaptasi ekonomi dalam produksi garam, upaya restorasi laut, pelestarian laut melalui tradisi Buka Badu, hingga konservasi hutan adat untuk menjaga sumber air bersih di tengah tekanan pariwisata.

Dalam melakukan aksinya, masyarakat NTT tidak menggunakan teknologi canggih. Mereka menjaga rumah, tanah, hutan, air, dan laut dengan menerapkan nilai dan tradisi yang selama ini mereka hidupi dengan berani dan tidak kenal lelah. Mereka menjaga semuanya itu karena sadar bahwa alam merupakan sumber kehidupan mereka dan anak cucu mereka. Alam yang dijaga pasti akan memberikan kebaikannya untuk kita.

Baca Juga:  Prospek dan Tantangan Green Jobs di Mata Anak Muda

Peluncuran Perdana di Pulau Dewata

Bersama-sama menyaksikan pemutaran film “Climate Witness 2025”/Koaksi Indonesia

Peluncuran “Climate Witness 2025” menjadi bagian dari kampanye publik melalui para kreator muda dan komunitas lingkungan lintas daerah dalam rangka #LangkahHariIni dan #MauHidupLebihLama, sebagai seruan kolektif untuk hidup lebih berkelanjutan dan memperjuangkan masa depan yang adil bagi semua. Momentum Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang dipilih sebagai waktu diluncurkannya film ini semakin menguatkan seruan itu.

Simbol pengingat untuk mulai melangkah menjaga bumi/Koaksi Indonesia
Baca Juga:  Indonesia Climate Week: Pekan Pergelaran Aksi Adaptasi Perubahan Iklim dari Akar Rumput di Indonesia

Dalam acara peluncuran yang berlangsung di Bali, tepatnya di Tegal Temu Space, para undangan diajak berinteraksi sebelum menyaksikan film. Mereka menyablon gambar jejak sepatu bertuliskan Langkah Hari Ini, Climate Witness 2025 pada tote bag yang dibagikan saat registrasi. 

Jejak sepatu bertuliskan Langkah Hari Ini sebagai simbol pengingat untuk kita mulai melangkah menapaki jalan panjang mengatasi dampak negatif perubahan iklim yang sudah menghampiri bahkan memasuki rumah kita.

Sesi diskusi “Climate Witness 2025”/Koaksi Indonesia

Pada sesi diskusi setelah pemutaran film, Ridwan Arif, Koordinator Program VCA Koaksi Indonesia mengatakan, “Film “Climate Witness” adalah cara kami merayakan kekuatan cerita dari masyarakat akar rumput, khususnya di NTT. Ini bukan hanya dokumenter, ini adalah memoar aksi iklim dari timur Indonesia. Kisah-kisah dalam film ini pun menunjukkan bahwa solusi iklim tidak selalu datang dari teknologi canggih, tetapi juga dari nilai, tradisi, dan keberanian komunitas.”

Proses produksi “Climate Witness” tahun ini dimulai dari dibukanya kesempatan bagi sineas lokal NTT untuk memproduksi film bertema Aksi Iklim Masyarakat Lokal. Para sineas itu diminta untuk menunjukkan bagaimana masyarakat NTT menghadapi perubahan iklim dalam film yang akan mereka produksi. Kemudian, terpilihlah lima sineas lokal yang berhasil menerjemahkan perjuangan masyarakat NTT dalam mengatasi krisis iklim ke dalam film. Keberhasilan para sineas lokal ini sekaligus menjadi tonggak penting dalam narasi iklim yang lebih inklusif dan berakar pada pengalaman warga.

Alwyn, seorang pembuat film dari Sumba yang menggarap film “Benteng Hijau”, mengatakan, “Kami tidak membuat film ini untuk menjual bencana, tetapi untuk menunjukkan bahwa masyarakat di Sumba tidak tinggal diam. Ketika laut masuk ke dapur tempat orang memasak garam, mereka tanam mangrove. Ini adalah cerita tentang bertahan dan berinovasi.”

Berkolaborasi dengan Satu Frekuensi Film, Koaksi Indonesia memandang film sebagai medium paling kuat untuk menyampaikan pesan lingkungan secara emosional dan membumi. 

“Kami percaya film bisa menyentuh kesadaran lebih dalam, tidak hanya memberi informasi, tetapi juga menggerakkan,” ujar Medy Mahasena, perwakilan Satu Frekuensi Film. “Kolaborasi ini membuka ruang dialog baru antara sineas muda, aktivis, dan masyarakat luas—bahwa perubahan iklim adalah cerita kita bersama.”

Baca Juga:  Semua Manusia Berhak dan Berperan Sama dalam Upaya Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Selamat Menonton “Climate Witness 2025”

Climate Witness 2025 telah tayang di youtube Coaction Indonesia/Koaksi Indonesia

Seperti “Climate Witness” tahun-tahun sebelumnya, “Climate Witness 2025” pun sudah ditayangkan di youtube Coaction Indonesia. Menembus batas waktu dan tempat, penayangan di media sosial seperti ini mempunyai kekuatan besar untuk menyebarkan pesan yang sangat penting ini. Masyarakat NTT telah membuktikan bahwa dampak perubahan iklim yang mereka alami tidak mematahkan semangat mereka untuk berjuang memulihkan keadaan. Bagaimana dengan kita? 

Saksikan filmnya dan mulailah beraksi demi bumi yang lestari.

Penulis

Beranda
Kabar
Kegiatan
Dukung Kami
Cari